Kutai Timur - Masyarakat Kutai Timur tengah diramaikan dengan isu dugaan jatah 10 persen untuk anggota DPRD dan 12 persen untuk Ketua DPRD yang disebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Selain itu, muncul pula tudingan praktik jual beli proyek di lingkup Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim).
Meski belum dapat dipastikan kebenarannya, isu ini memicu keresahan publik. Menanggapi hal tersebut, Anggota DPRD Kutim, Faizal Rachman, memberikan penjelasan mengenai mekanisme pengelolaan APBD, khususnya dari tahap awal pengumpulan aspirasi masyarakat hingga penetapannya.
Faizal mengungkapkan, proses pengelolaan APBD bermula dari kegiatan reses atau serap aspirasi yang dilakukan anggota DPRD. Dalam kegiatan tersebut, berbagai kebutuhan masyarakat di daerah pemilihan (dapil) didata dan dicatat sebagai pokok-pokok pikiran (pokir).
“Pokok pikiran itu adalah hasil reses yang dilakukan anggota DPRD saat berdialog dengan masyarakat. Proses ini diatur dalam Permendagri 86 Tahun 2017,” ujar Faizal, Selasa (29/10/2024).
Setelah itu, pokir yang dihasilkan diinput ke dalam Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD). Faizal menegaskan, dalam proses input ini, anggota DPRD hanya mencatat kebutuhan masyarakat tanpa mencantumkan nominal anggaran yang diperlukan.
“SIPD hanya dibuka dua kali setahun. Anggota DPRD tidak mencantumkan angka, melainkan hanya data kebutuhan yang disampaikan masyarakat,” jelasnya.
Proses berikutnya, Kesekretariatan DPRD memilah masukan tersebut untuk menentukan dinas teknis atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang berwenang menindaklanjutinya. Kemudian, masukan tersebut dimasukkan ke dalam Rancangan Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Setelah RKPD selesai disusun, dokumen tersebut dibahas menjadi Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Pada tahap akhir, rancangan ini diajukan menjadi Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) yang kemudian ditetapkan sebagai APBD.
“APBD disusun melalui proses panjang, mulai dari RKPD, KUA-PPAS, hingga menjadi RKA. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat,” tambah Faizal.
Ia mengakui keresahan masyarakat atas isu ini dan mendukung penyelidikan lebih lanjut guna memastikan transparansi dalam pengelolaan APBD. Menurutnya, penyelidikan penting untuk menjaga integritas lembaga pemerintahan dan menghindari terulangnya kasus serupa di masa lalu.
“Masyarakat berhak tahu bagaimana APBD dikelola. Jika ada dugaan pelanggaran, tentu harus ditindaklanjuti secara tuntas,” pungkasnya. (SH/ADV)
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru