Samarinda - Dugaan terjadinya eksploitasi anak di Balikpapan oleh orang tua mereka dengan cara berjualan tisu di salah satu mini market Jalan MT Haryono. Setelah mendapatkan uang, uang tersebut langsung diambil oleh orang tuanya. Para ibu membawa anak-anak ke beberapa titik. Bahkan terlihat dari motor yang digunakan adalah motor baru.
Satgas Penertiban PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) Satpol PP Kota Balikpapan, Baswanto menyebutkan bahwa pihaknya rutin melakukan razia anak jalanan, dan penjual tisu atau lainnya. Baswanto menambahkan setelah mereka yang diamankan, lalu dikirimkan ke Dinas Sosial untuk selanjutnya dilakukan pembinaan terhadap orang tua dan anak yang menjadi korban eksploitasi tadi. (balikpapan.prokal.co)
Sikap dinas sosial terhadap eksploitasi anak tersebut adalah dengan melakukan razia dan pengarahan, jika bukan warga Balikpapan maka akan dipulangkan. Namun, masalah ini terus berulang seperti lingkaran setan. Padahal pada pasal 76 Undang-Undang 35 tahun 2014 menyatakan, setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi atau seksual terhadap anak.
Pada tahun 1989, pemerintah di seluruh dunia menjanjikan hak yang serupa untuk semua anak dengan mengambil konvensi PBB untuk Hak-Hak Anak. Konvensi ini mengatur berbagai hal yang harus dilakukan negara sehingga setiap anak dapat tumbuh dengan sehat, bersekolah, dilindungi, didengar pendapatnya dan diperlakukan dengan adil.
Pasal 34 menyatakan tiap anak berhak dilindungi dari eksploitasi dan penganiayaan seksual, termasuk prostitusi dan keterlibatan pornografi. Sedangkan pasal 36 berbunyi, tiap anak berhak dilindungi dari eksploitasi dalam bentuk apapun yang merugikan. (www.unicef.org)
Namun, faktanya semua upaya mereka gagal dalam melindungi anak dari eksploitasi. Upaya mereka hanya berputar pada solusi tambal sulam tetapi tidak dapat menuntaskan dari akar permasalahannya yakni penerapan sistem kapitalisme. Eksploitasi anak terjadi karena kemiskinan.
Mengguritanya kemisikinan saat ini bukan hanya kelemahan individu akan tetapi juga penerapan sistem kapitalis yang menjadikan kemiskinan terstruktural. Sebagaimana kita ketahui dalam sistem kapitalis yang menganut kebebasan kepemilikan menjadikan sumber-sumber kekayaan umat seperti Sumber Daya Alam dan Energi (SDAE) boleh dimiliki oleh individu/swasta, sehingga hak rakyat terhadap kepemilikan umat/umum tidak didapatkan karena dikuasai individu/swasta (para kapital).
Sehingga yang terjadi adalah kekayaan dalam sistem kapitalis hanya berpusat pada orang-orang tertentu saja dan tidak terdistribusi kepada seluruh rakyat. Sehingga kemiskinan akan terus terjadi dan meningkat dalam sistem ini.
Ditambah lagi sumber pendapatan Negara yang harus mengurus dan mengayomi seluruh rakyat bukan dari SDAE yang melimpah ruah ini, melainkan diambil dari pajak yang jumlahnya terbatas dan dipungut dari keringat rakyat, sungguh menyedihkan sudahlahlah kepemilikan umumya diambil rakyat pun diperas keringatnya dengan harus membayar pajak, ini yang berlaku dalam sistem kapitalisme.
Padahal seharusnya negara dapat memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, apalagi Indonesia adalah negeri yang kaya SDAE. Tetapi, hari ini negara hanya berperan sebagai regulator yang memberikan jalan kepada pihak swasta dan asing untuk mengelola SDAE milik rakyat sehingga rakyat terhalang untuk mendapatkan haknya. Sulitnya laki-laki mendapatkan pekerjaan yang layak sehingga terjadilah kemiskinan struktural. Padahal laki-laki adalah pencari nafkah untuk keluarganya.
Anak yang seharusnya belajar dan bermain terampas haknya karena harus membantu ekonomi keluarga. Negara kapitalis demokrasi gagal memberikan perlindungan terhadap anak.
Dalam Islam, negara wajib menjamin pemenuhan kebutuhan dasar individu yaitu sandang, pangan, dan papan. Selain itu, negara juga harus menjamin kebutuhan dasar publik berupa pendidikan, kesehatan serta keamanan. Negara harus memastikan pemenuhan kebutuhan tersebut setiap individu baik muslim maupun nonmuslim, yang tinggal di kota ataupun di desa.
Kepala Negara harus memastikan semua kebutuhan rakyat terpenuhi. Khalifah Umar bin Khattab sering berkeliling di malam hari untuk memastikan kebutuhan rakyatnya terpenuhi. Beliau pernah memikul sendiri gandum untuk rakyatnya yang kelaparan.
Ada beberapa mekanisme yang ditetapkan oleh syariat Islam dalam memenuhi kebutuhan keluarga tanpa mengikutsertakan anak, yakni :
Pertama, Islam mewajibkan laki-laki yang telah baligh untuk memenuhi kebutuhan diri dan anggota keluarganya. Seorang ayah wajib memberikan nafkah yang layak berupa makanan, pakaian dan tempat tinggal bagi seluruh anggota keluarganya. Jika ia lalai maka negara akan memberikan sanksi yang tegas.
Kedua, negara menyediakan lapangan kerja yang layak, cukup dan mudahnya akses bagi laki-laki. Sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah, Imam Ahmad telah menuturkan riwayat dan Imam at-tirmidzi menilainya hasan: Sesungguhnya seorang laki-laki Anshar pernah datang kepada Nabi saw. dan meminta-minta kepada Beliau. Lalu Beliau bertanya kepadanya, “Apakah di rumahmu ada sesuatu?” Ia menjawab, “Benar, ada….” Nabi saw. bersabda “Bawa keduanya kesini!” Ia pun membawa kedua barang tersebut. Lalu Rasulullah saw. mengambil keduanya dan berkata, “Siapa yang mau membeli dua barang ini?”.... Lalu seorang laki-laki berkata, “Aku mau mengambilnya dengan harga dua dirham.” Beliau menyerahkan kedua barang itu kepada laki-laki tersebut dan Beliau mengambil dua dirham harganya, lalu Beliau memberikannya kepada orang Anshar itu. Beliau bersabda, “Belilah dengan satu dirham sesuatu dan berikanlah untuk keluargamu. Belilah kapak dengan satu dirham yang lain dan bawalah kepadaku!” Lalu ia membawa kapak itu kepada Beliau. Lalu Rasulullah saw. menggenggamnya secara erat dan menyodorkan kembali kepada orang itu sambil bersabda, “Pergilah, carilah kayu bakar, dan juallah. Jangan sampai aku melihatmu lagi selama lima belas hari!” Orang itu pun melakukannya. Lalu lima belas hari kemudian ia datang dan ia telah memperoleh lima belas dirham….
Sumber daya alam dan energi dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan ke rakyat dalam bentuk fasilitas umum berupa pendidikan, kesehatan, listrik, transportasi, komunikasi, dan sebagainya.
Ketiga, kepala keluarga yang terhalang untuk bekerja dikarenakan wafat atau sakit yang tidak memungkinkan untuk bekerja maka kewajiban memberi nafkah dialihkan ahli waris yang mampu dan para kerabatnya.
Keempat, jika ahli waris dan kerabat tidak mampu maka negara wajib memenuhi kebutuhan keluarganya dengan mengambil dana dari baitul mal. Jika dana di baitul mal kosong maka tetangga terdekat wajib memenuhi kebutuhan keluarga tersebut dengan bergotong royong.
Demikianlah cara Islam menjaga anak dari eksploitasi. Semua itu bisa terwujud jika sistem kapitalis demokrasi diganti dengan sistem pemerintahan yang berlandaskan aqidah Islam yang akan menerapkan aturan yang berasal dari Allah pencipta manusia dan alam semesta sehingga akan terwujud Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Wallahu a‘lam bissawab.
Oleh: Maulina Rufaida, S. Pd (Pemerhati Masalah Sosial)
disclaimer : Tulisan ini merupakan partisipasi individu dari masyarakat yang ingin menuangkan pemikiran, ide dan gagasannya yang hak ciptanya sepenuhnya dimiliki oleh yang bersangkutan. Isi redaksi dan narasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru