Share ke media
Opini Publik

Game Online: Seharusnya Diperangi Bukan Difasilitasi

23 Jul 2024 01:21:41575 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : detik.com - Aturan Game Online Disiapkan, Buntut Marak Kriminalitas Anak - 19 April 2024

Samarinda - Candu game online itu berbahaya dianggap negatif, namun ketika diubah maknanya menjadi e-sport alias olah raga elektronik akhirnya menjadi positif bahkan dianggap profesi dan prestasi. Akibatnya terjadi kontradiksi perlakuan di satu sisi memerangi di sisi lain memfasilitasi generasi.

Di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur kini memiliki Esport Game Room yang memfasilitasi gamers untuk mengembangkan potensi mereka di dunia esports. Esport Game Room berada di dalam Gedung Bela Diri Kompleks Stadion Aji Imbut, Kecamatan Tenggarong Seberang. Dikelola oleh ESI Kutai Kartanegara, selaku organisasi induk cabang olahraga elektronik.

Ruang khusus para gamers ini diluncurkan langsung oleh Bupati Kutai Kartanegara, Edi Damansyah. Tujuannya, untuk melahirkan talenta-talenta pemain game online profesional yang meraih prestasi di kancah nasional dan internasional. (Kaltim.tribunnews.co, 3/7/2024)

Potensi Pemuda Dibajak dan Dijajah

Tentu memfasilitasi e-sport game room dan sejenisnya akan menjadi pembenaran bagi pecandu game. Apalagi generasi yang seharusnya mengejar prestasi akademik malah pindah haluan ke dunia maya. Seharusnya negara bersikap tegas melarang game online bukan malah memfasilitasi apalagi dijadikan ajang prestasi.

Kebanggaan keliru sebagai pemain game online profesional berprestasi di kancah nasional dan internasional. Padahal di baliknya potensi pemuda dibajak dan dijajah oleh para kapital global. Semua lini ditarget penjajah, SDM dibajak dan dijajah potensinya selanjutnya SDA dieksploitasi atas nama investasi.

Demikianlah ketika negara menganut pandangan kapitalisme sekuler. Negara gagal melindungi pemuda dari bahaya game online, sebaliknya berharap kontribusi ekonomi, artinya lagi-lagi mengejar materi.

Sangat disayangkan generasi menjadi ajang pasar global bagi para kapital industri game. Saat ini, pasar game bernilai miliaran dolar dan pemuda merupakan mangsa pasar terbesar. Berdasarkan laporan Statista, sekitar 20% populasi gamer berusia di bawah 18 tahun, yaitu 618 juta gamer. Populasi gamer terbesar di dunia berada pada kelompok usia 18 hingga 34 tahun, yakni 1,17 miliar. Sementara itu, hanya 7% gamer yang berusia di atas 65 tahun. (Bigdata,co, 31/1/2024)

Orang tua dan para guru berusaha agar generasi tidak kecanduan game online, negara malah memfasilitasi dan apresiasi serta memasukkannya ke dalam kurikulum pendidikan. Akhirnya rusaknya generasi karena negara yang memfasilitasi.

Efek bahaya game online sudah banyak disampaikan oleh para pakar parenting, bidang konseling, pakar kesehatan, dan bidang pendidikan oleh para guru serta dalam keluarga oleh orang tua sendiri. Di antara bahaya-bahaya dari aspek kesehatan game online dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan fisik bagi anak-anak. Pancaran radiasi akan mengganggu kesehatan mata. Selain itu, cepat mengalami perubahan mood, seperti mudah marah, kurang konsentrasi, susah tidur, dan gangguan kesehatan lainnya.

Dari aspek moral game online dapat menyebabkan perilaku brutal dan radikal dalam diri anak-anak. Mereka terinspirasi dari kekerasan yang mereka mainkan. Terbiasa dengan kekerasan di dunia maya akan menganggap biasa di dunia nyata. Rasa ngeri dan takut terkikis, sehingga kekerasan dianggap sepele akhirnya menjadi pelaku.

Dampak psikis akibat game online membuat susah bersosialisasi, cuek, kurang peduli terhadap lingkungan dan malas belajar. Bahkan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organisatioan/WHO) memasukan kecanduan game online ke dalam daftar penyakit gangguan mental atau kesehatan jiwa.

Aspek lain khususnya agama, game online akan melalaikan kewajiban, waktu sia-sia tidak produktif, silaturahmi dan keakraban memudar, bahkan memicu perbuatan asusila dan kriminal. Lebih berbahaya lagi game online sengaja dijajakan oleh kafir barat untuk merusak generasi, khususnya kaum muslimin. Game online menjadi gaya hidup bukan lagi sebatas hiburan.

Islam Selamatkan Pemuda

Negara rusak yang memisahkan agama dalam sistem aturan kehidupan (kapitalis sekuler), salah satunya menjadikan game online sebagai cara untuk mendapatkan keuntungan atau materi tanpa peduli generasi yang sudah rusak bertambah semakin marak. Industri game, kompetensi game dan profesi game dianggap sebagai peluang bisnis dalam menyumbang perekonomian. Bahkan sistem pendidikan dalam negara sekuler menjadi tak jelas arah dan kental aroma bisnis berbasis proyek digitalisasi. Akhirnya, generasi rusak akibat negara sendiri yang merusak karena sistem kapitalis sekuler yang diterapkan.

Solusi kerusakan generasi dari bahaya bahaya game online harus sistemik. Sistem pendidikan sekuler, sistem sosial yang liberal, sistem ekonomi yang kapitalis, dan sistem hukum yang tidak manusiawi dan lemah semuanya menjadi sumber rusaknya generasi. Berbagai sistem tersebut berakar dari aturan kehidupan yang diterapkan. Orang tua atau keluarga merupakan pilar utama dan pertama dalam melindungi generasi. Namun, pilar keluarga tidak akan rapuh jika tidak disokong oleh negara.

Dalam peradaban Islam, teknologi akan membawa manfaat dan keberkahan karena adanya landasan keimanan. Dalam Islam game online bukan penopang ekonomi negara, karena negara akan membentuk lingkungan yang baik bagi generasi. Memfasilitasi sarana atau teknologi untuk menunjang pendidikan.

Game online dalam pandangan Islam terkategori sebagai hiburan. Statusnya boleh selama tidak mengandung unsur berbahaya, menampilkan aurat, unsur magis, judi, ado domba, dan berlebih-lebihan. Oleh karena itu, melihat banyaknya bahaya game online maka negara yang berlandaskan Islam tidak akan memfasilitasinya. Negara akan memerangi game online sehingga keluarga atau orang tua tidak akan sendiri menjaga generasi.

Wallahu’alam.

Oleh: Rahmi Surainah, M.Pd, alumni Pascasarjana Unlam Banjarmasin