Samarinda - Gugatan Makmur HAPK terkait pergantian dirinya menjadi Ketua DPRD Kaltim di PN Samarinda tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard) dan menghukum Makmur HAPK membayar biaya perkara, demikian diputuskan dalam sidang permusyawaratan Majelis Hakim PN Samarinda (20/12/2021) dengan Hakim Ketua Dr. Hasanuddin, Muhammad Nur Ibrahim dan Lukman Akhmad masing-masing sebagai Hakim Anggota.
Dalam pertimbangannya, Hakim menjelaskan bahwa dalam surat edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar MA Tahun 2016 sebagai pedoman pelaksanaan tugas bagi pengadilan, dalam kamar perdata khusus diatur bahwa perselisihan partai politik akibat ketentuan Pasal 32 ayat (5) dan Pasal 33 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik, sepenuhnya merupakan kewenangan Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain. Putusan Pengadilan Negeri adalah Putusan Tingkat Pertama dan Terakhir.
Sehingga bila mengacu pada aturan tersebut, telah ada Putusan Mahkamah Partai GOLKAR dengan nomor 39/PI-GOLKAR/VIII/2021 Tanggal 13 Oktober 2021 tersebut telah bersifat final dan mengikat, sehingga gugatan Makmur HAPK dinyatakan tidak dapat diterima.
Menurut Sekretaris DPD Partai GOLKAR Kaltim M Husni Fahruddin, gugatan Makmur HAPK dapat dikategorikan dan dinyatakan oleh Hakim yang menyidangkan perkara ini adalah sengketa partai politik, karena masuk dalam sengketa/perselisihan partai politik maka berbeda dengan persidangan umumnya.
“Munculnya rumusan kamar perdata khusus karena adanya ketidak-konsistensi-an antara satu pasal dengan pasal lainnya seperti Pasal 32 ayat 4 dan 5 UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang parpol yang menggariskan mahkamah partai harus menyelesaikan perselisihan dalam waktu 60 hari dan putusannya bersifat final dan mengikat, akan tetapi pada Pasal 33 ayat 1 UU Parpol malah menyebut dalam hal penyelesaian perselisihan seperti yang dimaksud Pasal 32 tidak tercapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui Pengadilan Negeri”, jelas M Husni Fahruddin yang biasa di sapa dengan sebutan Ayub ini.
Selanjutnya, “Terbitnya rumusan kamar perdata khusus yang dimaktubkan dalam putusan PN Samarinda Nomor 204 (gugatan Makmur HAPK), menyebutkan bahwa Putusan Pengadilan Negeri adalah Pertama dan Terakhir, ini harusnya menjadi acuan/pedoman pembuat kebijakan baik itu pengadilan, Sekretaris DPRD Kaltim, Pimpinan DPRD Kaltim, Gubernur Provinsi Kaltim dan Kementerian Dalam Negeri agar penanganan perkara sengketa partai politik dalam hal ini internal partai GOLKAR ini tidak berlarut-larut, bahkan surat keputusan DPRD pun terkait pergantian diberikan limit waktu, apabila Gubernur tidak melanjutkan surat DPRD Kaltim dalam waktu 7 hari maka DPRD Kaltim dapat bersurat ke Mendagri secara langsung, karena pembuat undang-undang faham bahwa ini ranah politik yang harus dibatasi dengan tegas aturan mainnya”, Jelas Ayub yang juga berprofesi sebagai advokat ini.
“Untuk menghindari perkara sengketa parpol ini dilakuan hanya untuk mengulur-ulur waktu pihak-pihak tertentu, makanya Mahkamah Agung dalam rumusan kamar perdata khusus menyatakan untuk sengketa parpol di PN tidak tersedia upaya hukum banding, kasasi atau peninjauan kembali (PK), makanya perselisihan politik ini dikunci dengan rumusan ini, agar tidak ada pihak yang memaksakan diri agar perkara ini di lanjutkan di tingkat kasasi demi mengulur-ulur waktu”, tegas ayub.
Kemudian Ayub menjelaskan, “Atas dasar surat edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar MA Tahun 2016 dan dijelaskan lebih detail oleh Hakim dalam putusan Nomor 204/Pdt.G/2021/Pn Smr, saya menghimbau agar instansi terkait untuk melek hukum, bahwa persoalan pergantian Ketua DPRD Kaltim ini telah selesai”. (Red/d)
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru