Samarinda - Menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) meningkatkan kewaspadaan terhadap lonjakan harga sejumlah komoditas bahan pokok utama. Langkah ini diambil untuk menjaga stabilitas harga di pasar, sekaligus memastikan kebutuhan masyarakat tetap tercukupi di tengah meningkatnya permintaan (Radarkukar.com, 16/12/2024).
Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Kukar, Sunggono, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengidentifikasi lima komoditas yang rawan mengalami kenaikan harga. Yaitu daging ayam, daging sapi, telur, bawang merah, dan cabai merah. Potensi lonjakan harga ini dipicu oleh ketergantungan Kukar terhadap pasokan dari luar daerah, yang kerap terkendala menjelang hari-hari besar.
Ia juga menambahkan bahwa dalam beberapa hari terakhir, gangguan distribusi di sejumlah kecamatan turut berpotensi memengaruhi stabilitas harga. Situasi ini diperparah oleh cuaca buruk yang sempat menghambat pengiriman bahan pokok ke pasar tradisional.
Untuk mengantisipasi lonjakan harga, Pemkab Kukar telah mengambil sejumlah langkah strategis. Di antaranya, meningkatkan pengawasan dan pemantauan harga secara harian melalui laporan petugas di 20 kecamatan. Selain itu, Pemkab Kukar juga mengandalkan dukungan dari Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dalam mengontrol distribusi bahan pokok. Sinergi ini diharapkan mampu menekan potensi inflasi di daerah.
Sebagai langkah tambahan, Pemkab Kukar berencana menggelar pasar murah di beberapa kecamatan strategis. Pasar ini ditujukan untuk membantu masyarakat, terutama yang terdampak kenaikan harga bahan pokok, agar tetap dapat memenuhi kebutuhan dengan harga terjangkau.
Gagal dalam Pengurusan Rakyat
Naiknya sejumlah harga bahan pokok menjadi problem klasik setiap pergantian tahun. Siklus tahunan ini tentu saja akan memberatkan masyarakat banyak, karena pengeluaran untuk kebutuhan pokok pasti membengkak akibat harga yang melonjak. Anehnya, kasus seperti ini terus berulang. Tiap jelang ramadan, lebaran, dan nataru, harga-harga bahan pokok pasti tidak bisa dikendalikan.
Alih-alih menyelesaikan persoalan ini, pemerintah selalu tampak gagap dalam menyikapi masalah tersebut. Meskipun pemerintah telah melakukan berbagai langkah antisipasi bahkan mengklaim “harga-harga terkendali”. Namun nyatanya, harga merangkak naik, dan pemerintah justru kelabakan. Skenario stabilisasi harga, pemastian ketersediaan kebutuhan pokok di pasaran, hingga operasi pasar murah tetap tidak mampu menghentikan laju kenaikan harga. Hal ini wajar karena solusi yang diberikan bersifat teknis, sekedar mengatasi gejolak harga, sedangkan penyebab utama lonjakan harga tidak terselesaikan.
Dalam sistem ekonomi kapitalisme, kebijakan harga diserahkan pada mekanisme pasar, sementara negara tidak mau ikut campur atas pengelolaan pasar. Alhasil, pasar dan harga bahan pokok menjadi tempat bermain para spekulan yang tidak lain adalah mafia pangan yang sengaja menahan dan menimbun pasokan barang, sehingga terjadilah kelangkaan. Mereka pun bebas melempar barang dan menjual dengan harga tinggi demi keuntungan sendiri. Di sisi lain, negara juga masih minim pengawasan hingga takut memberikan sanksi tegas pada pelaku monopoli. Inilah mengapa ketidakstabilan harga kebutuhan pokok menjadi masalah tak kunjung selesai.
Sejatinya, kondisi demikian semakin menunjukkan gagalnya negara dalam pengurusan rakyat dan penyediaan kebutuhan bahan pokok yang murah bagi mereka. Negara seharusnya mengantisipasi kenaikan harga. Sayangnya, hal tersebut mustahil terwujud karena peran negara dalam sistem kapitalisme hari ini hanya sebagai pengatur kebijakan bukan pengurus rakyat. Sehingga seluruh kebijakannya lebih menguntungkan para kapital, sedangkan kesejahteraan rakyat makin terpinggirkan dan mereka pun kesulitan mengakses kebutuhan pokoknya.
Cara Islam Menstabilkan Harga
Islam memiliki paradigma berbeda dalam mengatur pangan sehingga mampu mewujudkan pemenuhan pangan bagi seluruh rakyat, termasuk jaminan stabilitas harga. Jaminan ini dilandasi politik ekonomi Islam yang memang bertujuan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pokok bagi seluruh individu rakyat. Pelaksanaannya wajib berada di pundak negara. Allah SWT. sesungguhnya telah menetapkan pemerintahan Islam berperan sebagai raa’in atau pengurus umat dan junnah atau pelindung. Hal ini juga ditegaskan oleh Rasulullah SAW. dalam bersabdanya, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Muslim dan Ahmad).
Mengenai aspek stabilisasi harga, negara akan menjamin kestabilan harga dengan cara-cara islami yang tidak merusak mekanisme alami supply and demand. Pertama, menghilangkan distorsi mekanisme pasar, seperti penimbunan, kartel, dan sebagainya. Abu Umamah al-Bahili berkata, “Rasulullah SAW. melarang penimbunan makanan.” (HR Al-Hakim dan Al-Baihaqi). Selain itu, negara akan melarang pematokan harga. Harga, justru dalam Islam dibiarkan mengikuti mekanisme pasar, supply and demand.
Ketika zaman Nabi, saat harga barang-barang naik, para sahabat datang kepada Nabi SAW meminta agar harga-harga tersebut dipatok, supaya bisa terjangkau. Tetapi, permintaan tersebut ditolak oleh Nabi, seraya bersabda, “Allah-lah yang Dzat Maha Mencipta, Menggenggam, Melapangkan rezeki, Memberi Rezeki, dan Mematok harga.” (HR Ahmad dari Anas). Dengan begitu, Nabi tidak mau mematok harga, justru dibiarkan mengikuti mekanisme supplay and demand di pasar.Tentu saja hal itu bukan membiarkan, namun melakukan intervensi tanpa merusak persaingan pasar.
Kedua, menjaga keseimbangan supply and demand. Pasar disuplai dengan cadangan pangan milik negara atau mendatangkan dari daerah lain, bahkan mengimpor dari luar negeri. Namun, kebijakan ini sepenuhnya berada dalam kewenangan negara dengan memperhatikan kemaslahatan rakyat. Kebijakan ini pernah dilakukan oleh Umar bin Khaththab pada masa paceklik kala terjadi kelaparan di Hijaz akibat kelangkaan makanan. Beliau mengirim surat dan mendatangkan makanan dari Mesir dan Syam ke Hijaz sehingga kebutuhan masyarakat Hijaz bisa terpenuhi.
Ketiga, jika kenaikan barang tersebut terjadi karena adanya aksi penimbunan (ihtikar) barang oleh para pedagang, maka negara juga harus melakukan intervensi dengan menjatuhkan sanksi kepada pelaku penimbunan barang. Sanksi dalam bentuk ta’zir, sekaligus kewajiban untuk menjual barang yang ditimbunnya ke pasar. Dengan begitu, supplay barang tersebut akan normal kembali.
Begitupun jika terjadi penipuan harga (ghaban fakhisy) terhadap pembeli atau penjual yang sama-sama tidak mengetahui harga pasar, maka pelakunya juga bisa dikenai sanksi ta’zir, disertai dengan hak khiyar kepada korban. Korban bisa membatalkan transaksi jual-belinya, bisa juga dilanjutkan. Semua itu tentu diawasi negara dengan bantuan Qadhi Hisbah.
Keempat, negara wajib menjaga mata uangnya dengan standar emas dan perak bukan uang kertas. Karena mata uang kertas nilainya bisa berubah-ubah, gampang rusak dan rentan mengalami inflasi. Dengan begitu, akan mampu menjaga stabilitas sistem perekonomian negara karena tak akan terjadi spekulasi dan manipulasi terhadap nilai tukarnya.
Demikianlah cara Islam mengatasi problematika kenaikan harga kebutuhan pokok dan menjaga kestabilan harga. Semua kebijakan itu hanya dapat terwujud jika pemimpin muslim mau menjadikan Islam sebagai landasan dalam bernegara. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan perubahan sistemik yaitu penerapan Islam Kaffah yang akan merombak paradigma kapitalisme dalam menjalankan pelayanan terhadap rakyat. Wallahua’lam bish shawab
Oleh: Ita Wahyuni, S. Pd. I. (Pemerhati Masalah Sosial)
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru