Samarinda - Sebagaimana kita ketahui bersama, HIV/AIDS adalah penyakit yang muncul dalam beberapa dekade belakangan ini. Namun kemunculannya membuat dunia terkejut terlebih di kalangan medis, mengingat penyakit ini menyerang sistem kekebalan tubuh manusia.
Kasusnya ditemukan pertama kali di kalangan homoseksual, kaum penyuka sesama jenis yang sebagian besar manusia mengutuk perilaku mereka yang menyimpang. Apalagi semua agama pasti mengharamkan perilaku mereka yang menyalahi kodrat kemanusiaan. Dalam Al Qur’an perilaku mereka dicela di dalam surat Al A’raf ayat 80. Perilaku seperti ini diawali pada jaman Nabi Luth AS yang pada akhirnya mendapatkan azab pedih berupa lemparan batu yang panas dari langit serta dibalikkan bumi tempat mereka berpijak hingga tidak menyisakan seorangpun kaum terlaknat itu.
Para ulama tak bosan-bosannya mengingatkan tentang terlaknatnya perilaku yang dibenci oleh Allah SWT tersebut. Namun manusia ada saja yang dengan beraninya menantang larangan Sang Pencipta. Maka dengan munculnya penyakit HIV/AIDS seakan membuka mata manusia akan adanya hukuman bagi manusia yang membangkang larangan Tuhan. Meski begitu korbannya tidak hanya orang-orang yang jahat, bahkan ibu-ibu rumahtangga yang setia di rumah pun tak ayal ada yang tertular. Bayi-bayi tak berdosapun juga terwarisi melalui orangtuanya.
Begitu banyak riset telah dilakukan untuk menemukan obat yang efektif untuk mengobati virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia tersebut. Namun hingga saat ini belum ditemukan obat yang mampu mengatasinya. Selama ini yang diberikan dokter untuk penyintas HIV/AIDS hanya untuk meredakan gejala dan mencegah penularan. Itulah mengapa penyakit ini sampai disebut penyakit kutukan, khususnya bagi si pelaku seks menyimpang, wanita tuna susila dan transgender.
Menurut data dari Dinas Kesehatan Kalimantan Timur di Kota Balikpapan sepanjang 2023 masih berjumlah ratusan atau tepatnya 317 kasus dari total 20.000 orang yang di-screening. Kendati menurun dibanding tahun 2022 yang sebanyak 338, namun penanganan lebih komprehensif tetap diperlukan.Termasuk screening lebih masif pada setiap individu. Kasus HIV ini didominasi hubungan sesama jenis, pekerja seks komersial, kelompok transgender dan kelompok lainnya. Didominasi oleh rentang usia 25-49 tahun, alias usia produktif. Dari jumlah tersebut, penderita terbanyak laki-laki.
DEMOKRASI KAPITALISME MENYUBURKAN PENYAKIT KUTUKAN
Kasus HIV/AIDS terbilang masih tinggi sehingga diperlukan solusi tuntas untuk mengatasi sampai ke akar-akarnya.Tidak cukup sekedar testing, screening apalagi kampanye menggunakan kondom yang dulu sempat gencar dipromosikan, bahkan sampai di daerah tertentu ada ATM kondom segala. Semua solusi itu tidak efektif mencegah kasus baru yang muncul selama perilaku manusianya tidak berubah. Para penderita dianggap sebagai korban yang layak dikasihani, bahkan mereka berhak mendapatkan pengobatan gratis di semua layanan kesehatan milik pemerintah tanpa memperhatikan dari mana mereka mendapatkan penyakit itu.
Mengapa para ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) bisa mendapatkan layanan kesehatan gratis? Karena Pemerintah Indonesia menerima dana hibah dari lembaga internasional The Global Fund sebesar USD 309 (setara Rp 4,6 triliun)untuk pemberantasan penyakit AIDS, tuberculosis (TBC) dan malaria pada periode anggaran 2024-2026.
Fakta ini menunjukkan bahwa sistem yang dibangun kapitalisme berkedok demokrasi yang dianggap menyejahterakan manusia justru senantiasa menjerumuskan manusia ke jurang kehancuran. Dana besar justru dikucurkan pada program yang tidak berkaitan dengan hajad hidup orang banyak. Bidang-bidang yang diperlukan masyarakat seperti sarana pendidikan dan kesehatan yang murah bagi rakyat banyak justru jauh dari harapan. Pada kasus penderita penyakit yang dianggap kutukan bagi kaum agamawan ini justru digelontorkan dana besar yang justru seolah menganggap ini menjadi prioritas. Bahkan para pelajar dan mahasiswa yang berminat belajar dan memiliki kompetensi yang tinggi tidak mudah untuk mendapatkan beasiswa.
Selama ini kasus homoseksual dan penyimpangan perilaku seksual lainnya dianggap masalah yang wajar di negara yang menganut faham sekuler seperti negara kita. Seharusnya para pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal serta mendapatkan rehabilitasi sehingga bisa kembali normal. Harus digencarkan penyuluhan di sekolah maupun universitas agar para murid dan mahasiswa menjauhi perilaku seks yang menyimpang karena agama jelas mengharamkannya dan hukum negera harus tegas ditegakkan untuk memberi efek jera. Selama para penderita ini dimaklumi hanya sebagai korban jangan berharap kasusnya akan berkurang apalagi nihil. Bahkan masyarakat umum pun harus mendapatkan penyuluhan agar memahami betapa berbahayanya penyakit ini agar semua orang waspada sehingga jumlah kasusnya makin turun seminim mungkin.
SOLUSI ISLAM UNTUK MENGAKHIRI KASUS HIV/AIDS
Sebagai agama yang sempuna, sudah pasti Islam memiliki solusi tuntas untuk mencegah dan mengatasi merebaknya penyakit HIV/AIDS ini. Bagi yang sudah sakit harus dirawat secara terpisah di rumah sakit khusus. Selain itu mereka juga akan mendapatkan penyuluhan tentang penyakit menular seksual. Faktanya itu banyak terjadi karena kebiasaan menyimpang yang melanggar norma sosial dan agama khususnya agama Islam yang jelas-jelas melarang perbuatan terkutuk seperti pergaulan bebas pria dan wanita, ikhtilat (campur baur), dan pacaran.
Selain itu kebiasaan masyarakat menonton film porno juga seharusnya menyadarkan negara untuk melarang dan menutup situs-situs porno di negara kita lalu memberi sanksi yang tegas bagi pelakunya. Perbuatan itu tergolong dosa besar yang tak mudah diampuni. Para penderitanya akan kehilangan kesempatan hidup yang berguna bahkan menjadi beban bagi keluarga dan negara. Bagi penderita yang tertular karena perilaku mereka yang menyimpang harus dibimbing untuk segera bertaubat sembari menunggu ajal yang kemungkinan besar akan segera tiba mengingat penyakit ini menurunkan kekebalan tubuh sehingga dengan cepat penderitanya kehilangan kekuatan tubuhnya untuk bertahan hidup.
Pemberdayaan keluarga sakinah yang taat kepada aturan Allah dan menjauhi larangan-Nya harus makin diarusderaskan sehingga keluarga menjadi benteng yang kuat untuk menjaga generasi dari bahaya yang mengintai di luar rumah. Para pemuda-pemudi harus belajar dan menerapkan aturan Islam dalam kehidupan sehari-hari, kontrol sosial yang ketat juga harus dilakukan dalam masyarakat sehingga tidak melakukan pembiaran bila melihat anak-anak muda yang bergaul bebas seperti sering kita lihat.
Keluarga muslim seharusnya membekali anak-anak mereka sejak dini agar memahami hukum-hukum Allah terkait pergaulan pria dan wanita sehingga mereka terjaga dirinya dari pergaualan yang tidak benar. Para kepala keluarga sebagai imam dalam keluarga sudah seharusnya memberi contoh yang baik bagi keluarganya bagaimana cara bergaul dengan lawan jenis yang bukan mahram. Para ibu harus menjadi teladan bagi putra-putrinya dalam bergaul juga, sehingga kehidupan Islami dapat dibiasakan.
Penerapan syariat Islam yang kaffah sudah seharusnya diterapkan dalam kehidupan umat. Selama syariat Islam jauh dari kehidupan, segala kerusakan muncul termasuk penyakit yang susah ditemukan obatnya ini. Bahkan seolah menjadi penyakit kutukan yang secara masif akan segera menghukum mati penderitanya. Semoga dengan semakin meningkatnya kesadaran umat akan penyakit ini, masyarakat menjadi lebih patuh kepada ajaran Allah dan menjauhi larangan-laranganNya yang itu untuk kemashlahatan manusia sendiri. Wallahu ‘alam bishawab.
Penulis: Nurul Hukmiyah (Aktivis Muslimah dan Pemerhati Generasi)
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru