Share ke media
Opini Publik

Ide Kesetaraan Gender Mampukah Membuat Perempuan Sejahtera?

05 Dec 2024 02:58:0951 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : dp3a.semarangkota.go.id - Mencapai Kesetaraan Gender dan Memberdayakan Kaum Perempuan - 21 Juni 2018

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Timur periode 2024-2029 telah menyelesaikan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengarusutamaan Gender (PUG). Raperda ini merupakan warisan dari DPRD periode sebelumnya yang belum sempat disahkan. 

Ketua Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) DPRD Kutim, David Rante menjelaskan bahwa Perda PUG bertujuan untuk mewujudkan kesetaraan gender di segala bidang. “Dengan disahkannya Perda ini, diharapkan ada kesetaraan bagi laki-laki dan perempuan dalam berbagai hal,” ujar David Rante kepada sejumlah awak media. 

David Rante menambahkan bahwa pembahasan Raperda PUG melibatkan berbagai pihak, termasuk Dinas Pemberdayaan perempuan dan Perlindungan Anak (DPP PARTAI). Kutim sebagai leading sector, serta dinas terkait lainnya seperti Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). “Perda ini mengatur persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, mulai dari pelayanan publik hingga kesempatan kerja, baik di pemerintahan maupun perusahaan”, jelas David Rante. Dia mengaku bahwa saat ini sudah ada perusahaan yang memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan tenaga kerja, namun masih banyak yang belum menerapkannya. 

Pengesahan Perda PUG ini sejalan dengan amanat pasal 12 ayat 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) tahun 2011 dan Permendagri Nomor 15 tahun 2018 tentang kesetaraan gender. Meskipun beberapa perusahaan di Kutim telah menerapkan kesetaraan gender dalam penerimaan tenaga kerja, David Rante mengaku masih banyak perusahaan yang belum melaksanakannya. ” Kami berharap dengan adanya Perda PUG ini, semua pihak dapat mewujudkan kesetaraan gender di Kutim “. Pungkasnya. ( https://kabaretam.com/2024/11/13 ) 

Benarkah dengan adanya Perda PUG ini perempuan bisa sejahtera, atau justru semakin menambah masalah bagi perempuan? 

Ide Kesetaraan Gender Lahir dari Sekulerisme

Ide kesetaraan gender adalah bagian dari konsep feminisme yang lahir dari rahim ideologi kapitalisme yang kufur dan batil, sebab berasal dari akal manusia yang lemah dan terbatas. Apapun yang lahir dari ideologi batil adalah rusak dan merusak,  kita bisa melihat kerusakannya hari ini dengan begitu nyata. 

Banyaknya kasus gugat cerai dan kenakalan remaja adalah bagian dari kerusakan yang diakibatkan oleh ide batil ini. Banyak istri yang bekerja dan hanya sibuk mengejar karir sehingga melupakan tugas utamanya sebagai istri dan pendidik anak-anaknya. Tugas dan kewajibannya terbengkalai karena harus bekerja keluar rumah. Tugas sebagai ibu yang harus mendiidik anak-anak menjadi anak yang sholeh dan sholehah tidak mampu diwujudkan. Sehingga harapan terbentuknya generasi khairu ummah seolah menjadi hal yang sulit diwujudkan saat ini. 

Begitupun juga dengan pergaulan di tempat kerja yang tidak mengindahkan aturan agama. Hal ini memicu terjadinya perselingkuhan pasangan suami istri dengan teman kerjanya. Ditambah lagi dengan kurang bersyukurnya istri jika suami hanya mampu memberikan nafkah yang sedikit, sehingga seolah-olah istri yang akhirnya menjadi pemimpin dalam rumah tangganya dikarenakan gaji yang dia dapatkan jauh lebih besar dari gaji suaminya. Hal Inilah diantara yang memicu terjadinya perceraian. 

Dengan ide kesetaraan gender ini, perempuan banyak yang menggugat untuk setara dengan laki-laki, bahkan sampai pada posisi kekuasaan yaitu sebagai pemimpin negara atau pimpinan daerah. Perempuan merasa diperlakukan tidak adil, jika mereka tidak diberikan hak yang sama dengan kaum laki-laki dalam semua aspek. Diantaranya adalah terkait dengan kiprah perempuan dalam politik. 

Atas nama keadilan dan kesetaraan, kaum perempuan dipaksa untuk bekerja dan terus bekerja, padahal dalam Islam yang wajib bekerja untuk mencari nafkah adalah laki-laki, sedangkan perempuan tidak diwajibkan untuk bekerja. 

Perempuan harusnya fokus pada tugas utamanya yaitu mengurus rumah dan mendidik anak-anaknya. Tugas mendidik dan mengurus rumah tangga bukanlah tugas yang mudah. Maka dari itu dalam Islam perempuan tidak diwajibkan untuk mencari nafkah. 

Sungguh PUG untuk kesejahteraan hanya tipu daya bagi perempuan. Dia bagaikan racun yang dibalut dengan madu yang manis, seolah baik tapi sebenarnya membawa pada keburukan. Kehidupan sekulerisme liberal mendasari lahirnya kesetaraan feminis gender justru membuat perempuan terpuruk jauh dari kesejahteraan hakiki. 

Islam Mewujudkan Kesejahteraan bagi Perempuan

Perempuan sangat dimuliakan di dalam Islam. Mereka adalah pihak yang harus ditanggung penafkahannya oleh suami atau walinya. Perempuan tidak harus menanggung beban mencari nafkah, karena tugas mendidik anak-anak dan mengurus rumah tangga sudah sangat membutuhkan perhatian yang lebih. Jika perempuan dipaksa lagi untuk bekerja, alangkah kasiannya perempuan harus menanggung beban ganda. 

Sistem kapitalisme sekuler yang saat ini diterapkan adalah biang kesengsaraan. Sistem ini semakin menjauhkan manusia dari penciptanya. Karena sistem inilah manusia menjadi merasa pantas membuat aturannya sendiri. Sementara aturan Allah penciptanya dianggap tidak relevan lagi dengan kehidupan saat ini. 

Sistem kapitalisme telah menyebabkan individu-individu dan keluarga-keluarga muslim ini jauh dari pemahaman Islam. Mereka tidak paham tentang berbagai hak dan kewajiban dalam rumah tangga menurut Islam.

Posisi Islam yang seharusnya menjadi acuan atau landasan dalam bepikir dan bertingkah laku, digantikan oleh pemikiran sekuler dan liberal. Corak inilah yang membuat manusia tidak mampu menyelesaikan masalah dengan tuntas, tidak mampu pula memghantarkan pada ketentraman dan kesejahteraan.

Jelas sekali bahwa bukan kesetaraan gender yang umat perlukan, melainkan Islam. Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT., Sang Pencipta alam semesta, Pencipta manusia. Dialah Allah Sang Mudabbir, Sang Pembuat aturan. Aturan-Nya adalah yang paling layak bagi manusia (lihat QS Al-Maidah: 50).

Ketika seorang istri sibuk bekerja hingga mengabaikan anak-anaknya, ia harus segera dinasihati. Demikian juga ketika seorang suami malas bekerja, maunya hanya bersenang-senang di rumah dan tidak melakukan kerja apa pun, harus juga segera dinasihati. Ajak mereka ke pengajian dan majelis ilmu, misalnya, supaya bisa mendapatkan pemahaman agama yang baik dan benar. 

Sementara itu, peran negara tidak kalah pentingnya, yakni sebagai pelaksana hukum-hukum syara dan menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat. Sudah merupakan tugas negara untuk memastikan agar hak dan kewajiban pasangan suami istri berjalan sesuai aturan Islam. 

Negara juga akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang menyejahterakan bagi seluruh rakyat. Hal ini dikarenakan penerapan sistem ekonomi Islam telah menjadikan SDAE yang luar biasa banyak, yang dimiliki penduduk negeri ini semuanya dikelola oleh negara (karena termasuk harta milik umum) dan hasil keseluruhan dikembalikan untuk rakyat. 

Negara pun akan membuka banyak lapangan pekerjaan bagi kaum laki-laki sehingga mereka bisa bekerja dan menafkahi keluarganya. Tidak ada seorang perempuan pun yang bekerja karena terpaksa oleh keadaan dikarenakan hidup serba kekurangan. Ataupun dipaksa suami atau ayahnya untuk bekerja. Negara bisa memberi sanksi takzir kepada para suami atau ayah yang melakukan pemaksaan tersebut. Namun,  perempuan diperbolehkan bekerja dengan syarat harus menjaga rambu-rambu syariat. Seperti menutup aurat, izin dari suaminya, menjaga pergaulannya dengan yang bukan mahrom dan hal-hal lainnya yang diwajibkan oleh syariat. 

Yang terpenting bekerjanya perempuan tidak boleh mengabaikan tugas utamanya yang telah Allah tetapkan bagi mereka, yakni sebagai Al-umm warobatul bait (ibu dan pengatur/pengelola rumah suaminya) serta sebagai pendidik generasi. 

Negara bisa memberi sanksi kepada perempuan yang lalai pada tugas utamanya tersebut, juga sanksi bagi laki-laki yang malas untuk bekerja dan mengabaikan kewajibannya untuk memberi nafkah kepada anak istrinya. 

Demikianlah kesetaraan gender sama sekali bukan jaminan keharmonisan dan kesejahteraan dalam keluarga. Saatnya kaum muslimin kembali kepada aturan dari Al khaliqnya yaitu Allah SWT, karena hanya aturan dari sang Penciptalah yang akan mampu membawa kebaikan bagi manusia.

Wallahu’ alam bissowab

Oleh: Lifa Umami, S. HI