Samarinda - Ibukota Nusantara (IKN) “Pelarian” banjir Jakarta, pada faktanya kini banjir pun menghantui. Oleh karena itu, Otorita Ibukota Nusantara (OIKN) menegaskan komitmen mereka
Untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di IKN yang tidak hanya berfokus pada infrastruktur modern, tetapi pengelolaan lingkungan yang adaptif. Hal ini menanggapi terjadinya banjir di Kecamatan Sepaku wilayah IKN tepatnya di desa Sukaraja dan kelurahan Sepaku, Kamis (28/11/2024).
Deputi LH dan SDA OIKN mengakui bahwa penanganan banjir menjadi tantangan utama dalam pembangunan IKN. Area terdampak banjir, yang secara historis merupakan daerah rawan, membutuhkan perhatian serius dalam perencanaan tata ruang dan mitigasi risiko bencana. Sebagai solusi jangka panjang, OIKN berkomitmen untuk mengelola sumber daya alam secara bijak dan memastikan keselamatan masyarakat melalui pendekatan terintegrasi.
Pembangunan infrastruktur yang adaptif terhadap kondisi alam akan menjadi prioritas, sejalan dengan misi IKN sebagai kota masa depan yang berkelanjutan. OIKN juga telah mengambil langkah darurat, seperti memasang sistem peringatan dini yang mampu memprediksi kenaikan air dalam hitungan jam, serta menyediakan logistik dan tenda pengungsian untuk masyarakat terdampak.
Bukti IKN Bukan untuk Rakyat
Jakarta banjir, macet, dan padat demikianlah kehidupan di ibukota. Fakta tersebut dijadikan salah satu urgensi pemindahan ibukota. Namun, bagaimana dengan Kaltim sendiri khususnya wilayah seputar IKN pun tidak bebas banjir.
Dengan mengetahui fakta bahwa daerah sekitar IKN banjir tentu jadi urgen Kaltim pun perlu diselamatkan! Sebelum bertambah dari dampak ekologi akibat pembangunan baru karena IKN. Meski ada komitmen dari OIKN menjadikan IKN sebagai kota masa depan berkelanjutan dan solusi yang diberi masih dalam tataran teknis bukan sistemis, yakni penghentian tata kelola kapitalistik.
Seharusnya jangan jadikan IKN sebagai “pelarian” banjir, karena walau bagaimanapun efek pindah IKN akan berpengaruh pada ekologi di Kaltim. Kaltim sudah cukup dengan rusaknya lingkungan akibat pertambangan. Longsor, jalanan rusak karena sering di lewati truk pengangkut berat berupa tambang dan sawit, polusi udara, air tercemar, dan lubang tambang yang memakan korban, serta berbagai masalah pertambangan lainnya.
Persoalan tambang belum selesai, Kaltim pun disuguhkan dengan IKN yang dijanjikan manis, Forest City. Tentu publik sangsi dengan pemerintah mengingat kerusakan lingkungan Kaltim saat ini yang tak tertangani. Bagaimana OIKN bisa mewujudkan kelola SDA secara bijak dan pembangunan infrastruktur yang adaptif kondisi alam sedangkan aktor utama bukan negara melainkan para Kapital? Jelas IKN bukan untuk kesejahteraan rakyat karena proyek IKN tetap dilanjutkan meskipun masyarakat sekitar IKN kebanjiran.
Tata kelola Islam Atasi Banjir
Salah satu pelajaran yang bisa diambil dari sejarah pembangunan ibukota bisa dilihat dari Khalifah al-Mansur yang mendirikan kota Baghdad. Al-Mansur percaya bahwa Baghdad adalah kota yang akan sempurna untuk menjadi ibu kota Khilafah.
Modal dasar kota ini adalah lokasinya yang strategis dan kontrol atas rute perdagangan sepanjang sungai Tigris ke laut dan dari Timur Tengah ke Asia. Tersedianya air sepanjang tahun dan iklimnya yang kering juga membuat kota ini lebih beruntung daripada ibukota Khilafah sebelumnya yakni Madinah atau Damaskus.
Namun modal dasar tadi tentu tak akan efektif tanpa perencanaan yang luar biasa. Empat tahun sebelum dibangun, tahun 758 M al-Mansur mengumpulkan para surveyor, insinyur dan arsitek dari seluruh dunia untuk datang dan membuat perencanaan kota.
Lebih dari 100.000 pekerja konstruksi datang untuk mensurvei rencana-rencana, banyak dari mereka disebar dan diberi gaji untuk langsung memulai pembangunan kota. Kota dibangun dalam dua semi-lingkaran dengan diameter sekitar 19 kilometer. Bulan Juli dipilih sebagai waktu mulai karena dua astronom, Naubakht Ahvaz dan Masyallah percaya bahwa itu saat yang tepat, karena air Tigris sedang tinggi, sehingga kota dijamin aman dari banjir.
Demikian salah satu sejarah Khilafah Islam dalam hal pemindahan ibukota bebas dari banjir. Selain itu, Islam mengatur kepemilikan sehingga kekayaan berupa SDA akan bisa dinikmati rakyat termasuk dana dalam membangun ibukota baru. Dengan itu semua, kemandirian dalam negeri pun bisa diwujudkan dan ibukota dalam Khilafah akan bebas banjir.
Wallahu a’lam…
Oleh: Rahmi Surainah, M.Pd (alumni Pascasarjana Unlam Banjarmasin)
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru