Share ke media
Opini Publik

Ilusi Jaminan Halal dalam Sistem Sekuler Kapitalisme

07 Jun 2025 03:08:2810 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : muslimahnews.net - Jaminan Halal adalah Kewajiban Negara, Tidak Boleh Dikapitalisasi - 10 Januari 2023

Samarinda - Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM (Disperindagkop UKM) Kabupaten Paser melakukan pengawasan intensif terhadap peredaran sejumlah produk makanan olahan, khususnya marshmallow, yang dinyatakan mengandung unsur babi (porcine) meski telah mengantongi sertifikat halal.

Langkah ini menyusul surat edaran dari Disperindagkop Provinsi Kalimantan Timur dan temuan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) terhadap sembilan produk yang dinyatakan positif mengandung porcine.

Kepala Disperindagkop UKM Paser, Yusuf, menyebut pihaknya telah melakukan pengecekan di berbagai toko ritel modern. Salah satu temuan berada di wilayah Kecamatan Batu Kajang.

Tidak Ada Jaminan Halal-Haram pada Sistem Kapitalisme

Beredarnya produk makanan haram karena mengandung babi adalah sebagian kecil dari akibat sistem ekonomi sekuler kapitalisme yang selama ini berlaku di negeri mayoritas muslim ini. Bisnis ala sistem sekuler kapitalisme tidak mempedulikan halal-haram pada produk dan hanya mengejar keuntungan semata.

Seharusnya negeri yang mayoritas muslim tidak perlu lagi melihat label halal pada produk makanan dan minuman karena memang sudah selayaknya kehalalan suatu produk makanan minuman itu menjadi tanggung jawab negara. Negara harusnya mengurusi produk-produk yang non halal dan melabeli produk tersebut dengan label haram. Tapi karena negara sangat akrab dengan kapitalisme tentu keuntungan dalam proses melabeli kehalalan produk jauh lebih besar dibanding dengan melabeli produk haram yang jumlahnya jauh lebih sedikit. Belum lagi, para pelaku bisnis makanan dan minuman yang menggunakan segala cara agar produknya dapat sertifikat halal.

Dengan adanya label halal pada produknya, ini dapat menarik perhatian konsumen untuk membeli karena saat ini konsumen sudah lebih aware tentang produk halal. Mereka tidak ragu-ragu menanyakan kehalalan produk sebelum membelinya apabila tidak adanya label halal pada produk.

Dari sini bisa dilihat bahwa pemerintah menyelenggarakan sertifikasi halal ini tidak berlandaskan pada ketakwaan melainkan atas dasar bisnis dan keuntungan. Oleh karena itu, kehadiran pemerintah yang sekuler menghasilkan aturan dan kebijakan yang sekuler pula. Ini jelas sangat merugikan umat Islam.

Kehalalan dalam Islam

Dalam Islam, negaralah yang memiliki tanggung jawab untuk memastikan makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia itu halal. Jadi, layanan kehalalan produk itu merupakan tanggung jawab negara, bukan produsen. Layanan ini diberikan oleh negara dengan biaya murah atau bahkan gratis.

Kehalalan dan ketoyyiban makanan dan minuman yang dikonsumsi masyarakat dijamin oleh negara melalui penugasan para qodhi hisbah untuk melakukan pengawasan rutin ke pasar-pasar dan tempat-tempat produksi maupun distribusi produk pangan maupun barang konsumsi lainnya, tempat pemotongan hewan, ataupun gudang-gudang makanan.

Mereka bertugas mengawasi produksi dan distribusi produk untuk memastikan tidak ada kecurangan dan manipulasi produk. Bila terjadi peredaran barang haram di pasaran, baik pelakunya muslim atau nonmuslim, maka negara akan menjatuhkan sanksi ta’zir pada mereka.

Bagi ahli zimmah (kafir zimmi), negara membebaskan mereka mengonsumsi makanan atau minuman menurut agama mereka. Namun, produk-produk tersebut hanya boleh diperjualbelikan di antara mereka saja, bukan di toko ataupun di pasar-pasar umum.

Penerapan syariat oleh negara yang menjalankan sistem hidup Islam benar-benar memberikan kepastian perlindungan dan keamanan, serta rasa tenang dan tentram dalam jiwa seluruh rakyat negara bersistem Islam. Ini karena seluruh umat Islam dijamin keterikatannya dengan syariat Islam kaffah oleh negara. Wallahu ‘alam bisshawab.

Oleh : Purwanti Rahayu

Terkini