Share ke media
Opini Publik

Ilusi Pendidikan Berkualitas ketika Minim Fasilitas

06 Sep 2023 10:52:05403 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : depok.pikiran-rakyat.com - DKI Jakarta Tetapkan Kegiatan Belajar Mulai 13 Juli 2020, Berikut Jadwal Lengkapnya - 28 Mei 2020

Samarinda - Fasilitas pendidikan merupakan sumber daya yang sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Keberhasilan suatu program pendidikan di sekolah dipengaruhi oleh kondisi dari fasilitas yang dimiliki sekolah. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya peningkatan dalam pendayagunaan pengelolaannya supaya tujuan yang diharapkan bisa tercapai.

Hal ini telah ditetapkan dalam UU sisdiknas No. 20/2003 Bab XII pasal 45 ayat 1 dijelaskan bahwa “ Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional dan kejiwaan peseta didik”. pasal ini menekankan bahwa pentingnya fasilitas dalam satuan pendidikan, karena tanpa didukung fasilitas yang relevan maka pendidikan tidak berjalan secara efektif.

Di Indonesia tentu masih banyak dijumpai sekolah-sekolah yang minim fasilitas apalagi sekolah-sekolah yang berada di daerah terpencil. Kurangnya prasarana yang tidak layak seperti atap yang bocor ketika hujan tiba ataupun sekolah yang hanya terdapat beberapa ruang kelas yang mengharuskan siswa bergantian dalam menggunakan ruangan kelas. Fasilitas yang seharusnya menjadi kebutuhan utama dimiliki oleh sekolah   masih tidak layak apalagi fasilitas-fasilitas yang lain. Kekurangan fasilitas tersebut tentu akan berpengaruh pada proses belajar-mengajar. Ditambah lagi jika sekolah kekurangan tenaga pengajar. Sehingga output pendidikan yang seharusnya mencetak generasi hebat berkualitas hanya sekedar ilusi semata.

Dilansir dari berau.prokal.co Ketua komisi I DPRD Berau, Peri Kombong besaran APBD Berau mencapai Rp 4,374 triliun diharapkannya membuat sektor pendidikan diperhatikan. Ia mengatakan, dunia pendidikan di Berau, belum dianggap maju jika dibandingkan daerah lain. Pasalnya, masih banyak sekolah yang kurang fasilitas. Begitu juga masih banyak kekurangan guru.

Meskipun pemerintah mengklaim telah menaikkan anggaran pendidikan dalam APBN, faktanya anggaran tersebut tidak langsung diserap untuk peningkatan infrastruktur pendidikan sebab dalam mencairkan dana sulit dan terkadang berbelit-belit akibatnya dana dari pusat untuk turun ke daerah sering terhambat di tengah jalan.

Komersialisasi biang kerusakan pendidikan

Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut dalam berbagai macam perjanjian dan konvensi internasional. Salah satu bentuk perjanjian internasional tersebut adalah World Trade Organization (WTO) yang mengatur harmonisasi hukum perdagangan internasional, juga memuat aturan liberalisasi perdagangan antarpelaku pasar internasional.

Salah satu perjanjian perdagangan di bawah piagam WTO adalah General Agreement of Trade in Services (GATS). GATS dikhususkan untuk mengatur perdagangan jasa dunia dan berkomitmen untuk menghapus hambatan bagi penyedia jasa asing dalam menjalankan usahanya. Setidaknya terdapat 12 daftar sektor jasa yang diatur dalam GATS, di antaranya sektor bisnis, keuangan, konstruksi, kesehatan, pendidikan, transportasi, distribusi, lingkungan, pariwisata, olahraga dan budaya, jasa lainnya, dan tidak ketinggalan jasa komunikasi. Sebagai catatan, pemerintah RI telah meratifikasi WTO melalui UU No 7/1994. Dengan demikian, sejak saat itu Indonesia menjadi salah satu anggota WTO yang memiliki kewajiban untuk menaati segala aturan main yang ada di dalamnya.

Perjanjian ini menjadikan pendidikan sebagai ladang jasa yang diperdagangkan layaknya seperti bisnis. Komersialisasi pendidikan terangkum dalam kebijakan negara sehingga jaminan pendidikan yang menjadi tanggungjawab negara justru dilimpahkan ke swasta.  Tidak bisa dipungkiri sekolah negeri minim fasilitas, bangunan sederhana bahkan kadang siswa-siswanya tidak berseragam dan bersepatu.  Kondisi ini berbanding terbanding terbalik dengan sekolah swasta apalagi jika sekolah berkategori elit, berfasilitas lengkap dan ekslusif.

Di sisi lain, pendidikan merupakan salah satu bidang yang menjadi target liberalisasi, kemudian diposisikan sebagai barang komoditas. Pendidikan kian menjadi barang mewah. Sebagaimana halnya barang, siapa yang mampu membeli, ialah yang dapat mengonsumsi. Sebaliknya, jika seseorang tidak mampu membelinya, jangan harap bisa menikmatinya.

Penyebab komersialisasi pendidikan di tengah masyarakat ini jelas karena penerapan sistem sekuler kapitalisme yang berorientasi pada profit semata. Ideologi sekuler kapitalisme tidak memandang pendidikan sebagai basic needs yang wajib negara berikan ke semua warganya tanpa terkecuali dan tanpa membedakan daya beli.

Ada uang, ada pendidikan. Tak ada uang, silahkan bertahan dalam kebodohan dan kemiskinan. Ironis memang. Sungguh sistem yang kejam dan tak manusiawi. Hal ini berbanding terbalik dengan sistem Islam yang memuliakan ilmu sehingga setiap rakyat dilayani untuk mendapatkan pendidikan setinggi mungkin bahkan secara gratis dan berkualitas tanpa adanya diskriminasi.

Islam Mencetak Generasi yang berkualitas

Dalam sistem sekuler kapitalisme, jelas bahwa pendidikan murah berkualitas tidak akan bisa diperoleh dan diwijudkan, sebab sistem ekonomi kapitalisme memandang pendidikan sebagai komoditas layaknya barang dan menerapkan prinsip ekuitas. Jika ingin berkualitas, konsekuensinya harus berani membayar mahal. Sistem ini berbanding terbalik dengan sistem Islam.

Dalam sistem Islam, negara wajib menyelenggarakan pendidikan berdasarkan kebutuhan manusia dalam mengarungi kehidupan bagi setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan. Ada dua jenjang pendidikan, yakni pendidikan dasar dan menengah. Negara pun wajib menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh warga negara secara gratis dan berkualitas. Warga diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melanjutkan pendidikan tinggi secara gratis.

Negara Sebagai Penyelenggara

Dalam Islam, negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan. Negara bertanggungjawab memenuhi segala kebutuhan manusia termasuk pendidikan. Sebab pendidikan termasuk kebutuhan primer. Oleh karena itu, harus terpenuhi bagi setiap individu baik laki-laki maupun perempuan, kaya ataupun miskin, dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Semua berhak mendapatkan pendidikan dengan mudah, gratis dan berkualitas serta fasilitas sebaik mungkin.

Bukan hanya persoalan yang berkaitan dengan kurikulum, akreditasi sekolah/PT, metode pengajaran, dan bahan-bahan ajarnya, tetapi juga mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah. Rasulullah saw. bersabda yang artinya :  “Seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Guru dan Evaluasi Pendidikan Islam

Dalam proses pendidikan, keberadaan peranan guru menjadi sangat penting; bukan saja sebagai penyampai materi pelajaran (transfer of knowledge), tetapi sebagai pembimbing dalam memberikan keteladanan (uswah) yang baik (transfer of values). Guru harus memiliki kekuatan akhlak yang baik agar menjadi panutan sekaligus profesional. Agar profesional, guru harus mendapatkan: pengayaan guru dari sisi metodologi; sarana dan prasarana yang memadai;  jaminan kesejahteraan sebagai tenaga profesional.

Dana, Sarana, dan Prasarana

Semua biaya pendidikan diantaranya gaji pendidik (guru/dosen), tenaga non akademik, infrastruktur sekolah (gedung sekolah, kampus-kampus, perpustakaan dan balai penelitian), sarana belajar (buku-buku dan internet) dan fasilitas lain seperti asrama dan klinik kesehatan. Semuanya wajib disediakan oleh negara secara gratis. Biaya pendidikan bersumber dari baitul mall yaitu dari pos fai’, jiziyah dan kharaj serta pos mikiyyah’amah.  Rakyat diperbolehkan menyumbang untuk menyediakan kemudahan tersebut sebagai amal jariyah tetapi bukan bentuk tanggungjawab.

Alhasil, dengan Islam rakyat akan memperoleh pendidikan formal yang gratis dari Negara. Sedangkan melalui inisiatif wakaf, rakyat akan memperoleh pendidikan nonformal yang juga gratis atau paling tidak murah bagi rakyat. Dengan mekanisme demikian yang diterapkan, maka Negara Islam selama 13 abad lebih bisa menyediakan pemenuhan kebutuhan pendidikan yang berkualitas bagi semua rakyatnya secara gratis, bebas biaya di semua level jenjang pendidikannya. Sehingga ilmu berkembang pesat, mencetak intelektual secara massal dan membawa manfaat bagi semua umat manusia. 

Wallahu’alam bisshowab

Oleh : Justiani Sianna, S.si, Apt (Pemerhati Sosial dan Praktisi Kesehatan)

disclaimer : Tulisan ini merupakan partisipasi individu dari masyarakat yang ingin menuangkan pemikiran, ide dan gagasannya yang hak ciptanya sepenuhnya dimiliki oleh yang bersangkutan. Isi redaksi dan narasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.