Share ke media
Advetorial - DPRD Kabupaten Kutai Timur

Isu Fee Proyek dan Jual Beli Proyek Menyeruak, Forum Pemuda Kutim Minta Penyeledikan

01 Nov 2024 02:00:07430 Dibaca
No Photo

Kutai Timur - Belakangan ini isu negatif berhembus kencang terkait adanya jatah atau fee 10 persen untuk beberapa anggota DPRD Kabupaten Kutai Timur (Kutim) dan jual beli proyek dalam Pemerintahan.


Bahkan diberitakan adanya fee lebih tinggi bagi Ketua DPRD Kabupaten Kutim hingga 12 persen. Jatah ini diperkirakan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kutim 2024.


Langkah cepat, Forum Pemuda Kutai Timur hadir ke Gedung DPRD Kabupaten Kutim untuk meminta penjelasan dan dilakukan penyelidikan. Sebab, isu ini sangat meresahkan masyarakat.


Disebutkan Ketua Forum Pemuda Kutai Timur Ali Basri, APBD yang seharusnya diperuntukkan untuk pelayanan publik dan menyejahterakan masyarakat, malah diisukan menjadi “camilan lezat” pihak-pihak rakus.


“Salah satu isu yang memang terkait kegiatan-kegiatan atau isu-isu yang memperjualbelikan pekerjaan baik barang maupun jasa di pemerintahan Kabupaten Kutai Timur yang menggunakan APBD kita,” ujar Ali Basri, Selasa (29/10/2024).


Masih segar diingatan Firum Pemuda Kutai Timur adanya kasus korupsi yang menangkap Bupati Kutai Timur Ismunandar dan Ketua DPRD Kutai Timur Encek Unguria dalam rangkaian operasi tangkap tangan pada Juli 2020 lalu.


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun menetapkan pasangan suami-istri tersebut sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek infrastruktur di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Timur.


Takut hal ini terulang, Ali Basri dna kawan-kawan meminta pihak DPRD Kabupaten Kutim menyelidiki lebih lanjut terkait isu ini.


“Kami harap tidak ada lagi jual beli proyek dan menggeser mafia-mafia yang ada di pemerintahan Kabupaten Kutai Timur,” Tegas Ali Basri.


Di sisi lain, Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Kutai Timur Faizal Rachman mengungkapkan apresiasinya kepada kekhawatiran Forum Pemuda Kutai Timur. Menurutnya, gerakan tegas mereka adalah salah satu ciri keinginan untuk sama-sama memperbaiki Kutai Timur.


“Alhamdulillah kita kembali bersyukur, bukan hanya kita saja, tetapi masyarakat Kutai Timur yang peduli untuk pengelolaan APBD ini bisa dilaksanakan sesuai dengan prosedur,” jelasnya di kesempatan yang sama.


Sedikit ia jabarkan, setelah dilakukan reses (serap aspirasi) setial anggota DPRD akan memberikan semua input masukan masyarakat ke dalam Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD).


Disinyalir kabar soal fee 10 persen itu terjadi akibat adanya cacat administrasi di dalam SIPD. Walau tidak menyatakan bahwa hal itu adalah sebab sebenarnya, Faizal menyebutkan yang diinput ke dalam SIPD bukan nilai uang atau angka, tetapi sebuah masalah yang notabene adalah jabaran dari apa saja isi aspirasi kala reses.


“Dalam SIPD itu akan diverifikasi dan disetujui, jadi prosesnya SIPD itu apabila sudah diinput tidak serta-merta disetujui, ada di Sekretariat, nanti dipilah, cocoknya masuk ke dinas mana dan OPD mana,” kata Faizal menjelaskan alurnya.


“Contoh ada usulan dari masyarakat tentang perbaikan jalan maka saya akan input tentang Berapa lebar jalannya berapa tinggi semen yang dibutuhkan dan berapa anggaran yang dibutuhkan nanti itu dinas teknis yang akan memberikan angkanya,” lanjutnya.


Faizal mendukung adanya tindakan untuk menyelidiki perihal isu panas tersebut. Diakuinya, tidak mungkin ada kabar buruk tanpa ada penyebabnya. Dengan kolaborasi antarpihak, termasuk seluruh anggota DPRD, Pemkab Kutim, kepolisian dan masyarakat, diharapkan isu ini segera diselidiki dan mendapat titik terang. (SH/ADV).