Share ke media
Opini Publik

Jalan Amblas, Masyarakat Was-was

17 Oct 2024 04:39:259 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : radarinformasi.com - Jalan Amblas, Mobilitas Masyarakat Desa Tajur Halang Tersendat - 27 April 2021

Samarinda - Kondisi terkini Desa Jembayan, Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) yang memprihatinkan. Sudah hampir satu pekan badan jalan yang berada di sekitar Desa Jembayan yang merupakan bagian dari Jalan poros Tenggarong-Loa Janan yang menghubungkan dengan Kota Samarinda dan rute ke Balikpapan ini mengalami penurunan bahkan terancam putus. Selain jalan amblas dan terancam putus, warga Desa Jembayan juga mengalami krisis air bersih. Sampai saat ini belum ada tanda-tanda perbaikan atau pun penanganan dari instansi berkewenangan berkaitan dengan masalah ini (Tribunkaltim.co, 26/09/2024).

Kepala Desa Jembayan, Erwin, mengungkapkan penurunan jalan mulai terasa sebulan lalu. Penyebab utama diduga adalah pipa PDAM yang patah di bawah jalan, ditambah dengan lalu lintas kendaraan berat. Penurunan ini menyebabkan kerusakan jalan yang parah dan genangan air. Erwin juga meminta agar Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait segera mengambil tindakan tegas karena ia khawatir akan potensi kecelakaan akibat kondisi jalan yang semakin buruk.

Negara Abai

Jalan merupakan salah satu sarana transportasi yang sangat berpengaruh terhadap aktivitas masyarakat. Namun sayangnya, kondisi jalan ideal disejumlah daerah termasuk Kukar masih jauh dari standar. Jalan yang berlumpur, berlubang, bergelombang, amblas hingga aspal terkupas masih menjadi keluhan banyak warga. Mereka pun was-was dan merasa kesulitan karena jalan yang rusak membuat kegiatan perekonomian dan aktivitas sehari-hari jadi terhambat, bahkan sampai membahayakan jiwa karena rawan kecelakaan.

Fenomena jalan rusak yang tak terhitung jumlahnya seharusnya menjadi perhatian serius bagi pemerintah untuk segera diselesaikan. Apalagi, jalan adalah suatu hal yang vital yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk melancarkan keperluannya dalam rangka memenuhi hajat hidupnya. Ditambah, perkara perbaikan jalan rusak juga sudah diatur dalam Undang-undang Pasal 24 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, penyelenggara wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.

Namun faktanya, undang-undang yang dibuat tidak menjadi pijakan dalam mengurusi urusan rakyat, sehingga seringkali kepentingan mereka pun terabaikan. Inilah kenyataan pahit yang harus diterima oleh masyarakat. Penyediaan jalan yang masih berkualitas rendah, kurangnya pemeliharaan jalan, ditambah kendaraan bermuatan berat hingga pengangkutan batu bara serta sawit yang melintasi jalan umum menyebabkan jalan mudah rusak. Terlebih, lambatnya penanganan masalah tersebut semakin menunjukkan abainya penguasa kapitalis terhadap jaminan pemenuhan fasilitas jalan yang nyaman dan aman. 

Pengabaian inipun sekaligus menjadi bukti betapa buruknya tata kelola negara dalam memberikan pelayanan dan pemenuhan kebutuhan rakyat termasuk dalam urusan jalan. Semua ini bermula ketika aturan kehidupan masyarakat termasuk di bidang pelayanan umum di antaranya berkaitan jalanan umum, tidaklah diambil dari Islam. Kepemilikan yang bersifat umum dan pembagian peran, dan tanggung jawab negara, pemodal, dan masyarakat juga tidak ditetapkan dengan Islam. 

Sistem kapitalisme yang diadopsi oleh negara saat ini, memandang bahwa sarana transportasi sebagai sebuah industri. Cara pandang ini mengakibatkan kepemilikan fasilitas umum berupa jalan dimanfaatkan oleh pengusaha lokal ataupun swasta untuk meraup keuntungan bukan sebagai bentuk pelayanan. Sementara negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator yang memuluskan kepentingan korporat. Maka tak heran seringkali kebijakan penguasa lebih cenderung berpihak pada pemilik modal ketimbang rakyat.

Pandangan Islam

Dalam Islam, sistem transportasi yang terintegrasi telah lama dimiliki oleh umat Islam. Jalan-jalan dibangun secara terencana dan mampu menghubungkan ibu kota kekhalifahan dengan kota-kota lain. Selain itu, jalan-jalan tersebut berfungsi untuk menopang kegiatan komersial, sosial, ibadah, administratif, militer, dan sejumlah hal lainnya.

Islam juga memandang bahwa jalan adalah fasilitas umum yang merupakan bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum adalah hak yang diberikan oleh syara’ kepada umat untuk memanfaatkannya secara bersama-sama. Hal inilah yang menjadikan negara bertanggung jawab membangun infrastruktur jalan yang berkualitas dan merata ke pelosok negeri demi kemaslahatan rakyat. Sehingga kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam pembangunan jalan tidak akan diperhitungkan berdasarkan keuntungan dan kerugian, melainkan menjadi sebuah bentuk pelayanan kepada umat.

Sementara dalam hal kesegeraan merespon kebutuhan masyarakat seperti jalan rusak, Islam sangat cepat. Pendanaannya pun akan diambil dari kas negara yang disebut dengan Baitul Maal dengan tata kelola yang sangat ketat, sehingga akan mencegah penyalahgunaan. Negara juga akan membuat regulasi untuk mempertegas penggunaan fasilitas umum oleh pihak swasta. Serta, menyiapkan sanksi yang tegas bila ada yang melanggarnya.

Patutlah kita meneladani kisah Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu tentang jalan yang berlubang di Irak. Amirul mukminin Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu yang terkenal tegas dan tegar dalam memimpin kaum muslimin tiba-tiba menangis, dan kelihatan sangat terpukul. Informasi salah seorang ajudannya tentang peristiwa yang terjadi di tanah Irak telah membuatnya sedih dan gelisah. Seekor keledai tergelincir kakinya dan jatuh ke jurang akibat jalan yang dilewati rusak dan berlubang. 

Melihat kesedihan khalifahnya, sang ajudan pun berkata: “Wahai Amirul Mukminin, bukankah yang mati hanya seekor keledai?” dengan nada serius dan wajah menahan marah Umar bin Khattab bekata: “Apakah engkau sanggup menjawab di hadapan Allah ketika ditanya tentang apa yang telah engkau lakukan ketika memimpin rakyatmu?”  

Dalam redaksi lain didapatkan Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu berkata, “Seandainya seekor keledai terperosok di Kota Baghdad karena jalanan rusak, aku sangat khawatir karena pasti akan ditanya oleh Allah Ta’ala, “Mengapa kamu tidak meratakan jalan untuknya?”

Sikap yang diperlihatkan oleh Khalifah Umar menegaskan bahwa seorang pemimpin bertanggung jawab atas apa yang ia pimpin. Ia begitu perhatian dan perduli terhadap rakyatnya dalam urusan jalan. Hal ini tergambar dalam sabda Nabi SAW, “Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus.” Maka, hanya dengan sistem Islam lahirlah sosok pemimpin yang sanggup melayani umat dengan sepenuh hati. Serta mampu melakukan pembangunan berdasarkan kemaslahatannya umat, bukan hitungan untung-rugi sebagaimana penguasa disistem kapitalisme. Wallahu a’lam bisshowab

Oleh: Ita Wahyuni, S.Pd.I. (Pemerhati Masalah Sosial)