Samarinda - Pergantian tahun 2024 ini tentu masyarakat menginginkan kehidupan yang lebih baik dari tahun sebelumnya. Tak terkecuali persoalan hajat hidup berupa gas, masyarakat khususnya para Ibu Rumah Tangga (IRT) diberi kado pergantian tahun dengan sulitnya mendapat gas melon. Ironis ini terjadi di Kalimantan Timur (Kaltim) provinsi yang dikenal kaya akan sumber energi yakni gas.
Dikabarkan daerah Berau jika ada gas harganya yang biasa hanya Rp 32 ribu menjadi Rp 40 ribu untuk setiap satu gas 3 kilo. Merespons hal itu Wakil Ketua Komisi II, Wendie Lie Jaya mengungkapkan kondisi itu disebabkan adanya oknum-oknum yang melakukan penyelewengan atau melakukan penyalahgunaan barang bersubsidi tersebut.
Selanjutnya daerah Penajam Paser Utara (PPU), khususnya di Kecamatan Penajam, harga gas melon berkisar Rp 40 ribu hingga Rp 50 ribu per tabung. Setelah diselidiki oleh Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, Perindustrian dan Perdagangan (Diskukmperindag) PPU kelangkaan terjadi akibat ada keterlambatan pengiriman dari agen ke pangkalan.
Di kota Samarinda harga ecerannya 35 ribu dan lebih parah lagi di Balikpapan harga ecerannya sempat mencapai Rp 70 ribu karena langka.
Demikianlah kado pergantian tahun berupa kelangkaan gas di beberapa daerah Kaltim. Penimbunan dan keterlambatan distribusi gas melon menjadi alasan kelangkaan dan mahalnya gas. Padahal kalau dikritisi lebih tajam kelangkaan gas tidak seharusnya terjadi mengingat Kaltim merupakan wilayah penghasil gas alam terbesar di Kalimantan.
Ironis Kelangkaan Gas
Sumber gas alam di Kaltim terpusat dalam Blok Mahakam yang dikelola oleh Pertamina. Selain itu, kota dan kabupaten lain yang memiliki kandungan gas alam adalah Samarinda, Kab. Kutai Kartanegara, Kab. Penajam Paser Utara, dan yang terbesar di Bontang.
Di kota Bontang terdapat sejumlah perusahaan tambang besar di antaranya Badak NGL, Pupuk Kaltim, dan Indominco Mandiri. Tak heran kota Bontang menyandang gelar sebagai kota industri di Kalimantan. Di kota ini juga, terdapat salah satu kilang gas alam berbentuk Liquified Natural Gas (LNG) terbesar di dunia.
Tentu ironis bukan dengan predikat sebagai penghasil tambang gas terbesar dunia namun kelangkaan gas berulang terjadi. Kalau diruntun dan dianalisis sebenarnya kelangkaan gas terjadi akibat dari tata kelola SDAE yang diserahkan kepada swasta atau asing. Selain itu, regulasi atau aturan pemerintah sendiri yang membuat kasta gas, yakni subsidi dan non subsidi.
Gas subsidi dibatasi distribusinya hanya untuk orang miskin sedangkan gas non subsidi harganya mahal. Belum lagi kebutuhan lain yang harganya naik jelang akhir dan awal tahun baru kemarin, tentu membuat masyarakat memilih ke gas subsidi.
Demikianlah bukti kejahatan kapitalisme yang membuat kekayaan SDAE gagal dinikmati rakyat. Penguasa pun lemah dihadapan para kapital. Selain itu, subsidi dalam pandangan sistem kapitalisme dianggap beban negara sehingga diciptakanlah kasta agar subsidi bagi hanya yang berhak. Padahal, semua warga negara berhak mendapatkan kebutuhannya tanpa terkecuali.
Tata kelola dan aturan yang salah dalam mengelola SDAE berujung pada mahal dan kelangkaan gas elpiji. Bagaimana tidak saat ini sumber energi banyak dikuasai oleh pihak swasta dan asing. Memang, ketika negara menerapkan sistem kapitalis otomatis liberalisasi pun terjadi pada SDAE. SDAE boleh dimiliki dan dikelola siapa saja yang penting punya modal.
Islam Solusi Kelangkaan Gas
Sistem Islam merupakan solusi mendasar atas permasalahan kelangkaan gas elpiji. Bermula dari kepemilikan SDAE yang wajib dikelola oleh negara dipergunakan untuk kesejahteraan rakyatnya.
Rasulullah Saw bersabda: “kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api” (HR. Abu Daud).
Termasuk dalam hadis di atas api adalah gas elpiji. Selain itu, Islam akan membuat penguasanya amanah dalam melayani rakyat, distribusi gas merata tidak akan ada kasta. Bahkan ketakwaan individu si penjual akan membuat muamalah dalam sistem ekonomi berjalan lancar tanpa ditimbun atau menaikan harga melebihi standar.
Penguasa dalam Islam akan memastikan kondisi rakyatnya terpenuhi kebutuhan mendasarnya. Dalam hal ini gas termasuk kebutuhan mendasar yang wajib dipenuhi oleh negara tanpa membedakan kaya atau miskin, muslim atau pun non muslim.
Lebih dari itu, di pasar akan ada kontrol setiap saat yang dilakukan oleh Qadhi Hisbah. Khalifah bisa melalui anggota struktur tersebut akan mengecek jika terdapat kecurangan yang merugikan pembeli. Selain itu, akan menindak kalau ada penimbunan.
Demikianlah bagaimana Islam mengatasi kelangkaan gas. Bermula dari kepemilikan SDAE yang dikuasai oleh negara hingga distribusi yang merata tanpa pembagian kasta subsidi atau non subsidi. Dengan sistem kapitalisme kelangkaan gas akan terus terulang, perlu pengkajian ulang terkait sistem kehidupan. Kelangkaan dan mahalnya gas tidak akan terjadi jika negara menerapkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan.
Wallahu’alam.
Oleh: Rahmi Surainah, M.Pd (alumni Pascasarjana Unlam Banjarmasin)
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru