Share ke media
Opini Publik

Kapitalis Gagal Jaga Mental Generasi

16 Mar 2025 07:48:3942 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : dakwahsumut.com - Kapitalisme Gagal Menjamin Kesehatan Mental Rakyat - 20 Juli 2024

Samarinda - Hasil survei Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey pada 2024 lalu menunjukkan sebanyak 15,5 juta orang remaja atau setara 34,9 persen dari total remaja Indonesia mengalami gangguan kesehatan mental serius.

Selain itu Health Collaborative Center (HCC) dan Fokus Kesehatan Indonesia (FKI) bersama Yayasan BUMN melalui inisiatif Mendengar Jiwa Institute telah lebih dulu melakukan penelitian dan hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa 34 persen pelajar SMA di Jakarta memiliki indikasi masalah kesehatan mental. Tiga dari sepuluh pelajar sering menunjukkan perilaku marah dan cenderung berkelahi akibat adanya gangguan mental emosional.

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga / Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan keprihatinannya terhadap apa telah yang menimpa remaja saat ini. Wakil Menteri Kementerian Kependudukan Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka mengatakan “Hal ini tentu saja menjadi keprihatinan kita bersama, mengingat Indonesia adalah negara yang besar dan penduduk merupakan modal dasar dari pembangunan itu sendiri,” katanya dalam acara Konsolidasi Nasional Pemimpin Muda Hindu di Pusat Pendidikan dan Letihan Kementerian Agama, kawasan Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Banten Jumat, 14 Februari 2025.

Gangguan mental ini terlihat dari emosi remaja yang cenderung meluap-luap ketika sedang dalam keadaan marah.

Selain itu adanya penurunan angka pernikahan karena banyak kalangan muda yang takut menikah. Dan juga muncul tren memilih untuk tidak memiliki anak dan ternyata jumlah nya terus bertambah. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2022 yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 8,2 persen atau 72.000 perempuan memilih untuk menjalani hidup tanpa anak.

Untuk menghindari ganggauan mental semakin meluas Pemerintah melalui BKKBN telah lama mewadahi komunitas remaja melalui program Generasi Berencana (GenRe) akan melakukan upaya penguatan karakter generasi muda. Program ini bahkan sudah ada di tingkat desa hingga nasional. Tujuan program Generasi Berencana tersebut adalah untuk membekali remaja dengan kesiapan berkeluarga melalui perencanaan pendidikan, karier, dan pernikahan dengan matang. Dengan adanya perencanaan itu, mereka dapat membentuk keluarga yang berkualitas sehingga remaja tidak lagi terkena gangguan mental. Langkah tersebut sekaligus menjadi proses persiapan menuju agenda bonus demografi dan Indonesia emas 2045.

Gagal Jaga Mental Generasi

Banyaknya remaja yang terkena penyakit mental menunjukkan gagalnya negara menjaga mental generasi. Generasi emas 2045 nyaris mustahil terwujud jika kondisi ini terus dibiarkan.

Negara kita saat ini secara sadar menerapkan sistem Kapitalisme sekulerisme dan berdampak mewarnai kehidupan dalam berbagai aspek. Pendidikan sekuler misalnya, memberntuk remaja berperilaku liberal yang gagal memahami jati dirinya, tidak tahu tujuan hidupnya. Remaja pun gagal memahami penyelesaian yang benar atas segala persoalan yang menimpanya. Akibatnya penyakit mental tak terhindarkan.

Hari ini, di era digital sekarang ini, media sosial telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari, terlebih bagi remaja. Berbagai platform media sosial memungkinkan mereka untuk terhubung dengan teman baru yang bahkan beda negara, mengeksplorasi minat, mengakses berbagai informasi dengan cepat, hingga menjadi sarana edukasi dan kreativitas.

Namun, di balik manfaat tersebut, penggunaan media sosial yang berlebihan atau tidak bijak juga dapat membawa sejumlah risiko. Diantaranya adanya informasi-informasi yang belum tentu kebenarannya tapi oleh remaja justru dijadikan acuan, katakanlah standar kecantikan yang tidak realistis.

Belum lagi resiko cyberbullying, dan kecanduan digital yang bisa memengaruhi kesehatan mental remaja.

Islam Jaga Mental Generasi

Hancurnya mental generasi saat ini dikarenakan adanya krisis jati diri. Krisis jati diri yang pemuda alami saat ini salah satunya adalah karena mereka tidak memiliki paradigma berpikir yang khas. Berbeda dengan Islam. Kepemimpinan Islam memiliki tanggung jawab untuk melahirkan generasi cemerlang yang berkualitas, melalui penerapan berbagai sistem kehidupan sesuai dengan syariat Islam.

Dalam Islam, generasinya generasi khas karena tuntunannya menyentuh tataran akhirat, bukan hanya dunia. Jika pemuda mampu memecahkan tiga pertanyaan mendasar ini yaitu darimana dia berasal, untuk apa dia hidup didunia ini, dan akan kemana setelah hidup didunia ini, dengan pemecahan yang benar, niscaya dalam berbuat mereka memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Mereka pun akan menjadi sosok pemuda tangguh yang dapat menjadi pembangun peradaban. Mengapa? Sebab generasi muda Islam menjalani hidup dengan prinsip yang khas.

Pemecahan tiga pertanyaan mendasar itu akan didapatkan melalui pendidikan disekolah. Islam mewajibkan negara membangun sistem pendidikan yang berasas aqidah Islam. Selain itu negara juga wajib menyiapkan orang tua dan masyarakat untuk mendukung proses pembentukan generasi pembangun peradaban Islam yang mulia, yang bermental kuat.

Negara akan menetapkan kebijakan untuk menjauhkan remaja dari segala pemikiran yang bertentangan dengan Islam, yang menyebabkan generasi muda blunder dengan persoalan hidupnya. Sosial media dibawah kendali negara, dipastikan tidak akan ada lagi informasi-informasi yang tidak benar, game yang melalaikan, judol dan lain-lain.

Generasi muda Islam dipastikan tidak akan mudah terombang-ambing dalam menjalani lika-liku hidupnya. Banyak dari kalangan sahabat Rasulullah yang sejak usia remajanya sudah disegani karena memiliki prinsip hidup yang khas. Diantaranya ada Ali bin Abu Thalib. Pada usia yang masih muda, rela mempertaruhkan nyawanya untuk menggantikan Rasulullah saat kaum Quraisy mengepung rumah Rasulullah ketika hendak berhijrah ke Madinah.

Ada pula Mush’ab bin Umair. Kecintaannya terhadap Islam membuatnya rela menanggalkan segala popularitas dan kemewahan dunia yang dimilikinya untuk memperjuangkan Islam. Selain itu ada Muhammad al-Fatih yang pada usia mudanya menjadi penakluk Konstantinopel. Kisah Shalahuddin al-Ayyubi juga menjadi sejarah perjuangan pemuda yang tidak terlupakan sisi heroiknya.

Cita-cita membangun peradaban bertemu dengan mentalitas keimanan pada diri pemuda adalah kekuatan besar dan tiada bandingannya. Ini karena, pemahaman akan tujuan hidup semata untuk beribadah kepada Allah, telah menuntun mereka untuk melakukan perbuatan berlandaskan rida Allah. Prinsip ini membuat generasi muda mampu melejitkan potensinya untuk membangun peradaban yang kukuh. Inilah yang tercatat dalam peradaban Islam.

Oleh karena itu, menjadikan Islam sebagai landasan cita-cita akan membuat spirit perjuangan generasi lebih bermakna. Umat saat ini menunggu generasi muda untuk mengoptimalkan amal terbaik, karena masa muda adalah masa untuk memberikan yang terbaik untuk Islam. Wallahu’alam

Oleh : Nurjaya,S.PdI

 

Terkini