Share ke media
Opini Publik

Kasus Kekerasan Semakin Tumbuh, Solusi Semakin Rapuh

05 Apr 2024 05:02:21416 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : bimba-aiueo.com - Jauhi Anak dari Budaya Kekerasan - 10 Juni 2023

Samarinda - Kasus kekerasan di Kalimantan Timur (Kaltim) menunjukkan tren peningkatan yang memprihatinkan dalam lima tahun terakhir. Menurut data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), terjadi lonjakan kasus hingga 77% dari 623 kasus di tahun 2019 menjadi 1.108 kasus di tahun 2023.

Berdasarkan data Februari 2024, Kota Samarinda menjadi wilayah dengan kasus kekerasan terbanyak, yakni mencapai 57 kasus. Dari total 196 korban, mayoritas adalah perempuan, dengan 127 anak-anak dan 69 orang dewasa.

Analisis data menunjukkan bahwa 38,8% (83 orang) mengalami kekerasan seksual, 30,8% (66 orang) mengalami kekerasan fisik, dan 15,4% (33 orang) mengalami kekerasan psikis.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi permasalahan ini, di antaranya dengan membentuk Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).

Puspaga berfokus pada pemberian layanan edukasi dan konseling bagi anak, orang tua, dan wali, sedangkan UPTD PPA menangani kasus-kasus kekerasan, diskriminasi, dan permasalahan lainnya yang dihadapi perempuan dan anak.

(Sumber kaltim today 27/03/24) 

Sekuler Akar Masalah

Di tengah sistem yang menganut prinsip kebebasan, membahas kasus kekerasan seksual membutuhkan kemampuan kita untuk memahami realitas sosial masyarakat. Sistem sosial dan pergaulan di kehidupan masyarakat kita tidak memiliki batasan mengenai interaksi antara lawan jenis. Di sisi lain, prinsip kebebasan telah memberikan celah bagi setiap individu untuk berbuat sesuka hati. Ini tentu sebuah dilema sosial.

Meski undang-undang mendefinisikan pelecehan seksual sebagai ‘perbuatan yang melanggar nilai kesusilaan dan kesopanan’, tetapi di tengah sistem yang mendewa-dewakan kebebasan, definisi tersebut menjadi elastis. Ini menjadikan kasus serupa terus terulang, tidak pernah selesai secara tuntas.

Sistem sekuler yaitu sistem yang memisahkan agama dari kehidupan nyatanya telah menghasilkan pemikiran liberal yang mengakomodasi kebebasan berekspresi. Di satu sisi, negara menginginkan masyarakat terbebas dari kekerasan seksual. Di sisi lain, ada jaminan kebebasan bagi setiap individu, padahal prinsip kebebasan ini yang menjadi pemicu munculnya problem dalam kehidupan sosial masyarakat.

Atas dasar kebebasan berekspresi, individu bebas mempertontonkan aurat, sedangkan mata para lelaki bebas melihatnya. Sementara itu, media juga tidak tinggal diam. Visualisasi yang membangkitkan syahwat meneror pikiran siapa saja hingga tergerak melakukan perbuatan tidak senonoh.

Sungguh kondisi ini merupakan blunder sistemis dan berpotensi merugikan korban hingga masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain, sistem hari ini tidak memiliki langkah preventif dan terarah untuk menangkal berulangnya kasus pelecehan seksual.

Terlebih lagi, sanksi yang diberikan kepada pelaku sama sekali tidak berefek jera. Merujuk pada Pasal 5 UU TPKS, pelaku pelecehan seksual nonfisik bisa dipidana penjara maksimal 9 (sembilan) bulan dan/atau denda maksimal Rp10 juta. Untuk pelecehan seksual yang bersifat fisik, sanksinya beragam. Mulai dari kurungan penjara selama 4—12 tahun dengan denda Rp50 juta—Rp300 juta.

Jika melihat dampak bagi individu dan masyarakat, sanksi ini jelas tidak berefek jera bagi pelaku. Akhirnya, besar peluang kasus serupa terus bermunculan di tengah masyarakat. Di sisi lain, sanksi ini tidak bisa mengganti trauma korban akibat pelecehan seksual dan pelaku masih berpeluang melakukan hal serupa. Lantas, bagaimana solusi Islam atas hal ini?

Islam Solusi Tuntas

Islam sebagai sebuah ideologi memiliki seperangkat aturan tentang kehidupan. Sistem sosial dalam Islam mengatur hubungan laki-laki dan perempuan secara terpisah. 

Islam memiliki langkah preventif dan sistem sanksi yang berefek jera dan menutup celah terulangnya kasus serupa.

Sesungguhnya Allah Swt menciptakan naluri seksual pada laki-laki dan perempuan. Allah pun telah menurunkan seperangkat hukum yang mengarahkan naluri ini berjalan sesuai fitrah.

Langkah preventif itu antara lain, Pertama, memerintahkan kepada laki-laki dan perempuan untuk menutup aurat dan menjaga kemaluan mereka. Islam memerintahkan perempuan untuk menggunakan pakaian syar’i berupa jilbab (gamis) (lihat QS Al-Ahzab: 59) dan menggunakan khimar (QS An-Nuur: 31). Melengkapi perintah ini, Allah pun memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk menjaga pandangan.

Kedua, Islam melarang laki-laki dan perempuan untuk berkhalwat (berdua duan) Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka janganlah sekali-kali bersendirian dengan seorang perempuan yang bukan mahram karena yang ketiganya adalah setan.” (HR Ahmad).

Ketiga, negara adalah bagian integral dari sistem maka negara memiliki peran strategis untuk mengontrol ketat seluruh tayangan maupun materi pemberitaan media. 

Kita bisa lihat begitu mudahnya masyarakat sekarang mengakses situs-situs porno yang menayangkan adegan tidak senonoh. Teror tayangan inilah yang menjadi stimulus para pelaku, lalu melampiaskan syahwatnya melalui pemerkosaan, pelecehan seksual, dan sejenisnya.

Keempat, dalam Islam, pelaku pelecehan seksual wajib mendapat hukuman karena kekerasan seksual semisal pemerkosaan dan kriminalitas sejenisnya dengan hukuman setimpal sesuai syariat Islam. Bentuknya pemenjaraan hingga hukuman mati sesuai hasil ijtihad khalifah. Sanksi (uqubat) pertama bagi pemerkosa (al-mughtashib) adalah berupa had zina. Bagi ghayru muhsan dengan 100 kali cambuk, sedangkan muhsan/telah menikah berupa hukuman rajam.

Di samping itu, tumbuhkan budaya saling menasihati di antara sesama anggota keluarga agar terhindar dari segala bentuk godaan syahwat. Hal terpenting tentu saja mempelajari syariat Islam dan memperjuangkannya agar menjadi sistem kehidupan. Hanya dengan Islam, kita akan terhindar dari kekerasan seksual dan mendapat perlindungan hakiki. Kita Sejahtera di dunia dan selamat di akhirat. Wallahu’alam bishawab.

Kasus Kekerasan Semakin Tumbuh, Solusi Semakin Rapuh

Oleh Leha ( Pemerhati Sosial)