Share ke media
Opini Publik

Kemiskinan Melanda, Rakyat Hidup Sengsara

28 Feb 2023 04:26:57547 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : merdeka.com - Kemendagri: 132.345 Warga Jakarta Miskin Ekstrem - Kamis, 23 Juni 2022

Samarinda - Kutai Kartanegara dikenal sebagai salah satu kabupaten di Kalimantan Timur yang kaya sumber daya alam, di antaranya, mineral, batubara, minyak dan gas bumi (migas). Belum lagi keindahan alamnya yang dapat dioptimalkan menjadi objek wisata. Ironisnya, dengan semuxjura potensi kekayaan alam yang begitu besar ternyata tidak berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan. Justru Kukar berada dalam cengkeraman kemiskinan. 

Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara pun telah menargetkan penurunan angka kemiskinan sepanjang tahun 2023. Berdasarkan data selama lima tahun terakhir, angka kemiskinan di Kutai Kartanegara masih bertahan di angka 7 persen. Pada 2022 masih berada di posisi 7,6 persen. Angka ini turun sekitar 0,3 persen, dari sebelumnya 7,9 persen. Padahal saat itu, anggaran yang dikucurkan Pemkab Kukar untuk pengentasan kemiskinan mencapai Rp 168 miliar (Tribunkaltim.co, 09/02/2023).

Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Edi Damansyah dalam Rapat koordinasi (Rakor) terkait Pembahasan Efektivitas Dana Pendidikan Penanganan Kemiskinan di Kabupaten Kukar, meminta kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan agar bisa segera lakukan perbaikan dan mengefektivkan dana pendidikan dalam rangka penanganan kemiskinan di Kukar (Kukarpaper.com, 14/02/2023).

Kemiskinan memang selalu saja jadi PR besar bagi tiap rezim pemerintahan. Tapi anehnya, PR tersebut tidak pernah terpecahkan cara penyelesaiannya. Bahkan, badai kemiskinan tak juga mereda. Meskipun berbagai program telah digulirkan untuk penurunan angka kemiskinan 0% pada tahun 2024, akan tetapi target yang hendak dicapai sering kali tidak sejalan dengan solusi yang ada. 

Terlebih, program-program yang ada masih bersifat pragmatis dan sering kali hanya menyentuh aspek cabang dari semua problem kemiskinan. Semisal bantuan dan jaminan sosial yang sering dibangga-banggakan. Sebagian kritikus menyebut program semacam itu seperti “obat balsam” yang hanya meredakan gejala nyeri sementara saja. Adapun problem akarnya tidak pernah bisa tuntas penyelesaiannya.

Semestinya mudah dipahami bahwa problem kemiskinan yang terjadi di negeri ini bukanlah bersifat kultural, yaitu yang diakibatkan karena kemalasan rakyat. Melainkan problem kompleks yang berakar dari penerapan sistem politik ekonomi yang asasnya rusak sehingga memproduksi berbagai kerusakan. Sistem ini tidak lain adalah sistem kapitalisme neoliberal yang diusung negara-negara adidaya, lalu dipaksakan penerapannya di negeri-negeri lainnya.

Sistem kapitalisme ini menjadikan negara kehilangan fungsi utamanya sebagai pemelihara urusan rakyat. Akibatnya, banyak kebutuhan dasar rakyat berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, fasilitas umum dan sebagainya tidak dipenuhi oleh negara. Seolah rakyat dibiarkan untuk hidup mandiri. Bahkan, termasuk dalam hal penanggulangan kemiskinan justru menjadi tanggung jawab si miskin itu sendiri.

Ditambah lagi, sistem kapitalisme jug telah membuat kekayaan milik rakyat dikuasai dan dinikmati oleh segelintir orang. Di Kukar sendiri telah banyak para pengusaha asing atau swasta yang menguasai sektor publik seperti pertambangan batu bara, gas, minyak bumi dan mineral. Akibatnya, jutaan rakyat terhalang untuk menikmati hak mereka atas sumber-sumber kekayaan tersebut yang sejatinya adalah milik mereka.

Dengan demikian, sepanjang sistem yang rusak ini tegak dan dilestarikan, maka problem kemiskinan dan segala bentuk dampaknya dijamin akan tetap ada. Maka, satu-satunya cara keluar dari problem ini adalah melakukan perubahan total atas sistem yang ada dengan sistem yang berbeda yakni sistem Islam yang tegak di atas asas akidah dan standar halal haram.

Syariat Islam memiliki banyak hukum yang berkaitan dengan pemecahan masalah kemiskinan. Namun, hukum-hukum itu tidak berdiri sendiri, tetapi memiliki hubungan sinergis dengan hukum-hukum lainnya. Jadi, dalam menyelesaikan setiap masalah, termasuk kemiskinan, Islam menggunakan pendekatan yang bersifat terpadu. Bagaimana Islam mengatasi kemiskinan, dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pertama, Islam telah menetapkan kebutuhan primer manusia terdiri atas sandang, pangan dan papan. Terpenuhi-tidaknya ketiga kebutuhan tersebut, selanjutnya menjadi penentu miskin-tidaknya seseorang. Sebagai kebutuhan primer, tentu pemenuhannya atas setiap individu, tidak dapat ditawar-tawar lagi. Oleh karena itu, Islam memberikan jaminan atas pemenuhan kebutuhan ini.

Kedua, secara individual, Allah SWT memerintahkan setiap muslim yang mampu untuk bekerja mencari nafkah untuk dirinya dan keluarga yang menjadi tanggungannya. Rasulullah saw. bersabda: “Mencari rezeki yang halal adalah salah satu kewajiban di antara kewajiban yang lain.” (HR ath-Thabarani). 

Ketiga, secara jama’i (kolektif) Allah SWT memerintahkan kaum muslim untuk saling memperhatikan saudaranya yang kekurangan dan membutuhkan pertolongan. Rasulullah saw. bersabda: “Tidaklah beriman kepadaku siapa saja yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan, padahal ia tahu.” (HR ath-Thabrani dan al-Bazzar).

Keempat, Allah SWT memerintahkan penguasa untuk bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyatnya, termasuk menjamin kebutuhan pokok mereka yaitu sandang, papan, pangan, penyediaan layanan pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, pengaturan kepemilikan dan sebagainya. Rasulullah saw. bersabda: “Pemimpin atas manusia adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR al-Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Kelima, terkait pengaturan dan pengelolaan kepemilikan, Islam telah mengatur masalah kepemilikan ini dalam tiga aspek: kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Adanya kepemilikan individu ini menjadikan rakyat termotivasi untuk berusaha mencari harta guna mencukupi kebutuhannya. Aset yang tergolong kepemilikan umum tidak boleh dimiliki sama sekali oleh individu atau dimonopoli swasta. Karena ini adalah harta umat, maka pengelolaannya diserahkan pada negara agar hasilnya bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh umat. Adanya kepemilikan negara dalam Islam akan menjadikan negara memiliki sumber-sumber pemasukan dan aset-aset yang cukup untuk mengurusi umat. Termasuk memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan masyarakat miskin.

Demikianlah solusi yang ditawarkan Islam untuk mengatasi masalah kemiskinan. Tentu saja apa langkah-langkah di atas bukanlah sebatas tataran konsep semata. Namun, sepanjang sejarah kaum muslim, telah membuktikan bahwa solusi tersebut benar-benar dapat direalisasikan. Yaitu ketika kaum muslim hidup di bawah naungan negara Islam. Oleh karenanya, sudah saatnya kita beralih kepada sistem Islam Kaffah yang memiliki cara-cara lengkap untuk mengatasi berbagai problem manusia, termasuk problem kemiskinan. Yang akan membawa keberkahan dan kesejahteraan hidup bagi seluruh alam. Wallahu a’lam bisshawab.

Oleh: Ita Wahyuni, S.Pd.I. (Pemerhati Masalah Sosial)

disclaimer : Tulisan ini merupakan partisipasi individu dari masyarakat yang ingin menuangkan pemikiran, ide dan gagasannya yang sepenuhnya merupakan hak cipta dari yang bersangkutan. Isi redaksi dan narasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

Terkini