Share ke media
Opini Publik

Kiprah Perempuan dalam Ruang Publik: Agen Moderasi atau Pejuang Islam Kaffah?

25 Nov 2024 12:32:4369 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : mubadalah.id - Keterlibatan Perempuan dalam Keputusan Hukum - 13 Maret 2023

Samarinda - Perempuan memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk tatanan sosial, baik dalam keluarga maupun masyarakat. Sebagai pilar utama keluarga, mereka sering kali menjadi penanam nilai-nilai kebajikan, toleransi, dan keterbukaan. Namun, belakangan ini, kita melihat bagaimana peran perempuan mulai diarahkan untuk menjadi agen moderasi beragama, terutama dalam kerangka toleransi antarumat beragama. Di sisi lain, peran perempuan dalam Islam sebagaimana yang disampaikan oleh ust. Budi ashari dalam salah satu channel youtube adalah tidak hanya sebagai pribadi, istri, ibu, tetapi juga memiliki peran di sosial masarakat sebagai pejuang yang memperjuangkan tegaknya Islam secara kaffah, Islam yang menyeluruh dan sesuai dengan wahyu Al-Qur’an dan Sunnah. Pertanyaannya adalah, apakah perempuan harus menjadi pelopor moderasi sebagai mana yang banyak digaungkan hari ini, ataukah untuk menjadi pejuang yang menegakkan Islam kaffah ?

Peran Perempuan dalam Kehidupan Sosial dan Keagamaan

Di banyak kesempatan, terutama dalam workshop tentang moderasi beragama, kita sering mendengar pernyataan bahwa perempuan memiliki kekuatan luar biasa dalam kehidupan sosial dan keagamaan. Sebagai ibu, perempuan sering kali menjadi penanam nilai-nilai kebajikan dalam rumah tangga dan masyarakat. Seperti yang disampaikan dalam sambutan PJ Gubernur pada Workshop Penguatan Moderasi Beragama, “Perempuan sering kali menjadi penanam nilai-nilai kebajikan, keterbukaan, dan toleransi sehingga menjadi fondasi kehidupan masyarakat.” Tentu saja, ini menggambarkan peran besar perempuan dalam menciptakan harmoni dan kedamaian dalam masyarakat. Perempuan sebagai ibu yang mendidik anak-anak untuk memiliki sikap toleransi terhadap perbedaan dianggap sebagai agen perdamaian dalam masyarakat.

Namun, jika dilihat lebih dalam, kita perlu bertanya, apakah sikap toleransi yang ditanamkan oleh perempuan selalu sejalan dengan ajaran Islam yang murni? Apakah toleransi yang dimaksud selalu sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW? Atau, mungkin toleransi yang diharapkan justru bisa membuka pintu bagi pengaruh pemikiran yang bertentangan dengan ajaran Islam?

Sistem Kapitalisme dan Perempuan Sebagai Agen Moderasi

Sistem kapitalisme global kini semakin mendominasi dunia, membawa agenda yang sering kali bertentangan dengan ajaran agama, khususnya Islam. Salah satu agenda tersebut adalah moderasi beragama, yang kerap dijadikan sebagai alat untuk memperkenalkan pluralisme, sekularisme, dan pemikiran liberal. Di dalam sistem ini, perempuan sering kali dilibatkan dalam upaya mempromosikan “moderasi”, dengan dalih bahwa mereka dapat menjadi pelopor perdamaian dan toleransi antarumat beragama. Sebagaimana disampaikan oleh Aminah, Ketua Perlita Provinsi Kalimantan Timur, “Penerapan moderasi beragama tidak serta merta dapat berjalan tanpa sosok yang menjadi agen moderasi beragama yang mensosialisasikan moderasi beragama kepada masyarakat. Sosok tersebut ialah sosok perempuan.”

Namun, perlu diingat bahwa meskipun moderasi sering kali dikemas dengan narasi positif seperti kedamaian dan toleransi, sebenarnya moderasi ini sering kali tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang sesungguhnya. terutama paham moderasi yang datang dengan agenda sekularisme dan pluralisme, dapat mengarah pada pemahaman yang mengaburkan batas-batas kebenaran dalam agama. Dalam hal ini, perempuan, yang seharusnya menjadi penjaga keluarga dan generasi dari serangan pemikiran yang menyimpang, malah diposisikan sebagai penjaga moderasi yang berisiko menggiring umat ke dalam pemikiran yang lebih longgar terhadap ajaran agama.

Bahaya Moderasi Beragama: Sebuah Agenda Barat yang Merusak Akidah

Moderasi beragama, sebagaimana yang dipromosikan oleh berbagai pihak, sering kali sejalan dengan ideologi Barat yang liberal. Moderasi yang dimaksud bukan hanya sekadar untuk mengurangi ekstremisme, tetapi sering kali berujung pada pengaburan ajaran agama yang benar. Dalam konsep moderasi beragama yang dikembangkan oleh Barat, terkadang ada upaya untuk menyamakan semua agama dan mengabaikan prinsip-prinsip yang membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Konsep ini, jika diterima secara membabi buta, bisa merusak keimanan umat Islam. Islam mengajarkan umatnya untuk berpegang teguh pada akidah yang benar dan tidak terjebak dalam praktek yang mengurangi ketegasan dalam beragama. Sikap moderat sering kali dapat merusak keimanan, bahkan menjauhkan umat dari prinsip-prinsip dasar ajaran Islam.

Perempuan, yang seharusnya menjadi penjaga nilai-nilai agama dalam keluarga dan generasi, sering kali terjebak dalam agenda moderasi yang dibalut dengan kedok toleransi. Dengan dalih “toleransi beragama”, perempuan diminta untuk mendukung segala bentuk pluralisme dan sekularisme yang sejalan dengan pola pikir Barat, yang pada akhirnya dapat merusak akidah umat Islam itu sendiri. Dalam sistem ini, perempuan malah dijadikan penjaga moderasi, padahal tugas mereka sebagai ibu dan pengatur rumah tangga seharusnya menjadi benteng terakhir yang melindungi keluarga dan generasi dari serangan pemikiran yang menyesatkan.

Di sinilah peran perempuan sebagai agen perubahan yang harus mempertahankan prinsip-prinsip Islam yang kaffah sangat penting. Perempuan seharusnya bukan hanya menjadi pelopor moderasi yang tidak jelas arahnya, tetapi justru menjadi penjaga agama yang memastikan nilai-nilai Islam tetap dijaga dalam keluarga dan masyarakat. Negara, yang seharusnya menjaga keutuhan akidah umat, justru sering kali terjebak dalam pengaruh asing yang mengarah pada sekularisme dan liberalisme. Dalam kondisi ini, perempuan harus tampil sebagai pelindung dan pejuang yang menjaga umat agar tetap teguh dalam akidahnya, dalam memperjuangkan penerapan kembali islam kaffah dalam kehidupan.

Peran Perempuan memperjuangkan Islam Kaffah: Membela Agama dengan Teguh

Dalam Islam, perempuan memiliki peran yang sangat mulia dan penting, baik dalam kehidupan domestik maupun publik. Sebagai ibu, perempuan adalah pendidik pertama yang mengajarkan nilai-nilai agama kepada anak-anaknya. Sebagai pengatur rumah tangga, perempuan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk membangun generasi yang taat kepada Allah. Namun, peran perempuan dalam Islam tidak terbatas hanya pada ranah domestik. Di sisi lain, perempuan juga dapat berperan dalam kehidupan publik. Mereka dapat berkarier sebagai guru, dokter, bidan, atau profesi lainnya yang diizinkan dalam Islam, selama mereka menjaga nilai-nilai agama dan akhlak, seperti tidak boleh mengabaikan peran utamanya sebagai ibu pendidik generasi, melakukan pekerjaan yang tidak mengeksploitasi kecantikan, menjalankan aturan ijtima’iy (pergaulan) dalam pekerjaannya, dan sebagainya.

Lebih dari itu, perempuan sebagaimana halnya laki-laki, memiliki kewajiban untuk berdakwah, amar makruf nahi munkar, dan memperjuangkan tegaknya syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Mereka terlibat dalam perjuangan membela agama, namun tentu saja, tidak dengan cara yang mengkompromikan prinsip-prinsip agama, mereka memperjuangkan islam, dengan tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip agama.

Teladan Perempuan dalam Sejarah Islam

Sejarah Islam mencatat banyak sekali perempuan yang menjadi pejuang Islam yang tangguh. Para sahabiyyah, seperti Aisyah r.a., Ummu Salamah, dan Zainab binti Ali, adalah teladan perempuan yang tidak hanya berperan dalam kehidupan domestik, tetapi juga dalam ranah publik beliau aktif dalam perjuangan menegakkan Islam.

Aisyah r.a., misalnya, tidak hanya terkenal sebagai istri Rasulullah, beliau berperan aktif dalam dakwah dan perjuangan menegakkan ajaran Islam yang kaffah sebagai sumber ilmu yang sangat besar bagi umat Islam. Beliau mengajarkan hadis dan fiqh, serta memberikan kontribusi besar dalam menjelaskan ajaran Islam kepada umat. Perempuan-perempuan seperti ini menunjukkan bahwa dalam Islam, perempuan memiliki potensi luar biasa untuk membawa perubahan, asalkan mereka tetap berada dalam koridor syariat yang telah ditentukan oleh Allah.

Kesimpulan: Perempuan Sebagai Pejuang Islam Kaffah, Bukan Agen Moderasi

Peran perempuan sebagai pejuang Islam kaffah sangatlah penting dan mulia. Dalam Islam, perempuan tidak hanya menjadi pendukung, tetapi juga pemimpin dalam dakwah dan pembelaan agama. Sejak masa Rasulullah, banyak perempuan yang berjuang secara kaffah, seperti Khadijah yang mendukung perjuangan Rasul, dan Aisyah yang menyebarkan ilmu kepada umat. Perempuan harus menjadi penjaga aqidah umat, melindungi keluarga dan masyarakat dari pengaruh pemikiran yang merusak, memegang teguh ajaran Islam tanpa harus mengikuti konsep moderasi, serta memperjuangkan tegaknya syariat Islam.

Sebagai teladan yang diberikan oleh perempuan-perempuan mulia di zaman Rasulullah dan para sahabat, perempuan dalam Islam memiliki potensi yang sangat besar untuk membawa perubahan yang positif dan sesuai dengan ajaran Islam yang murni, bukan sebagai agen moderasi yang mengikuti agenda asing. Wallahualam bishawab

Oleh: Revi Pancawsti (Pemerhati Masalah Sosial dan Perempuan)