Share ke media
Advetorial - DPRD Kabupaten Kutai Timur

Marak Isu Penyalahgunaan APBD, Faizal Rachman Jelaskan Proses Terbentuknya

03 Nov 2024 02:00:15378 Dibaca
No Photo

Kutai Timur - Ramai diperbincangkan adanya dugaan jatah 10 persen bagi anggota DPRD dan 12 persen bagi ketua DPRD. Bahkan ada dugaan lainnya yakni jual beli proyek di ranah Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim).


Soal jatah 10-12 persen ini, dikabarkan merupakan hasil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Mendengar kabar ini, masyarakat Kutim seolah geram dan tak terima. Belum diketahui apakah kabar ini benar atau sekadar hoaks.


Anggota DPRD Kabupaten Kutai Timur Faizal Rachman menjelaskan bagaimana proses terbentuknya APBD. Awalnya, dimulai dengan kegiatan serap aspirasi atau disebut reses.


Anggota dewan akan turun dan mendengar langsung apa saja yang menjadi kebutuhan masyarakat bagi lingkungan sekitarnya atau daerah pemilihan (dapil). Masukan dan saran ini disebutkannya sebagai pokok-pokok pikiran (pokir).


“Pokok pikiran itu adalah fenomena begitu DPRD lakukan reses atau di kantor dan berbicara dengan masyarakat,” katanya, Selasa (29/10/2024).


“Pokok pikiran itu memang dilegalkan dengan Permendagri 86 Tahun 2017 karena memang sarana kita menuangkan hasil dari reses itu,” lanjutnya.


Kemudian, pokir ini akan diinput ke dalam Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD). Di dalam SIPD, anggota DPRD maupun staf yang mewakili anggota DPRD, hanya menulis terkait apa saja pokir dari hasil reses dan pertemuan dengan masyarakat.


Dijelaskan Faizal, anggota DPRD tidak menulis angka atau nilai rupiah seberapa banyak biaya yang dibutuhkan untuk kebutuhan akan pembangunan dan kegiatan lainnya dari hasil reses. SIPD ini hanya ada sebanyak dua kali setahun.


“SIPD itu dibukanya hanya sebanyak dua kali dalam setahun jadi tidak setiap kali ada,” tuturnya.


Selanjutnya, Kesekretariatan DPRD akan memilah dinas teknis dan OPD mana yang berhubungan erat dengan masukan dan saran tersebut. Nantinya, pemerintah akan memasukkan ke dalam Rancangan Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan disusun sedemikian rupa.


“APBD kita itu kan yang pertama pemerintah itu harus menyusun dahulu RKPD,” sebutnya.


Lalu, RKPD tersebut akan dibahas menjadi Kebijakan Umum APBD (KUA) - Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Yang selanjutnya akan diajukan menjadi Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) atau dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi rencana pendapatan, rencana belanja program dan kegiatan SKPD serta rencana pembiayaan sebagai dasar penyusunan APBD.


“Lalu dibahas menjadi KUA PPAS, nanti diajukan menjadi RKA APBD lalu menjadi APBD,” kata Faizal.


Penggunaan APBD adalah sebagai prosedur utama dalam menentukan jumlah pengeluaran serta pendapatan. Hal itu bertujuan untuk meningkatkan pelayanan masyarakat dan kesejahteraan umum di daerah tersebut. (SH/ADV).