Nusa Dua - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan, penundaan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Premium karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak ingin memberatkan masyarakat. “Hitung-hitungan waktu itu bahwa akan memberatkan ke masyarakat kecil, jadi beliau tunda dulu, dihitung lagi, begitu saja. Karena jumlahnya juga ngga banyak, tapi Presiden itu pro kepada rakyat kecil,” kata Luhut di Art Bali Nusa Dua, sabtu (13/10/2018).
Padahal seperti diketahui bahwa ini bukan pertama kalinya kenaikan harga BBM terjadi. Yang menjadi pertanyaannya adalah, “apakah kemarin-kemarin ketika menaikan harga BBM tidak melalui proses berpikir bahwa hal tersebut akan memberatkan rakyat kecil?” Lalu salahkah jika akhirnya ada masyarakat yang berasumsi bahwa ini ada kaitannya dengan kepentingan politik menjelang pilpres 2019?
Kebijakan terkini yang diambil oleh pemerintah adalah, naik-turun harga premium, dimana kebijakan tersebut sepertinya hanya mempermainkan perasaan rakyat.
Jakarta - Pemerintah sudah harus menaikkan harga BBM jenis Premium. Hal itu demi memperbaiki defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Sayang, kenaikan BBM yang seharusnya diberlakukan pada pukul 18.00, Rabu (10/10), dibatalkan.
Jika tidak dibatalkan, harga premium naik sekitar 7%. Kenaikan ini dilakukan untuk mengimbangi kenaikan harga minyak dunia dan penguatan dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah. Jika pemerintah tetap menunda kenaikan harga premium diperkirakan bakal berdampak negatif.
Maju-mundurnya rencana kenaikan BBM itu diawali dengan informasi bahwa BBM akan naik, dilangsir detikFinance sekitar pukul 17.00 WIB, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyatakan kenaikan BBM batal dieksekusikan kemarin. “Sesuai arahan Bapak Presiden rencana kenaikan harga premium di Jamali (Jawa Madura Bali) menjadi RP 7.000 dan di luar Jamali menjadi RP 6.900, secepatnya pukul 18.00 hari ini, agar ditunda,” kata Jonan kepada detikcom, Rabu (10/10) kemarin.
Dengan adanya ketidak-pastian harga premium tersebut tentu membuat masyarakat bingung, sebenarnya ada masalah apa?, akhirnya wajar jika muncul fikiran bahwa pemerintah tidak serius dalam mengurus urusan rakyatnya. Wajar pula jika akhirnya muncul persepsi bahwa rezim sekarang sudah sedemikian dzolim. Yang dilakukannya hanyalah pencitraan demi pencitraan hanya untuk melanggengkan kekuasaan.
Saat kekuasaan adalah tujuan maka inilah yang terjadi, segala macam cara diambil untuk mendapatkan simpati dan empati dari rakyat, seakan-akan peduli dengan urusan rakyat, padahal pada faktanya adalah motif politik semata.
Katanya Pemerintah ingin menaikkan harga BBM dikarenakan adanya kenaikan harga minyak dunia dan penguatan nilai tukar dollar Amerika Serikat. ”Maka BBM harus naik,” Berbagai dalih diungkapkan. Demi memperbaiki defisit transaksi berjalan. Namun, sampai saat ini pemerintah tidak pernah mengungkapkan berapa sebenarnya penerimaan negara dari sektor BBM setelah kenaikan harga minyak mentah dunia itu. Pengeluaran didengung-dengungkan sementara penerimaan disembunyikan.
Hasil perhitungan Kwik Kian Gie, misalnya, dengan harga minyak mentah dunia 120 dolar AS perbarel (kurs 1 dolar dianggap sama dengan Rp. 10.000), kelebihan uang tunai Pemerintah adalah Rp 35,71 triliun. Sebab dengan harga minyak dunia yang naik, penerimaan pun jauh mengalami peningkatan.
Melihat ini patut diduga adanya kebohongan. Sesungguhnya kebohongan semacam ini akan menjauhkan pelakunya dari surga. Tegas sekali Rasulullah SAW, bersabda “ Tidaklah seorang penguasa yang mengurusi urusan rakyat dari kaum Muslim, lalu ia mati dalam keadaan menipu rakyatnya, kecuali Allah mengharamkan bagi dirinya surga.”(HR al-Bukhari).
Sebenarnya kenaikan harga BBM tentu akan merugikan para pengguna yang kenyataannya adalah mayoritas rakyat miskin, namun saat ini pemerintah nampaknya masih bingung antara menaikan atau menangguhkan, kebingungan itu dikarenakan adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dan empati dari rakyat agar tetap bisa terpilih kembali menjadi penguasa.
Sejatinya kita bisa saksikan satu per satu permasalahan muncul di Indonesia, dari sisi ekonomi, pendidikian, sosial, dsb. Melihat keadaan seperti ini tidak salah jika ada penilaian bahwa pemerintahan saat ini telah gagal melindungi rakyatnya, telah gagal dalam menanggulangi kemiskinan, dan yang utama adalah ketidakberhasilan dalam mensejahterakan rakyatnya, dan semua ini tidak dapat ditutup-tutupi, kesalahan terbesarnya adalah karena pemerintah terlalu yakin dengan penerapan sistem pasar bebas, yang sesungguhnya adalah kedok dari penerapan ekonomi kapitalis - yang bermazhab liberalis.
Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda “Ya Allah, barang siapa memiliki hak untuk mengatur suatu urusan umatku, lalu ia menyempitkan mereka, maka sempitkanlah dirinya: dan barangsiapa memiliki hak untuk mengatur suatu urusan umatku, lalu ia memperlakukan mereka dengan baik, maka perlakukanlah dirinya dengan baik.”(HR Ahmad dan Muslim).
Termasuk pula dalam pengurusan BBM ini, secara syar’i, Islam mengatur kepemilikan. Dalam pandangan Islam, sumber daya energi termaksud minyak bumi termasuk dalam kepemilikan umum. Hal ini didasarkan pada hadist Rasulullah SAW. ”Kaum muslim bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, padang rumput dan api” (HR Abu Dawud, Ahmad dan Ibnu Majah).
Berdasarkan hadist ini , sumber daya energi Premium adalah termasuk dalam kepemilikan umum karena dua aspek, yaitu termasuk dalam kata api serta tersedia dalam jumlah besar. Sistem kapitalis nyata merupakan sistem yang rusak karena lebih mengutamakan kepentingan individu.
Sehingga Sudah sepatutnya Negara yang mayoritas rakyatnya beragama Islam untuk menerapkan sistem Islam dalam mengurus segala kepentingan rakyatnya diatas dasar keimanan dan berjalan di atas standar kebenaran hakiki. Wallahua’lam *(Red/dr)
Ditulis oleh Kontributor : Ratna Munjiah (Pemerhati Sosial Masyarakat)
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru