Samarinda - Ratusan warga yang bermukim di 4 desa lingkar Ibu Kota Nusantara (IKN) menggelar aksi massa di dua tempat, Rabu (22/5/2024) siang. Aksi ini digelar lantaran warga merasa ditipu oleh pemerintah.
Sekitar 200 warga yang menggelar aksi massa tersebut berasal dari 4 desa lingkar IKN yakni Pemaluan, Rico, Maridan, dan Telemow. Mereka menyambangi Kantor Bupati PPU dan Kantor ATR-BPN di Penajam.
Para warga yang berdemonstrasi berasal dari Kelurahan Pemaluan, Kelurahan Maridan, dan Kelurahan Riko di Kecamatan Penajam, PPU. Mereka terhimpun dalam Solidaritas Masyarakat PPU. Ada lima tuntutan utama yang mereka bawa.
Pertama, pemerintah diminta mencabut status hak guna usaha (HGU) di lahan mereka. Kedua, menghapus sertifikat hak pakai lahan dan menggantinya menjadi sertifikat hak milik (SHM). Ketiga, menghapus Bank Tanah di PPU yang disebut sebagai penjajah. Keempat, transparansi administrasi. Kelima, menetapkan biaya administrasi pembuatan SHM di PPU dan menentukan waktu penyelesaian pembuatan SHM. (https://kaltimtoday.co/merasa-ditipu-pemerintah-karena-status-lahan-ratusan-warga-4-desa-di-ikn-gelar-demo-di-kantor-bupati-ppu-dan-atr-bpn).
Upaya mewujudkan pembangunan IKN agar terlaksana, pemerintah melakukan berbagai skema dalam pembebasan tanah. Namun faktanya justru hal tersebut memicu konflik di tengah masyarakat.
Seperti tuntutan warga di atas menunjukkan bahwa warga lokal tidak dilibatkan dalam pembangunan IKN. Perampasan ruang hidup berupa lahan terjadi, tentu tidak sekedar ganti rugi. Pemerintah pun dengan sewenangnya mengubah hak milik warga berubah status menjadi hak pakai inilah bukti kedzaliman. Apalagi ada pernyataan warga: “Hari-hari kami menikmati debu karena pembangunan IKN, anak-anak kami kena debu tiap sekolah. Kalau hujan banyak jatuh karena jalan licin. Masa lahan kami juga mau diambil. Apa yang kami lakukan ini hanya menuntut keadilan untuk menjaga hak kami,”. Demikianlah salah satu dampak pembangunan IKN bagi warga lokal. Menyebabkan nasib rakyat meredup akibat perampasan ruang hidup.
Sederet permasalahan yang ada akibat cara pandang sekuler kapitalisme. Dimana peran negara sebatas legulator yang selalu memberi karpet merah buat pemilik modal/investor lokal maupun asing. Melalu skema investasi atas nama pembangunan perampasan tanah hak rakyat tetap dilakukan demi kepentingan investor bukan rakyat. Artinya ini sama saja penjajahan model baru, agar tetap eksis untuk menguasai kekayaan negeri ini. Tentu sangat berbeda dalam sudut pandang Islam.
Islam adalah ideologi yang mengatur perkara ibadah dan semua aspek kehidupan. Termasuk urusan kepemilikan lahan. Kepemilikan lahan/ tanah sangat dijaga dalam Islam. Penguasa tidak akan dzalim mengambil lahan demi pembangunan.
Seorang kepala negara (khalifah) adalah junnah (perisai) bagi rakyatnya. Ia akan melindungi rakyat dari berbagai gangguan dan kerusakan yang berasal dari pihak asing. Ia tidak akan membiarkan pihak asing merampas sejengkal pun tanah rakyat untuk kepentingan asing.
“Sesungguhnya seorang imam itu (laksana) perisai. Ia akan dijadikan perisai, orang-orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika ia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya ia akan mendapatkan pahala. Akan tetapi, jika ia memerintahkan yang lain, ia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya.”
Teladan penguasa dalam menyelesaikan persoalan sengketa lahan lebih mendahulukan warga
Pemindahan dan pembangunan ibukota dalam Islam tidak akan menyisakan persoalan. Sejarah Islam membuktikan pada masa ke Khalifahan Umar Bin Khattab ra, dimana waktu itu ada seorang Yahudi yang sudah tua renta. Dia mengadu jauh-jauh dari Mesir kepada khalifah Umar di Madinah. Pasalnya, Gubenur Amr Bin Ash, menggusur paksa rumahnya dengan alasan untuk kepentingan pembangunan mesjid yang megah.
Gubernur sudah memberikan tawaran 15 kali lipat dari harga pasar untuk mengganti tanah orang yahudi tersebut, akan tetapi orang yahudi keberatan melepaskan rumah miliknya. Mengingat rumah dan tanah yang dimiliki penuh dengan kenangan dan dibeli dari harta sendiri .
Khalifah Umar sangat marah, akhirnya memberikan tulang belikat unta yang diberi goresan tanda Alif kepada kakek Yahudi untuk diberikan kepada Gubernur. Setelah tulang tersebut diterima oleh gubernur. Gubenur sangat ketakutan, Khalifah mengingatkan apapun pangkat dan kekuasaan seseorang akan bernasib sama seperti itu jika mereka tidak adil. Khalifah tidak segan memenggal kepala sang gubernur. Subhanallah seketika si kakek Yahudi tersentuh dengan keadilan di Islam yang akhirnya merelakan rumahnya untuk dijadikan mesjid.
Islam tegas melarang perbuatan tersebut, dan ada ganjaran serius bagi pelakunya. Sebab perampasan lahan tanpa alasan syar’i adalah perbuatan ghasab dan zalim. Allah Swt. telah mengharamkan memakan harta sesama manusia dengan cara yang batil, termasuk dengan cara menyuap penguasa agar diberikan kesempatan merampas hak milik orang lain. Allah Swt, berfirman, “Janganlah kalian makan harta di antara kalian dengan cara yang batil. (Jangan pula) kalian membawa urusan harta itu kepada para penguasa dengan maksud agar kalian dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kalian tahu.” (TQS Al-Baqarah [2]: 188).
Sudah seharusnya kaum muslim bersegera kembali pada syariat Islam untuk mendapatkan perlindungan menyeluruh serta berkeadilan. Wallahu a’lam bi ash-shawaab.
Oleh : Sri Mulyati (Pemerhati Sosial)
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru