Share ke media
Opini Publik

Nilai Ekspor Meningkat, Menguntungkan Siapa?

23 Feb 2023 11:36:26138 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : finance.detik.com - Mau Ekspor Produk ke Mesir? Simak Tips Ini Biar Auto Cuan - 8 April 2022

Samarinda - Gubernur Kaltim Dr Isran Noor meyakini bahwa ekonomi Indonesia akan tetap tumbuh dan melonjak naik ditandai dengan meningkatnya nilai ekspor Kaltim.  Ini berkebalikan dengan prediksi para pemimpin dunia, yang memprediksikan di tahun 2023 ini akan terjadi krisis ekonomi yang melanda negara-negara besar dampak pandemi Covid-19 dan perang Rusia – Ukraina.

Beliau bahkan mengatakan “…tahun 2023 ini bisa mencapai forty billion US dollars (USD 40 miliar)” .  Hal ini dikarenakan Secara kumulatif, nilai ekspor migas Kaltim tahun 2022 mencapai USD 2,99 miliar atau naik 86,78 persen dibanding tahun 2021.  “Sementara ekspor nonmigas mencapai USD 33,05 miliar atau naik 46,55 persen”, lanjut beliau.

Klaim beliau ini tentu saja perlu dikritisi, kenaikan nilai ekspor apakah linear dengan tingkat kemiskinan di tengah masyarakat.  Faktanya, Ketua Statistik Sosial BPS Kaltim Emmy Maskum menjelaskan persentase penduduk miskin perkotaan pada September 2022 sebesar 4,97 persen, naik dari 4,80 persen pada Maret 2022. Sementara persentase penduduk miskin perdesaan pada September 2022 sebesar 9,71 persen, naik dari Maret 2022 yang persentasenya sebesar 9,64 persen.  Jika dibandingkan dengan Maret 2022, maka jumlah penduduk miskin di perkotaan pada September 2022 naik sebanyak 5.390 orang, yakni dari 123.590 orang pada Maret 2022 menjadi 128.980 orang pada September 2022.  Sementara pada periode yang sama, jumlah penduduk miskin di kawasan perdesaan naik sebanyak 660 orang, dari 112.660 orang pada Maret 2022 menjadi 113.320 orang pada September 2022.

Dari sini jelas bahwa meningkatnya nilai ekspor, tidak serta merta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.  Bahkan, apabila kita telusuri yang menikmati “lezatnya” pertumbuhan ekonomi bukan rakyat kecil, melainkan para pengusaha, yakni para kapitalis.  Karena sektor yang naik adalah dari sektor migas.  Jelas yang berkecimpung di sektor ini adalah para pengusaha terutama pengusaha asing. Ketika harga komodity migas meningkat, maka nilainya akan meningkat.  Menurut Anthony Budiawan (Managing Director Political Economy and Policy Studies), para oligarki berpesta pora menikmati hasil ekspor batu bara yang selama enam bulan saja pada 2022 hasilnya mencapai Rp420 triliun. Ekspor CPO dan nikel juga dinikmati para oligarki, padahal hasilnya mencapai Rp450 triliun.

Tampak jelas bahwa kemiskinan di negeri ini bersifat struktural, yaitu kemiskinan akibat penerapan sistem yang buruk, sistem yang tidak mampu menyejahterakan rakyat yang malah memperkaya para kapitalis. Inilah yang terjadi dalam sistem kapitalisme. Kaltim memiliki potensi sumber daya alam yang masih sangat melimpah.Tetapi ketika mengelolanya dengan konsep kapitalisme neoliberal, ternyata tidak memberikan manfaat yang besar bagi rakyat. Konsep ini telah menjadikan korporasi swasta leluasa menguasai sumber daya energi dan tambang.Sementara negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator yang memuluskan kepentingan korporat.Maka tak heran seringkali kebijakan penguasa lebih cenderung berpihak pada pemilik modal ketimbang rakyat.Sebagai contoh UU Minerba, UU Omnibus Law, dan lain-lain, menjadi karpet merah bagi korporasi untuk menguasai SDA yang seharusnya milik rakyat.

Hal ini tentu saja berkebalikan dengan sistem Islam, ukuran kesejahteraan didasarkan pada pemenuhan kebutuhan pokok orang per orang, yaitu sandang, pangan, dan papan. Bukan angka pertumbuhan ekonomi yang bersifat global. Kesejahteraan ala sistem Islam itu riil, bukan sekadar di atas kertas.

Sumber daya alam termasuk dalam kategori kepemilikan umum sehingga harus dikuasai negara. Negara berhak mengelola dan mengeksplorasinya dan hasilnya akan dimasukkan ke dalam kas Baitulmal. Sebagaiman hadist yang diriwayatkan Abu Dawud :

Al-Mutawakkil bin Abdi al-Madan berkata, dari Abyadh bin Hamal, bahwa ia pernah datang menemui Rasulullah saw. dan meminta diberi tambang garam—Ibnu al-Mutawakkil berkata—yang ada di Ma’rib. Lalu Rasul saw. memberikan tambang itu kepada Abyadh. Ketika Abyadh pergi, salah seorang laki-laki dari majelis berkata, “Apakah Anda tahu apa yang Anda berikan kepadanya? Tidak lain Anda memberinya air yang terus mengalir.” Ia (Ibnu al-Mutawakkil) berkata, “Lalu beliau (saw.) menarik kembali tambang itu dari dia (Abyadh bin Hamal).” (HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Hibban, Al-Baihaqi, dan Ath-Thabarani).

Terkait kebijakan perdagangan luar negeri yang berhubungan dengan ekspor komoditas ke luar, maka negara memilikin ketentuan yang jelas.  Pertama, untuk komoditas strategis seperti,  barang tambang, pensenjataan, sistem komunikasi alat-alat berat dan sebagainya dilarang menjualnya ke negara kafir.

Adapun barang-barang yang tidak strategis seperti pakaian, makanan, perabotan dan lainnya dibolehkan mengeksporkannya. Namun jika ketersediaan komoditas tersebut di dalam negeri amat sedikit dan membahayakan ketahanan ekonomi, maka negara melarang memasarkannya ke luar.  Begitu pula monopoli, sebagaimana terjadi terhadap komoditas pertanian (ex : sawit) juga akan dilarang. Negara dalam Sistem Islam mengizinkan pengusaha menanam dan menjual produk, akan tetapi melarang monopoli.

Realitas di alam kapitalisme ini sungguh berbeda dengan mekanisme penyejahteraan masyarakat dalam sistem ekonomi Islam. Allah Swt berfirman, “ … supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu…” (QS Al-Hasyr [59]: 7)

Allah Swt. adalah Sang Pemilik Harta. Dalam Sitem Islam negara akan melakukan fungsi pengawasan dengan melakukan patroli setiap hari untuk memastikan semua aktivitas ekonomi sesuai dengan hukum syara’.

Pertanyaanya, berapa lama lagi kita pertahankan kepalsuan sistem kapitalisme ini? Berapa lama lagi kita tertipu oleh angka-angka ekonomi yang jauh dari realitas kesejahteraan rakyat? Kembalilah kepada sistem Islam yang akan mensejahterakan manusia dan alam secara keseluruhan.  Islam rahmatan lil ‘alamin

“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam” (QS. Al Anbiya: 107)

Wallahu’allam

Oleh : Sri Ummu Shofiya (Pemerhati Sosial)

disclaimer : Tulisan ini merupakan partisipasi individu dari masyarakat yang ingin menuangkan pemikiran, ide dan gagasannya yang sepenuhnya merupakan hak cipta dari yang bersangkutan. Isi redaksi dan narasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.