Samarinda - Kasus kekerasan seksual saat ini semakin menjadi-jadi dan tak pandang bulu, siapapun bisa menjadi pelaku dan korban. Bahkan orang terdekat yang kita anggap aman saat ini bisa saja penjadi pelaku. Inilah yang terjadi pada seorang remaja berusia 14 tahun yang masih menempuh pendidikan SMP di Samarinda, diduga menjadi korban persetubuhan oleh orang terdekat.
Peristiwa tersebut terungkap saat seorang anak mendatangi polsek untuk membuat laporan atas dugaan persetubuhan. Anak ini datang seorang diri untuk melaporkan dugaan persetubuhan oleh orang terdekatnya. Korban sudah memberi tahu ayahnya, tetapi ayahnya tidak mau memberikan keadilan, dia merasa kecewa kecewa, sehingga memberanikan diri datang ke polsek untuk melaporkan hal itu. (KoranKaltim.com) 20/02/2025.
Saat ini banyak para ayah yang minim pengetahuan dalam mendidik dan mengasuh anak. Baik karena pola pengasuhan sebelumnya maupun pendidikan formal yang tidak membekali dan membentuk karakter yang dibutuhkan untuk menjadi ayah. Sehingga status ayah bukan dipilih secara sadar dan bertanggung jawab melainkan hanya menjadi status otomatis ketika mempunyai anak.
Hal itu diperparah dengan minimnya pemahaman agama Islam berkaitan dengan hak dan kewajiban para ayah. Wajar dalam sistem kapitalis sekuler saat ini, sosok ayah sebagai pemimpin dalam keluarga yang harusnya berperan sebagai pelindung, garda terdepan ketika anaknya menghadapi masalah apalagi sampai mengalami kekerasan seksual justru tak dirasakan keberadaannya, baik secara fisik maupun psikologis hingga menciptakan generasi fatherless.
Mirisnya lagi kekerasan seksual tersebut justru didapatkan dari keluarga terdekat. Lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar yang harusnya menjadi tempat teraman, dalam sistem saat ini justru menjadi tempat tidak aman. Ditambah lingkungan yang individualis, menganggap kehidupan pribadi adalah privasi yang harus di hormati.
Tidak adanya amar ma’ruf nahi munkar membuat kemaksiatan merajarela karena tidak adanya kontrol masyarakat. Ini juga menjadi bukti ketidakmampuan negara dalam menjaga kehormatan rakyatnya. Negara tidak bisa menjadi raain dan junnah yang menyebabkan hilangnya rasa aman dan nyaman dalam kehidupan.
Sistem Islam sendiri menjaga kehormatan sehingga terhindar dari kejahatan. Islam membangkitkan fungsi kaum laki-laki sebagai para ayah dan calon ayah. Islam memfasilitasi dan menyiapkan setiap individu laki-laki agar siap menjalankan peran dan tanggung jawab sebagai ayah dengan sukses. Peran itu adalah sebagai pemimpin dalam keluarga yang menafkahi, serta mendidik dan membina anggota keluarga agar senantiasa menerapkan berbagai syariat Islam.
Selain itu, mengatur pergaulan anggota keluarga, seperti memisahkan tempat tidur anak yang mulai dibiasakan sejak usia tujuh tahun. Juga memastikan semua anggota keluarga menutup aurat sesuai batasan Islam, baik di hadapan mahram maupun nonmahram, sehinga tercipta lingkungan keluarga yang sholih- sholihah.
Selain keluarga, kepedulian masyarakat yang ada di lingkungan sekitar juga diperlukan karena iman naik-turun. Hal tersebut manusiawi. Karena itu perlu ada kontrol masyarakat agar seluruh keluarga muslim taat akan syariat Allah sehingga kekerasan seksual tidak menimpa anak-anak perempuan mereka.
Islam juga mengharuskan beramar makruf nahi mungkar, yakni sikap saling menasihati dalam kebaikan serta mencegah individu melakukan kerusakan. Ketika melihat perilaku menyimpang atau janggal di tengah-tengah masyarakat sudah seharusnya tetangga sekitar rumahnya ikut peduli. Dengan begitu tidak ada sikap apatis dan individualis seperti halnya dalam sistem kapitalisme.
Tidak cukup sampai disitu, Islam juga menetapkan peran penting negara dalam mencegah terjadinya kekerasan seksual, mengedukasi masyarakat melalui beberapa jalur seperti pendidikan dengan menetapkan kurikulum pendidikan berbasih akidah Islam yang diterapkan di semua jenjang pendidikan. Dengan harapan saat dewasa dan berkeluarga mereka paham wajibnya taat kepada syari’at Allah secara Kaffah.
Negara menerapkan sistem pergaulan (nizham al-ijtima’iy) sesuai Islam yang mengatur interaksi antara laki laki dan perempuan. Kehidupan laki laki dan perempuan dipisah, kecuali di tempat umum yang mengharuskan mereka bertemu dan berinteraksi dengan batasan syara, seperti di pasar, sekolah, rumah sakit, dan sebagainya.
Ketika berada di tempat umum, semua orang wajib menutup aurat sebagaimana ketentuan syara. Kaum perempuannya tidak ada yang tabaruj ataupun berdua-duaan dengan laki laki tanpa disertai mahram (Khalwat). Semua orang menjaga pandangannya.
Adapun para pelaku kekerasan seksual negara akan memberikan sanksi berat sesuai syariat, yakni dua sanksi sekaligus. Sanksi karena pelaku telah melakukan pemaksaan yang melukai farji (kemaluan) korban, serta sanksi karena pelaku telah berzina.
Abdurahman al-Maliky dalam kitab Nizhamul Uqubat fil Islam menjelaskan bahwa perlukaan terhadap farji termasuk perkara jinayah yang dikenakan sanksi berupa harta (diat). Untuk menentukan sanksi berupa setengah diat (50 ekor unta) atau satu diat (100 ekor unta), harus diperhatikan terlebih dahulu luka yang ditimbulkannya.
Adapun sanksi karena melakukan zina sesuai dengan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah saw. menetapkan bagi orang yang berzina, tetapi belum menikah, (untuk) diasingkan selama setahun dan dikenai had kepadanya.”
Jika pelaku sudah menikah (muhsan), ia mendapat hukuman rajam sampai mati. Kedua sanksi ini harus dijalankan oleh pelaku kekerasan seksual. Ia harus membayar diat, dan setelahnya ia akan dikenakan had zina.
Islam memiliki seperangkat aturan hukum yang tegas. Hukuman dalam sistem Islam menimbulkan efek jera dan mencegah orang lain melakukan kejahatan serupa (zawajir), sekaligus sebagai penebus dosa pelaku di akhirat di hadapan pengadilan Allah Swt. (jawabir).
Wallahu’alam bissawab.
Oleh: Siti Marhawa (Pemerhati Masalah Umat)
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru