Share ke media
Opini Publik

Pabrik Semen Beroperasi, Liberalisasi SDAE Penjajahan Gaya Baru?

23 Sep 2023 04:12:49384 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : suara.com - Pabrik Semen di Lebak Bikin Warga Menjerit: Bising, Berdebu Sampai Sawah Kering - 19 Februari 2022

Samarinda - Setelah melalui proses panjang lantaran berhadapan dengan pro-kontra, pabrik semen di Kutai Timur akhirnya resmi dibuka alias beroperasi. Padahal eksploitasi di kawasan Karst ini sudah pernah ditolak oleh berbagai elemen masyarakat sejak tahun 2016. 

Aliansi Mahasiswa Kutai Timur, Rabu (26/10/2016) menggelar aksi penolakan pembangunan pabrik semen di kawasan pegunungan Karst Sekerat,  Kaliorang, Kutai Timur. Aksi digelar di simpang 3 Jalan Yos Sudarso Sangatta Utara, namun dibubarkan aparat kepolisian karena tidak memiliki izin. Peserta demo sebagian besar mahasiswa STIPER (Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian) Kutim. 

Seperti diketahui, bentangan Karst 1,8 juta berada mulai dari timur semenanjung Mangkalihat hingga ke Sangkulirang, Kutai Timur di barat. Kawasan ekosistem Karst menyebar di tujuh Kecamatan Kutai Timur seluas 1,1 juta hektar (ha).

Tim ahli dari Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi UGM merekomendasikan hanya 1.435 ha di kawasan ekosistem Karst Sangkulirang Mangkalihat yang boleh dimanfaatkan untuk industri semen.

Dinamisator Jatam Kaltim, Mareta Sari mengaku cukup prihatin dan sedih atas diresmikannya pabrik semen di Kutim. Pasalnya, daerah yang dijadikan tempat pembangunan bahan baku semen, disebutnya berada di kawasan Karst.

Menurutnya, Karst adalah ekosistem penting di Kaltim karena Karst melayani banyak kebutuhan air bagi masyarakat di Kaltim. Salah satunya di sepanjang Sangkulirang-Mangkalihat. 

Dia menegaskan, sifat dari Karst sebagai “penangkap air” dan penampung layaknya tandon, dipastikan bakal berubah fungsi. Kehadiran pabrik semen jelas akan menghancurkan tandon alam untuk menyimpan air.

Janji Manis dan Dampak Pembangunan Pabrik Semen

Pendirian pabrik semen milik PT Kobexindo Cement di Desa Selangkau, Kaliorang, Kutai Timur, pada Rabu (23/8/2023), mendapat tanggapan positif dari pemerintah daerah. Gubernur Kaltim menyampaikan bahwa pabrik semen ini akan menjadi contoh yang menginspirasi bagi proyek-proyek masa depan.

Bahkan Bupati Kutim, Ardiansyah Sulaiman berharap kehadiran pabrik semen terbesar kedua yang diinvestasikan Hongshi Group di Indonesia itu, akan membawa multiplier effect bagi warga sekitar. Semisal membuka lapangan kerja, hingga meningkatkan perekonomian.

Seperti yang dilansir berbagai media, pabrik semen ini akan menyerap tenaga kerja sebanyak 13.000 orang.  Akan tetapi, ini hanyalah janji manis yang akan diberikan kepada masyarakat.

Buktinya PT KC telah memperkerjakan 24 orang TKA (tenaga kerja asing) asal Cina.  Hal tersebut terungkap saat rapat dengar pendapat (RDP) antara DPRD Kutim dengan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Kamis (21/1/2021). 

Di UU Ketenagakerjaan sebelumnya sudah mengatur bahwa perekrutan TKA hanya untuk posisi yang membutuhkan keahlian khusus. Namun, seiring bertambahnya investasi asing yang masuk ke Indonesia, termasuk posisi buruh/pekerja kasar pun sudah diambil alih oleh TKA.

Sejak 2014-2018, jumlah TKA di Indonesia melonjak 38,6% ketika aliran investasi ke Indonesia hanya mencatatkan pertumbuhan sebesar 17%. Jumlah TKA yang bekerja di Indonesia, paling banyak disumbang oleh Cina. Merekrut penduduk lokal pun untuk memenuhi permintaan menjadi opsi kedua, seperti mengisi sisa kuota tenaga kerja. Atau boleh jadi perekrutan kuota tenaga kerja lokal, untuk memenuhi komitmen awal kerja dan investasi. Tetapi jika di lihat jumlahnya, maka bisa dipastikan sangat kecil persentasenya dengan kebutuhan tenaga kerja secara keseluruhan.

Tidak hanya itu, terdapat perbedaan masalah gaji antara pekerja lokal dan pekerja asing. TKA yang bekerja di Indonesia mendapatkan bayaran jauh lebih tinggi dari pekerja lokal yang bekerja di posisi yang sama. Orang Indonesia hanya menerima sepertiga dari gaji TKA, kata Komisioner Ombudsman Laode Ida dalam jumpa pers di Kantor Ombudsman, Jakarta, Kamis (26/4/2018).

Jadi rasanya hanya sekedar lip service apabila pabrik semen ini dikatakan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat dengan terserapnya tenaga lokal.  Belum lagi dampak negatif dengan berdirinya pabrik semen ini. 

Menurut Walhi, kawasan Karst Sangkulirang-Mangkalihat, berhasil menyerap karbon organik sebesar 6,21 juta ton CO2 per tahun dan serapan karbon inorganik sebesar 0,18 juta ton CO2 per tahun. Dengan adanya industri semen, maka lingkungan akan rusak karena menjadi penyumbang emisi karbon terbesar.

Industri semen pun berpotensi sebagai penyumbang pencemaran udara terbesar, karena memproduksi sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NOx), karbon monoksida (CO), dan karbon dioksida (CO2). Selain juga mengakibatkan polusi debu dan penyakit sesak nafas (ISPA).

Jika karst dieksploitasi secara berlebihan, maka permukaan karst pun akan rusak dan habis terkikis. Akibatnya, cadangan air tanah akan berkurang, sehingga pada musim kemarau akan kekeringan. Sebaliknya, pada musim hujan akan terjadi banjir.

Liberalisasi SDAE, Pintu Gerbang Penjajahan Gaya Baru

Berdasarkan fakta-fakta di atas, jelaslah bahwa pembangunan pabrik semen secara tidak benar akan berdampak buruk bagi kesehatan dan kesejahteraan rakyat serta merusak lingkungan. 

Atas nama Penanaman Modal Asing (PMA),  pemerintah membiarkan swasta terutama asing untuk mengeksploitasi sumber daya alam dan energi.  Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kaltim menetapkan Kutai Timur (Kutim) sebagai daerah yang memberikan kontribusi paling signifikan untuk realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA) pada data DPMPTSP Kaltim untuk triwulan II 2023.

Realisasi investasi PMA di Kutim mencapai 92,63 juta USD, setara dengan Rp 1,37 triliun. Alias 30,13 persen dari total realisasi PMA. Kontribusi paling signifikan ada di Kutim dan ada 52 proyek PMA.

Diketahui, per triwulan II pada 2023 ini, tercatat ada tiga negara yang paling berkontribusi terhadap realisasi investasi di Kaltim. Yaitu, Tiongkok, Singapura dan Malaysia.

Menurut ASI (Asosiasi Semen Indonesia), kapasitas terpasang pabrik semen di Kalimantan mencapai 5,8 juta ton pada tahun 2020. Sementara itu, total konsumsi pada tahun 2019 hanya mencapai 4,45 juta ton. Dengan kata lain, telah ada kelebihan pasokan sebanyak 1,34 juta ton pada pulau tersebut. Jadi, pembangunan PT Kobexindo untuk siapa?

 Pada faktanya, dengan adanya undang-undang ini,  mmenyebabkan pekerja terancam tidak menerima pesangon, TKA lebih mudah masuk RI, batasan maksimum 3 tahun untuk karyawan kontrak dihapus,  jam lembur tambah dan cuti panjang hilang.  Belum lagi terbengkalainya sektor pertanian (lebih banyak impor), kerusakan lingkungan, berkurangnya lahan produktif, eksplorasi sumber daya alam secara berlebihan, serta hasil eksplorasi/keuntungan lebih banyak dibawa ke negara asalnya.

Jadi kesejahteraan yang digadang-gadang untuk kesejahteraan pada faktanya bohong belaka. Kesejahteraan bukan untuk negeri pemilik SDAE. Sebaliknya kemiskinan, ketimpangan sosial, minimnya fasilitas kesehatan dan biaya kesehatan yang makin melonjak.

Inilah yang terjadi dalam sistem kapitalisme. Sistem ini menjadikan sumber daya alam berupa kawasan karst yang melimpah dan strategis sebagai kepemilikan yang dapat dikuasai/dieksploitasi oleh swasta dan asing melalui investasi (penjajahan). Kerusakan tidak dipedulikan, rakyat pun dikorbankan, hanya difokuskan untuk mengejar keuntungan semata para kapitalis (pengusaha). Negara sudah kehilangan kemandirian dan kedaulatan dalam pengelolaan sumber daya alam dan energi yang hasilnya sangat besar manfaatnya untuk kepentingan rakyat.

Sumber daya alam yang ada di tanah kita sepenuhnya adalah milik kita dan pemerintahlah yang mempunyai kewajiban untuk mengelolanya hanya untuk kesejahteraan umatnya. Tetapi pada kenyataannya, sumber daya alam itu layaknya sebuah barang dagangan. Siapapun berhak untuk membeli, mengelola dan mendapatkan keuntungan yang tidak terbatas. Pemerintah tidak campur tangan dalam hal tersebut bahkan pemerintah berperan sebagai pihak mediasi (regulator) antara pengusaha dengan masyarakatnya.

Islam Mengatur Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Energi

Hal tersebut sangat berbeda dengan Islam. Islam menetapkan, jika barang yang diproduksi itu termasuk kepemilikan umum, maka sektor swasta tidak boleh mendirikan pabriknya, seperti industri pengeboran minyak mentah, industri kilang minyak, industri pertambangan dan pengolahan bahan tambang dari bahan mentah menjadi bahan baku (termasuk didalamnya pabrik semen). Pabrik-pabrik (industri-industri) ini dan semacamnya yang mengolah bahan mentah termasuk kepemilikan umum, maka sektor swasta tidak boleh memilikinya.

Jadi, industri-industri ini masuk dalam kepemilikan umum. Negaralah yang mengelolanya dan mendistribusikan pemasukannya kepada rakyat baik dalam bentuk produknya atau dalam bentuk pelayanan.

Kepemilikan umum bukan hanya mencakup fasilitas umum saja seperti jalan dan semisalnya. Melainkan juga mencakup apa yang telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam dua hadis sahih yang mulia :

Pertama,

« اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءٌ فِيْ ثَلاَثٍ: فِيْ الْمَاءِ، وَالْكَلَأِ، وَالنَّارِ »

“Kaum muslimin berserikat dalam tiga jenis harta: air, padang gembalaan dan api.”

Termasuk dalam cakupan pengertian api, adalah seluruh jenis energi yang digunakan sebagai bahan bakar bagi industri, mesin, dan transportasi. Demikian pula industri gas yang digunakan sebagai bahan bakar dan industri batubara. Semua itu adalah kepemilikan umum.

Kedua, hadist Rasulullah SAW kepada Abyadh bin Hamal dimana Beliau tidak mengizinkannya untuk memiliki tambang garam yang dia temukan dengan illat bahwa tambang garam itu merupakan al-mâu al-iddu (bagaikan air mengalir). Hal itu seperti yang terdapat di dalam hadis Rasulullah SAW. Al-iddu artinya yang banyak dan tidak terputus. Ini mencakup berbagai tambang, baik padat seperti tambang tembaga, besi, emas, maupun cair seperti minyak bumi ataupun berbentuk gas seperti gas alam. Mencakup pula tambang permukaan tanah yang bisa dicapai tanpa banyak bantuan seperti garam, mutiara, dan semacamnya (kapur, gamping dll), atau tambang di dalam tanah yang tidak bisa dicapai kecuali menggunakan banyak bantuan seperti tambang-tambang dalam perut bumi.

Semuanya merupakan kepemilikan umum. Negara Khilafah adalah pihak yang mengelola berbagai kekayaan itu baik eksplorasi, penjualan, maupun pendistribusiannya. Negara Khilafah-lah yang menjamin hak setiap muslim untuk menikmati haknya dalam kepemilikan umum tersebut.

Sumur-sumur minyak dan tambang-tambang logam di negara Khilafah bukanlah milik negara seperti dalam sistem Sosialisme yang bisa dikelola negara sekehendaknya.

Sumur-sumur minyak dan tambang-tambang logam itu juga tidak mungkin dimiliki oleh individu seperti yang terjadi di dalam sistem Kapitalisme yang memperbolehkan para kapitalis raksasa untuk memiliki sumber-sumber kekayaan melimpah itu sehingga menjadikan modal mereka lebih besar dari anggaran negara-negara.

Sesungguhnya kepemilikan umum itu adalah milik umat. Pemasukannya setelah dikurangi biaya didistribusikan kepada individu rakyat sejak mereka lahir. Begitu juga dibelanjakan untuk melindungi mereka dan menjadikan mereka sebagai kekuatan yang benar-benar diperhitungkan.

Hanya dengan negara yang menerapkan aturan Islam yang akan mampu mengelola sumber daya alam untuk kesejahteraan umat dalam rangka mewujudkan ketakwaan kepada Allah SWT.

Oleh: Nadiyah Muthmainnah

disclaimer : Tulisan ini merupakan partisipasi individu dari masyarakat yang ingin menuangkan pemikiran, ide dan gagasannya yang hak ciptanya sepenuhnya dimiliki oleh yang bersangkutan. Isi redaksi dan narasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.