Samarinda - Sejak awal Januari publik telah dihebohkan dengan temuan pagar laut misterius sepanjang 30,16 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang, Banten. Wujud pagar laut di Tangerang itu berupa bambu-bambu yang ditancapkan ke dalam dasar laut. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten, Eli Susiyanti, pada Selasa (7/1/2025) mengungkapkan, pihaknya pertama kali menerima informasi adanya aktivitas pemagaran laut pada 14 Agustus 2024. Mengetahui hal itu, DKP Banten segera menindaklanjutinya dengan melakukan pengecekan secara langsung pada 19 Agustus 2024. Dalam pengecekannya itu, Eli mencatat, pemagaran laut yang terpantau baru mencapai sekitar 7 kilometer.
Meski sudah di terima informasi sejak 14 Agustus 2024. Namun, kasus ini baru mencuat ke publik akhir 2024. Pembangunan pagar laut telah mencaplok wilayah pesisir 16 desa di 6 kecamatan di Tangerang. Berdasarkan data Bhumi milik Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), total wilayah laut yang masuk area pagar laut mencapai 537,5 hektare.
Pagar bambu sepanjang 30,16 km itu sudah disegel oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada Kamis (9-1-2025). Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono menyebut penyegelan ini atas perintah Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono. Kini pagar laut sudah dibongkar oleh TNI AL dipimpin oleh Danlantamal III Jakarta Brigadir Jenderal (Mar) Harry Indarto. Hingga Ahad (26-1-2025), pagar yang dibongkar mencapai 15,5 km.
Terbongkarnya kasus pengaplingan laut di lokasi pagar laut sepanjang 30,16 km di perairan Kabupaten Tangerang, seperti fenomena gunung es. Ternyata banyak kasus serupa terjadi di Indonesia. Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan ada 169 kasus ruang laut. Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyebutkan bahwa selain di Tangerang, yang saat ini menjadi perhatian publik, masalah serupa juga sebelumnya sudah ditangani oleh KKP di Batam, Sidoarjo, Surabaya, dan Bekasi. Bahkan pagar laut juga dijumpai di depan pulau reklamasi C, sepanjang 1,5 kilometer di perairan Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.
Pemagaran Laut Merampas Ruang Hidup Rakyat Akibat Ulah Raksasa Oligarki dan Pemimpin Populis Otoriter
Kemunculan pagar laut ini menimbulkan kekhawatiran besar bagi masyarakat. Selain berpotensi merusak ekosistem laut karena berdampak pada terganggunya dinamika arus laut, kerusakan terumbu karang, hingga peningkatan kekeruhan perairan, kerugian juga berimbas pada aspek sosial dan ekonomi. Gangguan terhadap ekosistem laut sudah tentu berpengaruh pada hasil tangkapan ikan, merugikan nelayan, dan pada akhirnya menimbulkan efek domino pada ekonomi lokal. Hal itu bukan kerugian yang hanya dapat diukur dengan angka, tetapi juga dampak terhadap kehidupan masyarakat. Misalnya saja di Tangerang.
Keberadaan pagar laut merugikan warga karena menyulitkan nelayan dan pembudi daya untuk mencari nafkah. Total warga yang berprofesi sebagai nelayan sebanyak 3.888 orang dan pembudi daya sebanyak 502 orang. Ombudsman menaksir kerugian yang dialami nelayan mencapai Rp 24 miliar. Ombudsman juga mencatat bahwa kerugian yang dialami para nelayan tidak hanya berasal dari berkurangnya hasil tangkapan ikan, tetapi juga dari penurunan kualitas lingkungan pesisir yang menjadi habitat ikan. Para nelayan mengungkapkan bahwa beberapa tempat perikanan yang mereka andalkan sebelumnya telah terhalang oleh proyek pagar laut ini, yang memengaruhi pola migrasi ikan.
Kasus pagar laut di Tangerang ini diduga menjadi bagian dari proyek Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2) hanya salah satu contoh praktik korporatokrasi, terutama karena pembangunannya telah dinyatakan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Mengutip Katadata (24-3-2024), Jokowi menetapkan Pengembangan Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2) menjadi PSN, bersamaan dengan Kawasan Terpadu Bumi Serpong Damai (BSD).
PSN di PIK 2 tentu saja hanya memihak kaum berduit. Pasalnya, sudah jamak dikenal bahwa PIK (PIK 1 dan PIK 2) adalah kawasan elite, tidak hanya dari sisi penghuni, tetapi juga pihak pengembangnya (developer). PIK 1 dan PIK 2 diketahui dibangun oleh Agung Sedayu Group dan Salim Group. PIK 2 bahkan digadang-gadang sebagai pengembangan besar yang menghubungkan Indonesia dengan negara di seluruh dunia. Ini karena PIK 2 dibangun sebagai waterfront city yang didesain berkelas dunia, juga smart city yang didesain dengan teknologi modern sekaligus pengembangan properti dengan peluang investasi yang menjanjikan.
Maka di balik itu semua ada raksasa oligarki yang berkepentingan untuk memperoleh lahan demi memperluas bisnisnya. Dengan memanfaatkan celah aturan yang ada, lahan pun bisa didapatkan meski saat ini masih berupa laut. Ke depan, dengan melakukan reklamasi, laut yang sudah tersertifikasi bisa menjadi lahan yang siap untuk dibangun. Proyek properti di daratan tidak pernah dirasa cukup sehingga laut pun dikavling untuk dijadikan daratan demi memperoleh keuntungan lebih banyak lagi. Maka semakin tampak jelas terlihat perampasan ruang hidup yang dirasakan oleh rakyat.
Negara ala kapitalisme gagal dalam melindungi rakyatnya. Sikap negara yang tidak tegas dan bahkan berpihak pada para kapitalis yang jelas-jelas menyengsarakan rakyat ini disebabkan karena model negara yang ala kapitalisme, yaitu tidak memiliki kedaulatan dalam mengurus urusan rakyat. Kedaulatan tersebut tergadaikan akibat prinsip kebebasan kepemilikan yang merupakan keharusan dalam sistem kapitalisme. Meski lingkungan rusak dan rakyat sengsara akibat ulah para kapitalis yang mencaplok laut, negara tidak bisa menghukum mereka. Negara terbelenggu oleh doktrin kebebasan individu dan tidak bisa melindungi rakyat dari gurita kuasa para kapitalis. Jadilah rakyat harus melawan korporasi sendirian, tanpa ada negara sebagai perisai (junnah). Akibatnya, rakyat mengalami intimidasi dan dalam posisi yang lemah karena negara tidak menjalankan perannya sebagai pengurus (raa’in) dan perisai (junnah). Negara hanya berperan menjadi regulator yang bergerak sesuai dengan arahan para oligarki kapitalis, bahkan menjadi penjaga kepentingan kapitalis. Ini sungguh berbeda dengan profil negara dalam Islam.
Islam Melindungi Kedaulatan Wilayah Negara Islam merupakan negara yang memiliki kedaulatan penuh untuk mengurus urusan negara dan menyejahterakan rakyatnya. Kedaulatan dalam pandangan Islam itu di tangan syariat, bukan di tangan manusia. Syariatlah yang seharusnya memimpin, bukan (hawa nafsu) manusia. Semua perilaku, ucapan, dan kebijakan penguasa wajib tunduk pada syariat Islam.
Islam membagi kepemilikan berdasarkan izin dari pembuat syara’ menjadi tiga, yaitu (1) kepemilikan individu (private property/milkiyyah fardhiyah,) (2) kepemilikan umum (collective property/milkiyyah ‘amma) dan (3) kepemilikan negara (state property/milkiyyah daulah).
Terkait kepemilikan umum, benda-benda yang termasuk didalamnya adalah yang memang di peruntukkan bagi suatu komunitas masyarakat yang benda ini tampak pada tiga macam, yaitu : Merupakan fasilitas umum. Kalau tidak ada di dalam suatu negeri atau suatu komunitas maka akan menimbulkan sengketa dalam mencarinya. Barang tambang yang tidak terbatas. Sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk di miliki hanya oleh individu secara perorangan. Secara realitas, laut termasuk dalam kepemilikan umum. Sebab laut termasuk zat yang secara alami mencegah untuk di manfaatkan hanya oleh individu secara perorangan. Seperti jalanan, sungai, laut, danau, masjid, sekolah-sekolah negeri, dan lapangan umum. Jadi penguasa di dalam Islam dilarang menyentuh/mengambil harta milik umum dengan alasan apa pun. Artinya, tidak ada penguasaan/pemagaran atas harta milik umum, kecuali oleh negara. Pelanggaran terhadap hukum tersebut adalah kemaksiatan dan negara akan memberi sanksi tegas bagi pelakunya. Berdasarkan hal ini, laut terkategori milik umum bagi seluruh rakyat. Maka haram hukumnya jika ada individu (perorangan maupun korporasi) yang ingin memiliki laut.
Demikian pula, tidak boleh ada individu yang menguasai/memagari laut. Inilah aturan di dalam Islam yang mengatur mengenai kepemilikan umum. Aturan yang bersumber dari Allah SWT dan RasulNya, yang tentu akan mendatangkan kesejahteraan bagi umat manusia. Wallahua’lam bisshawab.
Oleh : Rosidah,S.H. (aktivis dakwah)
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru