Samarinda - Terjadi dua kasus ibu mencabuli anaknya dan direkam karena iming-iming uang. Beberapa hal pun menjadi sorotan dari Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Awalnya, seorang ibu muda berinisial R (22) di Tangerang Selatan, Banten, dilaporkan melecehkan anak kandungnya sendiri yang berusia 4 tahun. Kejadian serupa kembali terjadi. Kali ini, polisi menangkap ibu inisial AK (26), yang tega mencabuli putra kandungnya yang masih berusia 10 tahun di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kawiyan mengaku prihatin atas banyaknya kasus pelecehan seksual yang dilakukan orang tua terhadap anak kandungnya.
(https://news.detik.com/berita/d-7382647/hal-ini-jadi-sorotan-usai-muncul-2-kasus-ibu-cabuli-anak-bermodus-sama)
Cerminan Gagalnya Pendidikan dalam Mencetak Individu Berkepribadian Islam dan Berkarakter
Ini sangat mengkhawatirkan. Rumah yang seharusnya menjadi tempat aman bagi anak , ternyata tidak aman. Ini karena orang-orang yang seharusnya menjadi pelindung dan penjaga keluarga, justru saat ini menjadi ancaman. Mereka tega menodai anak keturunannya, generasi penerus mereka. Lalu, di mana akal sehat dan rasa kasih sayang yang merupakan penampakan naluri nau’ mereka?
Kasus ini juga menunjukkan bahwa perempuan pun bisa menjadi pelaku kejahatan seksual dan menyasar anak-anak sebagai korban.
Peristiwa ini mematahkan pandangan yang disampaikan sekelompok orang yang selalu menempatkan perempuan sebagai korban. Nyatanya perempuan juga bisa menjadi pelaku, bahkan dengan tindakan keji yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Hal ini disampaikan oleh Ustadzah Arum Harjanti, Pengamat Sosial, kepada MNews.
Arum memprediksi, ada faktor yang membuat pelaku menjadi seperti itu. “Banyak hal yang bisa membuat fitrah keibuan tercerabut, baik faktor dari dalam maupun dari luar. Kalaulah benar dugaan bahwa pelaku tersebut mengalami gangguan kejiwaan, maka tentu ada kondisi yang membuat pelaku terganggu jiwanya. Dan tentunya ada banyak faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa tersebut.
Jika kita menelaah sistem kehidupan saat ini, tidak berlebihan rasanya bila kita menyimpulkan bahwa ada banyak hal yang memberikan tekanan pada kehidupan seseorang termasuk seorang ibu.
Kehidupan terasa makin sempit dan sulit, apalagi bagi ibu yang menjalankan peran ganda. Kehadiran buah hati yang semestinya menyejukkan hati, terasa membuat hidup makin berat karena tuntutan kebutuhan yang bertambah, sementara itu penghasilan yang didapat tidak seberapa.
Sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan oleh negara mengakibatkan kesejahteraan hidup sulit diraih. Tidak adanya jaminan kebutuhan pokok oleh negara membuat kemiskinan tidak mampu dielakkan. Beratnya beban hidup tanpa disertai kekuatan iman akan mengakibatkan hidup dalam tekanan. Kondisi ini dapat memicu dilakukannya tindakan apa pun yang dianggap dapat melepaskan beban kehidupan.
Situasi seperti ini membuat akal sehat tidak lagi digunakan, jadilah hal-hal yang di luar kepatutan juga di luar nalar, bahkan yang haram sekalipun dapat dilakukan. Tekanan kehidupan dalam waktu yang lama, dapat menimbulkan gangguan kejiwaan, yang tentu dapat memperparah keadaan.
Beginilah jika sistem kapitalisme dijadikan pijakan kehidupan. Setiap orang merasa bebas berbuat. Agama tidak lagi dijadikan pegangan menjalani kehidupan. Akal sehat dan naluri mereka kalah oleh hawa nafsu. Sementara itu, masyarakat pun abai melakukan amar makruf nahi mungkar akibat sistem kapitalisme yang cenderung melahirkan manusia individualis.
Terlebih lagi, negara dalam sistem sekuler kapitalisme sangat lemah perhatiannya terhadap urusan rakyatnya. Negara tidak mampu memberi rasa aman bagi rakyatnya. Rakyat terpaksa harus melindungi sendiri diri dan keluarganya. Lalu, upaya apa yang bisa dilakukan keluarga muslim untuk mencegahnya?
Pandangan Islam Terhadap Peran Ibu
Di dalam Islam, peran perempuan dalam keluarga sangat penting, yaitu sebagai ibu (ummun) dan pengelola rumah (rabbah al-bayt). Oleh karena itu, posisi dan kedudukannya sebagai ibu (ummun) ini, telah memberikan hak penuh kepada ibu untuk mengandung, melahirkan, merawat, menjaga, menyusui, dan mengasuh anak-anak.
Peran ini, terutama dalam masalah pengasuhan merupakan bagian penting dari hak sekaligus kewajiban bagi seorang ibu sampai anak usia mumayyiz (anak yang sudah dapat membedakan baik dan buruk). Sehingga seorang anak akan memperoleh kasih sayang secara sempurna dari seorang ibu, mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan fitrahnya.
Selain itu, kedudukan ibu (ummun) juga berperan sebagai pendidik utama dan pertama bagi buah hatinya. Seorang ibu harus mampu meletakkan dasar-dasar pembentukan jiwa dan karakter pada anak- anaknya untuk mempersiapkan mereka menjadi generasi yang tangguh, salih, dan bertakwa. Dengan peran ini maka seorang perempuan atau ibu akan menjadi mulia.
Sebenarnya hak menjaga atau mengasuh anak yang masih kecil dalam masalah hadhanah, ketentuan awalnya berada pada kedua orang tuanya. Hadhanah adalah menjaga atau mengasuh anak kecil yang masih lemah akalnya dari berbagai hal yang dapat membahayakannya, mendidiknya dan menunaikan apa-apa yang baik dan dibutuhkan oleh anak hingga dia mampu mandiri. Hal ini sesuai dengan perintah Allah SWT dalam firman-Nya;
یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ قُوۤا۟ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِیكُمۡ نَارࣰا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَیۡهَا مَلَـٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظࣱ شِدَادࣱ لَّا یَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَاۤ أَمَرَهُمۡ وَیَفۡعَلُونَ مَا یُؤۡمَرُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahrim: 6)
Jadi kedua orang tualah yang memiliki hak dan kewajiban untuk menjaga dan melindungi, serta mengurus segenap keperluan anak dengan penuh cinta dan kasih sayang. Akan tetapi ketika terjadi persoalan dalam rumah tangga yang berdampak pada persoalan pengasuhan anak.
Dan dalam hal ini, peran ibu amatlah penting. Karena ibu adalah madrasatul ula bagi anak-anaknya. Maka Islam pun menetapkan beberapa kriteria yang harus dimiliki oleh seorang ibu agar optimal dalam menjalankan peran strategisnya sebagai pendidik dan pencetak generasi pemimpin peradaban, antara lain:
Pertama, seorang ibu harus memiliki keimanan dan ketakwaan yang kokoh. Agar ibu dapat memahami arti hidupnya hanya untuk menghamba pada Allah SWT. Ia akan selalu memastikan amalnya sesuai dengan hukum syarak, termasuk dalam menjalankan fungsinya sebagai ibu. Ibu yang seperti ini akan mengokohkan keimanan sejak dini pada anak-anaknya. Dengan ini, diharapkan anak-anak memiliki keimanan yang kokoh, yang akan menjadi benteng awal dan utama bagi dirinya dalam menjalani hidup sebagai generasi calon pemimpin peradaban.
Kedua, ibu harus memahami bahwa anak adalah amanah Allah SWT. Para ibu dan orang tua memang wajib menjalankan amanahnya untuk menjaga anak dari hal-hal yang bisa menjerumuskan mereka ke dalam azab neraka. Hal ini sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT dalam QS. At-Tahrim: 6. Pemahaman seorang ibu bahwa amanah ini berasal dari Allah dan akan dihisab di akhirat kelak, akan menjauhkan ibu dari sikap berat dan putus asa saat dihadapkan pada tantangan dalam mendidik anak. Ibu yang seperti ini akan menguatkan kesabarannya dan selalu optimis, serta penuh harap pada Allah SWT akan diberikan kemudahan dalam mendidik anak, disertai keyakinan adanya pahala berlimpah manakala ikhlas menjalankan amanah tersebut
Ketiga, ibu harus memiliki karakter mulia sebagai pendidik. Dengan keimanan yang kokoh dan kepribadian Islam yang agung, seorang ibu akan selalu terdepan dalam kebaikan dan sangat layak menjadi teladan bagi anak-anaknya.
Keempat, ibu harus memahami bahwa anak adalah aset perjuangan dan masa depan umat. Sejak runtuhnya negara Khilafah sebagai perisai (junnah), kondisi umat Islam sedunia terus didera oleh persoalan hidup di segala bidang. Maka umat membutuhkan generasi tangguh sebagai calon pemimpin perjuangan Islam, demi menghadirkan kembali karakter khairu ummah sebagaimana ketentuan Allah SWT dalam QS. Ali Imran: 110. Dan para pemimpin tangguh itu hanya lahir dari didikan ibu yang tangguh pula
Kelima, ibu harus memiliki kesadaran politik Islam. Seorang ibu yang tangguh akan memahami bahwa pengaturan urusan umat harus dijalankan dengan panduan syariat Islam. Pandangannya ini adalah buah dari kesadaran politiknya yang didasarkan pada syariat Islam kaffah yang dipahaminya dalam proses pembinaan (tastqif) dirinya dengan tsaqafah Islam.
Keenam, ibu harus memiliki pemahaman Islam tentang pendidikan anak. Secara implementatif, hal ini jelas dibutuhkan oleh para ibu dalam mendidik anak-anak mereka. Seorang ibu hendaknya menguasai konsep pendidikan anak dalam Islam, dan juga teknik pendidikan yang dibutuhkan bagi optimalnya tumbuh kembang anak.
Demikianlah gambaran sosok ibu dambaan dalam Islam. Dengan seluruh keistimewaannya, ibu akan mampu melejitkan potensi anak-anak dan generasi umat ini. Namun seluruh peran strategis ibu itu harus ditopang oleh support system Islam, berupa penerapan Islam kaffah pada seluruh bidang kehidupan negara.
Makna ini sejalan dengan firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 208
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan,…” (QS. Al-Baqarah ayat 208)
Walllaahu’alam bish-showwaab.
Oleh: Dra.Hj. Sri Wahyuni Abdul Muin
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru