Share ke media
Opini Publik

Pelemahan Peran Perempuan Di Balik Penguatan PEKKA

01 Jun 2024 11:00:57521 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : peka.or.id

Samarinda - Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim bekerja sama Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kukar, dan Yayasan Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) Jakarta, menggelar peningkatan kapasitas sumber daya lembaga penyedia layanan pemberdayaan perempuan di Hotel Grand Fatma Tenggarong, mulai Rabu (15/5) hingga Kamis (16/5) lalu.

Kegiatan tersebut diikuti puluhan perempuan yang berperan sebagai kepala keluarga. Adapun kegiatan ini banyak memberi pembelajaran dan pembekalan tentang penguatan peran PEKKA bagi perempuan Kukar. Diungkapkan Kadis KP3A Kaltim Noryani Sorayalita melalui Kabid Kesetaraan Gender Fachmi Rozano, pemberdayaan sangat penting, lantaran perempuan memiliki peran penting dalam program pembangunan berkelanjutan. 

Pelemahan Peran Perempuan

Peran utama perempuan adalah di rumah sebagai isteri dan ibu. Kepala keluarga merupakan peran suami, kewajibannya mencari nafkah. Suami sebagai tulang punggung keluarga, sebaliknya perempuan merupakan tulang rusuk suami. Namun bagaimana jika perempuan mengambil alih peran kepala keluarga? Sebagaimana yang dicanangkan pemerintah saat ini melalui penguatan peran PEKKA.

Diungkapkan Kadis KP3A Kaltim Noryani Sorayalita melalui Kabid Kesetaraan Gender Fachmi Rozano, pemberdayaan sangat penting, lantaran perempuan memiliki peran penting dalam program pembangunan berkelanjutan. Penguatan PEKKA bertujuan untuk mendorong indeks pemberdayaan dan pembangunan gender, yang di Kaltim masih rendah. Perempuan didorong berdaya di masyarakat dengan pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki. Bahkan, meningkatkan kualitas hidup keluarga mereka.

Demikianlah peran perempuan yang utama sebagai isteri dan ibu di rumah kini seakan berperan ganda untuk bekerja. Perempuan didorong untuk mandiri meningkatkan ekonominya dan meningkatkan kapasitas sumber dayanya. Dengan kemandirian perempuan diharapkan dapat berjalan terus menerus dan bisa mendukung program-program pemerintah dalam pembangunan.

Dengan berperan gandanya perempuan tentu tidak sedikit menggeser tugas utama, yakni isteri dan ibu. Perempuan mengambil alih peran kepala keluarga akibatnya berbagai persolan menyertainya. Pengasuhan dan pendidikan anak akan tergantikan oleh pembantu, nenek atau tempat penitipan. Pelayanan terhadap suami pun akan minim karena kecapean. Akhirnya keretakan rumah tangga, perselingkuhan hingga perceraian karena perempuan sudah keluar dari fitrahnya.

Perempuan dijadikan mesin penghasil keuntungan bagi kapitalisme. Penguatan PEKKA tidak akan membawa perubahan berati untuk meningkatkan perempuan. Nasib perempuan akan tetap sama, bahkan bertambah parah karena akar persoalan perempuan adalah sistem kehidupan yakni kapitalisme.

Tidak tepat menganggap perempuan sebagai solusi permasalahan yang berbau gender. Perempuan kepala keluarga adalah korban sistem saat ini. Penguatan PEKKA justru pelemahan bagi peran sebagai isteri dan ibu.

Perempuan Berdaya dengan Islam

Allah tidak membedakan penciptaan laki-laki dan perempuan, perbedaan hanya terletak pada ketakwaan. Islam mengajarkan bahwa laki-laki dan perempuan itu sama. Mereka diciptakan memiliki kemampuan masing-masing sesuai dengan fitrahnya.

Laki-laki diberikan kekuatan karena ia bertugas sebagai pemimpin, baik memimpin keluarganya maupun masyarakat. Maka dari sini, Allah memberikan kewajiban bekerja bagi para lelaki. Perempuan dianugerahi kelembutan dan kasih sayang dengan tugas besarnya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Sementara bagi perempuan hukum bekerja adalah boleh, asalkan tidak mengabaikan kewajiban sebagai isteri dan ibu serta melanggar hukum syara’.

Dalam Islam perempuan akan berdaya, berkarya dan mulia. Perempuan dengan sistem pemerintahan Islam akan mencetak generasi emas peradaban Islam. Tak sedikit perempuan akan jadi ilmuwan dan andil dalam pemerintahan Islam. 

Perempuan dalam Islam boleh menjadi anggota partai politik dan melakukan muhasabah lil hukkam (menasehati penguasa), serta memilih pemimpin. Perempuan juga diperkenankan menjadi anggota Majelis Umat yang merupakan lembaga perwakilan umat. Namun Islam tegas melarang perempuan menjadi pemimpin dalam urusan kekuasaan dan pemerintahan. Hanya dengan Islam perempuan mulia dan terselamatkan dari peran ganda yakni kepala keluarga. Peran perempuan dalam Islam akan sesuai dengan fitrahnya yakni sebagai isteri dan ibu.

Wallahu’alam…

Oleh: Rahmi Surainah, M.Pd alumni Pascasarjana Unlam Banjarmasin