Rumah merupakan kebutuhan dasar bagi manusia yang berfungsi sebagai tempat tinggal sekaligus sarana membina keluarga. Rumah menjadi hak dasar yang harus dipenuhi sesuai standar agar layak dihuni. Namun, pada kenyataannya masih terdapat masyarakat yang belum mempunyai rumah layak huni khususnya bagi kelompok masyarakat miskin.
Untuk itulah, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur (Kaltim) berkomitmen dalam menyukseskan program pembangunan perumahan agar semua rumah layak huni. Sekretaris Daerah Kabupaten Kukar Sunggono mengatakan, dalam upaya mewujudkan pemukiman layak, sejak beberapa tahun lalu Pemkab Kukar mengaplikasikannya melalui pembangunan dan rehabilitasi rumah tidak layak huni (RTLH) menjadi layak huni (Mediakaltim.com, 04/05/2025).
Rehabilitasi hingga pembangunan RTLH yang dilakukan Pemkab Kukar merupakan upaya untuk menurunkan angka kemiskinan yang saat ini masih tergolong tinggi, yakni sebesar 7,61 persen atau sebanyak 60.857 penduduk berdasarkan data BPS Kalimantan Timur 2024. Sedangkan dalam menjalankan program bedah rumah tersebut, Pemkab Kukar menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, antara lain dengan Kodim 0906/Kukar dan Kodim 0908/ Kota Bontang, dilakukan melalui giat Tentara Manunggal Masuk Desa (TMMD).
Kapitalisme Melahirkan Kemiskinan
Program pembangunan rumah layak huni menjadi angin segar bagi masyarakat yang membutuhkan. Apalagi di tengah himpitan ekonomi hari ini, jangankan untuk membeli rumah dengan harga yang tidak murah, demi mempertahankan hidup sehari-hari saja sudah susah. Ditambah, sekarang harga tanah dan bahan bangunan melambung tinggi semakin menjauhkan impian masyarakat kecil untuk segera memiliki rumah yang nyaman, aman, dan memberikan perlindungan.
Namun, apakah program RTLH ini mampu menuntaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat? Nyatanya, upaya tersebut tidak benar-benar menjadi solusi. Faktanya, tidak semua masyarakat dapat mengakses program ini. Mereka harus memenuhi berbagai persyaratan yang ditetapkan. Bahkan, saat penyalurannya pun seringkali tidak tepat sasaran. Hal inilah yang menyebabkan mengapa masalah rumah tidak layak huni terus berlanjut.
Selain itu, program tersebut juga tidak menyentuh akar persoalan kemiskinan. Rendahnya kepemilikan rumah layak huni hanyalah salah satu dampak dari kemiskinan. Sesungguhnya, kemiskinan yang terjadi di negeri ini disebabkan problem sistematis. Penerapan sistem kapitalisme telah menghilangkan fungsi utama negara sebagai pemelihara urusan rakyat. Akibatnya, banyak kebutuhan dasar rakyat berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, fasilitas umum dan sebagainya tidak dipenuhi oleh negara. Rakyat dibiarkan berjuang hidup secara mandiri. Sementara pada saat yang sama, pemerintah terus menelurkan berbagai kebijakan yang makin kapitalistik serta berpotensi melahirkan kemiskinan struktural dan sistemis.
Kapitalisme juga menyebabkan jurang antara kaya dan miskin semakin menganga. Orang kaya bisa menikmati rumah megah dengan fasilitas yang wah. Sedangkan masyarakat miskin harus berlapang dada tinggal di rumah kecil yang terbuat dari kayu-kayu sisa, spanduk atau terpal bekas. Bahkan ada rumah di bawah kolong jembatan yang dibuat seadanya.
Mirisnya lagi, sistem tersebut membuat sumber daya alam yang melimpah tidak dapat diakses oleh masyarakat. Kekayaan alam tersebut justru dikuasai dan dinikmati swasta ataupun asing. Sedangkan rakyat tidak pernah merasakan hasilnya, hanya ketimpangan dan kesengsaraan yang didapat.
Solusi Islam
Islam memiliki serangkaian mekanisme pengaturan yang komprehensif untuk menjamin pemenuhan kebutuhan dasar setiap individu rakyat hingga seseorang tersebut terbebas dari kemiskinan. Di antaranya, pertama, Islam telah menetapkan kebutuhan primer manusia terdiri atas sandang, pangan dan papan. Terpenuhi tidaknya ketiga kebutuhan tersebut, selanjutnya menjadi penentu miskin tidaknya seseorang. Sebagai kebutuhan primer, tentu pemenuhannya atas setiap individu, tidak dapat ditawar-tawar lagi. Oleh karena itu, Islam memberikan jaminan atas pemenuhan kebutuhan ini.
Kedua, Allah Swt. memerintahkan penguasa untuk bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyatnya, termasuk menjamin kebutuhan pokok mereka yaitu sandang, papan, pangan, penyediaan layanan pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, pengaturan kepemilikan dan sebagainya. Rasulullah Saw. bersabda: “Pemimpin atas manusia adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR al-Bukhari, Muslim dan Ahmad).
Terkait pemenuhan hunian yang layak, maka ia juga dipandang sebagai kebutuhan primer manusia yang harus terpenuhi. Oleh karena itu, negara Islam akan menjamin kebutuhan perumahan tidak saja dilihat dari aspek kuantitas, tetapi juga kualitas. Negara membuat regulasi yang memudahkan kepemilikan tanah dan rumah baik diberikan secara cuma-cuma, atau dijual dengan harga terjangkau kepada individu rakyat. Tak hanya itu, negara juga akan memperhatikan lingkungan perumahan yang mencakup sarana prasarana, seperti jalan, listrik, drainase air, dan lainnya. Serta menjaga keamanan perumahan sehingga para penghuninya merasa aman dan nyaman.
Ketiga, Islam mengatur masalah kepemilikan dalam tiga aspek: kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Adanya kepemilikan individu, menjadikan rakyat termotivasi untuk berusaha mencari harta guna mencukupi kebutuhannya termasuk membangun rumah layak huni, baik yang mewah ataupun sederhana. Untuk aset yang tergolong kepemilikan umum tidak boleh dimiliki oleh individu atau dimonopoli swasta. Karena ini adalah harta umat, maka pengelolaannya diserahkan pada negara agar hasilnya bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh umat. Adanya kepemilikan negara dalam Islam akan menjadikan negara memiliki sumber-sumber pemasukan dan aset-aset yang cukup untuk mengurusi umat. Termasuk memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan masyarakat miskin.
Dengan mekanisme di atas, tentu saja kemiskinan akan mampu teratasi dengan tuntas. Bahkan ketika ada rakyat yang membutuhkan bantuan untuk membangun atau merenovasi rumahnya yang tidak layak huni, negara bisa segera membantu tanpa harus berbelit-belit dalam pengurusannya yang menyulitkan rakyat. Maka sungguh, hanya dalam sistem Islam Kaffah, seluruh persoalan kehidupan manusia mampu terselesaikan dan kesejahteraan akan dirasakan. Wallahua’lam bish shawab
Oleh : Ita Wahyuni, S.Pd.I. (Pemerhati Masalah Sosial)
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru