Samarinda - Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Unmul menggelar roadshow bertajuk “Sosialisasi Mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus”. Pelaksanaannya mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendibudristek) 30 Tahun 2021 Bab II, pasal 6 ayat (3) huruf g. Kegiatan ini bertujuan memberikan edukasi di wilayah kampus, agar kekerasan seksual tidak terjadi di lingkungan kampus.
Menurut Haris Retno yang menjadi pimpinan Satgas PPKS, dosen Fakultas Hukum (FH) dan juga menjadi advokat di Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) FH Unmul salah satu tugas satgas PPKS adalah memastikan mahasiswa yang menjadi korban kekerasan seksual melanjutkan pendidikan. Selain itu, satgas PPKS juga bisa merekomendasikan penghentian tugas terduga pelaku kekerasan seksual.
Retno menyebutkan, kasus kekerasan seksual di kampus mayoritas terjadi saat bimbingan skripsi. Pasalnya, pada momen ini dosen pembimbing kerap merasa berkuasa atas kelulusan mahasiswa. Oleh karena itu, Permendikbud 30/2021 memberikan arahan tentang tata kelola khusus terkait bimbingan skripsi. “Bimbingan skripsi tidak boleh dilakukan di luar jam dan area kampus. Kecuali untuk situasi-situasi tertentu,” jelasnya.
Kekerasan seksual saat ini sering terjadi di kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah maupun perkantoran. Menurut data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak yang digagas oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, pada tahun 2022 terdapat 11.686 kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia. Perempuan adalah korban yang paling banyak dibandingkan laki-laki.
Makin meningkatnya jumlah kekerasan seksual di lingkungan perguruan tertinggi. Komnas Perempuan menyebut pada 2020 jumlahnya sekitar 88% dari total kasus yang diadukan. Sebanyak 27% diantaranya terjadi di lingkungan perguruan tinggi. Sehingga masyarakat pun pesimis apakah pembentukan satgas PPKS merupakan solusi mengatasi kekerasan seksual.
Penerapan kampus merdeka yang menanamkan nilai moderasi dalam beragama yang justru makin menjauhkan generasi saat ini terhadap norma agama. Kebebasan berpendapat, berperilaku, serta gaya hidup konsumerisme adalah buah dari sistem sekuler liberal. Dimana perilaku bermartabat tak lagi dijunjung dan aturan agamapun seolah di lupakan dari kehidupan. Agama hanya terbatas pada ritual ibadah saja.
Kerja tim satgas PPKS diantaranya menyusun Stabdar operasional Prosedur (SOP) terkait alur pengaduan, alur koordinasi hingga kerjasama dengan mitra baik di dalam dan luar kampus. Pembentukan Satgas PPKS ini merupakan solusi sesaat selama pemikiran liberal masih dijunjung tinggi. Sekularisme liberal justru berpotensi menumbuhkan perilaku seks bebas. Solusi dalam penanganan kekerasan seksual yang tepat adalah dengan menggunakan aturan Islam yang sudah tentu terbukti penanganannya secara holistik.
Kampus adalah level tempat pendidikan tertinggi yang semestinya menjadi tempat untuk menghasilkan individu yang makin bertakwa, berakhlakul karimah, dan mampu mengintegrasikan antara ilmu dan amal. Namun, kini perguruan tinggi justru menjadi tempat subur bagi kekerasan seksual. Oleh karenanya butuh aturan yang lengkap dalam menyelesaikan persoalan ini. Butuh pula sistem yang memberikan solusi komprehensif dalam mengatasi problem kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.
Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna dan di ridhoi Allah SWT, sebagaimana firman Allah SWT : “Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya”(TQS. Ali Imran:19). Islam mampu menciptakan kenyamanan dan keamanan dalam proses pendidikan, karena Islam mengatur setiap individu dengan syariat sehingga akan menghasilkan pengajar maupun peserta didik yang sholih yang akan menerapkan ilmunya berdasarkan syariat Islam.
Sistem pendidikan Islam tidak akan bisa diterapkan tanpa adanya institusi Khilafah. Sepanjang peradaban Islam tegak selama belasan abad, kasus kekerasan seksual tidak pernah menjadi fenomenal seperti sekarang ini, apalagi di lingkungan pendidikan. Islam akan menjaga fitrah keimanan sehingga kondisi masyarakat akan terjaga dengan dakwah amar makruf nahi mungkar. Semua komponen dalam pendidikan baik itu pengajar, metode pembelajaran, kurikulum, media pembelajaran semuanya bersumber pada syariat Islam sehingga menghasilkan generasi bertakwa yang hanya takut kepada Allah SWT. Oleh karenanya sudah selayaknya sebagai generasi penerus peradaban Islam wajib menuntut ilmu dengan Islam kaffah dan memperjuangkan kembalinya Islam tegak. Wallahu a’lam bish-shawab.
Oleh : Rika Okpri (Aktivis Dakwah Muslimah)
disclaimer : Tulisan ini merupakan partisipasi individu dari masyarakat yang ingin menuangkan pemikiran, ide dan gagasannya yang hak ciptanya sepenuhnya dimiliki oleh yang bersangkutan. Isi redaksi dan narasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru