Share ke media
Opini Publik

PENAMBANG MAKAN NANGKANYA, RAKYAT KENA GETAHNYA

11 Jul 2024 12:51:59474 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : walhisulsel.or.id - Kasus Kerusakan Lingkungan Akibat Tambang “Ilegal” di Sungai Bila, Kecamatan Pitu Riase, Kabupaten Sidrap - 26 November 2018

Samarinda - Aktivitas tambang ilegal terus beroperasi di Bumi Batiwakkal alias Kabupaten Berau. Seperti viralnya video yang beredar yang menunjukkan terdapat galian pertambangan yang sudah dekat dengan bibir sungai yang mana hal ini bertentangan dengan regulasi yang sudah diatur. Bahkan aktivitas pertambangan juga dilakukan di siang bolong kala aktivitas sosial sedang tinggi-tingginya.

Dengan adanya peristiwa ini, Aliansi Muda Berau (AMUBA) melakukan konsolidasi bersama yang membahas rencana tuntutan kegiatan pertambangan ilegal ini. Sebab, pertambangan ini memberikan dampak buruk untuk masyarakat Berau. Tuntutan atau aksi tersebut dilaksanakan di Kantor Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Kalimantan Timur. Salah satu tuntutannya yakni menolak perpanjangan PKP2B perusahaan yang melakukan aktivitas tambang ilegal.

Kendati demikian, masih banyak masyarakat Berau yang mengeluhkan pertambangan ilegal ini kepada Bupati Berau yakni Ibu Sri Juniarsih. Namun disatu sisi aktivitas tersebut tidak bisa dibendung oleh Bupati dikarenakan Bupati tidak memiliki kewenangan akan hal itu, melainkan kewenangan terkait izin pertambangan di Berau berada dalam kewenangan pusat yakni Kementrian ESDM.

Carut marut tata kelola tambang akibat sistem kapitalisme sekuler demokrasi-liberal. Penguasa saling lempar tanggung jawab, tidak bergigi dihadapan pengusaha tambang ilegal, yang menyebabkan mereka bebas mengeruk kekayaan SDAE karena tidak ada ketegasan dari penguasa. Padahal nyata-nyatanya pertambangan ilegal ini berdampak buruk pada lingkungan dan masyarakat.

Meski diiming-imingi laba yang begitu besar, justru rakyat tidak bisa dapat menikmatinya. Bahkan masyarakat malah mendapatkan masalah lingkungan, kerusakan alam akibat penambangan yang terjadi di mana-mana. Banyak perusahaan tambang yang melakukan pengerukan tanpa menutup kembali lubang galian. Alhasil, lubang tersebut terisi air hujan dan menjadi danau dalam yang merenggut banyak korban terutama anak-anak.

Padahal ketentuan untuk menutup kembali lokasi galian tambang diatur di dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang. Namun, banyak perusahaan yang mengabaikan regulasi itu sehingga peristiwa tenggelamnya anak-anak di lokasi bekas tambang banyak terjadi.

Selain itu, limbah batu bara juga menjadi ladang pencemaran masyarakat. Air menjadi tidak bersih, pengairan terganggu, bahkan hasil panen juga menjadi tidak maksimal bahkan banyak yang gagal panen. Minim pasokan udara bersih disebabkan efek dari bahan bakar yang terus mengepul maupun dari tanah berdebu yang dilewati oleh truk besar. Apalagi penambangan sering terjadi di daerah yang ramai dengan kawasan rakyat yang bermukim.

Ini disebabkan mabda atau ideologi yang diemban oleh negara kita adalah mabda yang menganggungkan keuntungan dan kebebasan yaitu mabda Kapitalisme. Dengan bercokolnya mabda ini, apapun akan dilakukan demi meraup keuntungan meskipun kenyamanan dan kesehatan rakyat terganggu. Dengan mabda ini pula, dapat menggeser peran negara yang seharusnya mengelola SDAE, namun saat ini SDAE lebih banyak dikelola oleh individu. Siapapun yang memiliki kekayaan dan uang yang berlimpah, maka dia berhak untuk memiliki bahkan mengelola tambang demi keuntungan yang berlipat-lipat tanpa memperhatikan rakyat yang teraniaya.

Karena, mabda Kapitalisme lebih condong dalam mengandalkan akal serta mengesampingkan keberadaan Sang Pencipra, maka wajar jika dalam pengelolaan SDAE tidak perlu menggunakan aturan agama, cukup berdasarkan akal manusia yang sangat terbatas, lemah, serta dipenuhi oleh hawa nafsu.

Berbeda dengan mabda Islam. Islam adalah sistem aturan yang sempurna. Bukan hanya mengatur masalah ibadah, pakaian, makanan, dan akhlak, tetapi Islam juga mengatur pengelolaan SDAE. Dalam Islam, kekayaan alam yang termasuk kepemilikan umum wajib dikelola oleh negara dan hasilnya untuk kesejahteraan rakyat. Serta haram hukumnya menyerahkan kepemelikan umum kepada individu, swasta, apalagi asing.

Hal ini berdasar pada hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam At-Timidzi dari penuturan Abdyadh bin Hammal. Diceritakan bahwa Abyad pernah meminta kepada Rasulullah SAW untuk dapat mengelola tambang garam. Rasulullah SAW lalu meloloskan permintaan itu, tetapi seorang sahabat segera mengingatkan beliau: “Wahai Rasulullah, tahukan Anda apa yang telah Anda berikan kepadanya? Sungguh, Anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (mau al-iddu).” Rasulllah kemudian bersabda “Ambil kembali tambang tersebut darinya.” (HR. At-Tirmidzi)

Mau Al-Iddu adalah air yang jumlahnya sangat banyak sehingga mengalir terus menerus. Hadis tersebut menyamakan tambang garam yang kandungannya sangat banyak seperti air. Yang awalnya Rasul meloloskan permintaan Abyad, namun ketika Rasul tahu tambang tersebut cukup besar beliau pun menarik kembali pemberian itu. Apabila kandungannya sangat besar, maka tambang tersebut masuk dalam kategori milik bersama/kepemilikan umum.

Selain itu terdapat pula hadis yang menunjukkan kepemilikan umum, yakni:

“Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal, yakni air, rumput, dan api.” (HR Ibnu Majah).

Rasulullah saw. juga bersabda, “Tiga hal yang tidak boleh dimonopoli, yaitu air, rumput, dan api.” (HR Ibnu Majah).

 Oleh karena itu, negaralah yang berhak mengelola kepemilikan umum. Negara boleh melibatkan rakyat dengan status pekerja. Hasil dari pengelolaannya akan masuk ke Baitulmal/kas negara yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat.

Maka dengan mabda Islam, hasil dari pengelolaan tambang akan jelas lari kemana, yaitu untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Berbeda dengan sistem sekarang semata-mata hanya demi keuntungan pribadi. Bahkan penguasa pun tidak bisa melakukan apa-apa ketika melihat banyaknya para pengusaha tambang ilegal melakukan aksinya. Padahal regulasi telah ada, tetapi penguasa pun lebih tunduk kepada konglomerat. Disamping itu, rakyat menjadi korban dari perlakuan orang-orang yang tidak bertanggung jawab ini. Lantas, masihkan kita berharap dengan sistem ini?

وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ

Terjeman: “Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al A’raf: 56).

Oleh: Sarah Asha Fadillah, S.H