Samarinda - Raja Ampat telah lama menjadi salah satu aset penting Indonesia dalam dunia pariwisata dan ekosistem. Namun belakangan, pulau yang memiliki julukan “surga terakhir” di dunia ini menjadi sorotan tajam masyarakat karena maraknya aktivitas penambangan nikel yang dinilai sangat membahayakan ekosistem dan merusak keindahan alam yang dimiliki kepulauan Raja Ampat. (Tempo.co)
Penambangan Nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya mengakibatkan kerusakan lingkungan yang signifikan. Menurut Mahawan Karuniasa, dosen Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, tambang nikel di daerah tersebut dapat memicu kerusakan lingkungan yang parah, terutama karena lokasinya di pulau kecil yang sangat rentan terhadap perubahan lingkungan (www.enviro.or.id). Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh penambangan nikel di Raja Ampat antara lain kerusakan habitat, pencemaran air dan kerusakan tanah.
Pemerintah memutuskan untuk menghentikan sementara operasional tambang Nikel karena besarnya sorotan publik dan penolakan keras terutama oleh masyarakat penghuni Raja Ampat. Terjadinya penolakan publik tersebut bukan hanya karena kerusakan lingkungan parah yang ditimbulkannya tetapi juga karena bertentangan dengan status Raja Ampat sebagai Geopark Dunia UNESCO.
Penambangan Nikel menjadi ancaman bagi keanekaragaman hayati yang dilindungi, bahkan oleh dunia internasional. Sayangnya para oligarki berbeda pendapat dengan para pemerhati lingkungan, mereka hanya mementingkan keuntungan semata. Sudah jelas penambangan ini juga melanggar UU Kelestarian Lingkungan.
Inilah bentuk nyata kerusakan sistem kapitalisme. Penambangan yang membahayakan lingkungan dapat dilakukan meski melanggar UU yang sudah ditetapkan negara. Hal ini menunjukkan bahwa pengusaha lebih berkuasa.
Islam menetapkan SDA adalah milik umum yang harus dikelola negara dan hasilnya dikembalikan untuk rakyat. Islam juga menetapkan wajibnya menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan. Sumber Daya Alam (SDA) merupakan harta kekayaan yang sangat melimpah di bumi, baik yang sifatnya masih ada di dalam perut bumi maupun yang tersedia dan terhampar di permukaan bumi. SDA yang tersimpan di perut bumi misalnya minyak bumi, batu-bara, tambang nikel, emas, gas alam, gas bumi, pasir besi, belerang, aspal, dan sebagainya. Adapun SDA yang ada di permukaan bumi seperti panas matahari, tumbuh-tumbuhan di hutan belantara, hamparan pasir dan tanah kosong, ikan dan berbagai macam fauna di lautan dan pesisir pantai, dan sebagainya yang akan berpengaruh terhadap hidup manusia.
Islam juga memiliki konsep “hima“, yang akan melindungi lingkungan dari kerusakan akibat adanya eksplorasi. Konsep hima dari Rasulullah SAW yang mengajarkan untuk menjaga lingkungan, seperti melarang merusak alam dan mendorong penghijauan. Prinsip ini yang menekankan pentingnya merawat bumi sebagai amanah dari Allah (greenpeace.id). Hima adalah konservasi dalam Islam. Hima juga bermakna tempat yang menyenangkan. Pada masanya, tempat ini adalah padang rumput, di mana tidak boleh seorang pun menjadikannya sebagai tempat menggembala ternak. Pada masa kepemimpinan Nabi Muhammad SAW, beliau bahkan menunjuk beberapa tempat yang dijadikan sebagai hima di dekat Madinah. Peneliti bidang kajian Islam, Syauqi Abu Khalil dalam Atlas Hadits menyebutkan bahwa di tempat di mana hima diterapkan, ada larangan berburu binatang dan merusak tanaman demi menjaga ekosistem. Bahkan, manusia dilarang memanfaatkannya kecuali untuk kepentingan bersama. Demikianlah pemeliharaan lingkungan hidup dalam Islam. Nabi menyebut dalam hadisnya “Tidak ada hima dibenarkan kecuali untuk Allah dan RasulNya.”
Pemimpin dalam Islam menjalankan aturan sesuai dengan hukum syariat, dan berperan sebagai ra’in, yang artinya pengelola dan pemimpin. Sesuai dengan peran tersebut, pemimpin sepatutnya melakukan kegiatan menuntun, memandu dan menunjukkan jalan mewujudkan kehidupan yang diridhoi Allah SWT dan pastinya akan mengelola SDA dengan aman dan menjaga kelestarian lingkungan.
Ada beberapa solusi spesifik dalam perspektif Islam terhadap masalah penambangan nikel di Raja Ampat.
Evaluasi Ulang Izin: Pemerintah, yang diamanahi untuk menjaga kemaslahatan umat dan lingkungan, harus secara serius mengevaluasi ulang semua izin penambangan yang berpotensi merusak, terutama di area sensitif seperti Raja Ampat. Langkah-langkah yang telah diambil pemerintah Indonesia untuk mencabut izin beberapa perusahaan penambangan nikel di Raja Ampat sejalan dengan prinsip ini.
Audit Lingkungan yang Ketat: Penerapan audit lingkungan yang transparan dan independen, serta penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran lingkungan, sangat penting.
Rehabilitasi dan Restorasi: Jika kerusakan telah terjadi, ada kewajiban dalam Islam untuk melakukan rehabilitasi dan restorasi lingkungan semaksimal mungkin.
Partisipasi Masyarakat: Keputusan mengenai pemanfaatan sumber daya alam harus melibatkan partisipasi aktif masyarakat lokal yang akan terkena dampaknya, serta mempertimbangkan kearifan lokal dalam menjaga lingkungan.
Mencari Alternatif: Jika penambangan nikel terbukti tidak dapat dilakukan tanpa merusak lingkungan di Raja Ampat, maka harus dicari alternatif ekonomi lain yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan, seperti pariwisata ekologis yang sudah menjadi ikon Raja Ampat.
Secara keseluruhan, solusi Islam terhadap penambangan nikel yang merusak lingkungan di Raja Ampat adalah menghentikan atau mencegah aktivitas yang menyebabkan kerusakan, menegakkan prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, melindungi hak-hak masyarakat, dan memprioritaskan keseimbangan alam demi keberlangsungan hidup bagi generasi sekarang dan yang akan datang.
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru