Share ke media
Opini Publik

Pencemaran Sungai Melanda, Butuh Perubahan Tata Kelola

15 Jul 2025 12:19:5917 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : aliansizerowase.id - Sungai Indonesia Banjir Mikroplastik Dampak Amburadul Tata Kelola Sampah - 30 Desember 2022

Samarinda - Insiden pencemaran lingkungan kembali terjadi di wilayah operasional Pertamina. Pada Kamis, 19 Juni 2025 lalu, sumur pengeboran LSE 1176 RIG PDSI milik Pertamina di Kecamatan Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara, mengalami semburan api. Setelah kejadian itu, aliran Sungai Sanga-Sanga tercemar oleh limbah minyak. Warga di empat rukun tetangga (RT) mengeluhkan air sungai yang menjadi keruh, berlumpur, dan mengeluarkan bau minyak menyengat. Krisis air bersih pun tak terhindarkan (Radarkukar.com, 23/06/2025).

Sementara itu, perusahaan Umum Daerah (Perumda) Tirta Mahakam Cabang Sanga-Sanga resmi menghentikan sementara produksi air bersih akibat dugaan pencemaran air baku tersebut. Kepala Cabang PDAM Sanga-sanga, Maryati, dalam keterangan resminya menyampaikan, penghentian ini terpaksa dilakukan karena menurunnya kualitas air baku pada intake PDAM, yang menjadi sumber utama pasokan air bersih untuk masyarakat satu kecamatan. Air yang saat ini masih didistribusikan, lanjutnya, hanya untuk kebutuhan Mandi, Cuci, dan Kakus (MCK) dan tidak layak untuk dikonsumsi (Gerbangnusantaranews.id, 24/06/2025).

Menanggapi kejadian ini, Anggota Komisi III DPRD Kaltim, M. Samsun, menyatakan keprihatinannya. Legislator dari Daerah Pemilihan (Dapil) Kukar ini menyebut kejadian tersebut bukanlah yang pertama. Ia menyinggung insiden serupa yang pernah terjadi di wilayah Muara Badak, yang kala itu merugikan nelayan kerang. Samsun pun mendorong Pertamina dan mendesak pemerintah segera turun tangan untuk memulihkan sumber air warga. Ia menegaskan bahwa air bersih adalah kebutuhan dasar masyarakat yang tidak boleh diabaikan.

Konsekuensi Tata Kelola ala Kapitalisme

Pencemaran sungai hingga menyebabkan krisis air bersih masih menjadi momok yang membayangi Kaltim, terutama di daerah yang kaya sumber daya alam. Hal ini disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia yang menghasilkan limbah dan mencemari sungai, seperti kegiatan pertambangan, perkebunan, dan industri yang dilakukan secara serampangan.  


Fakta ini seharusnya menjadi warning bagi berbagai pihak untuk melakukan antisipasi dan mitigasi agar masyarakat terhindar dari kesulitan air bersih. Apalagi dampak lanjutannya yang bisa mengancam ekosistem dan kesehatan. Sayangnya, upaya ini masih minim mengingat berulangnya kasus pencemaran sungai seperti di Sanga-Sanga. 

Meskipun, perusahaan minyak plat merah berusaha bertanggung jawab dengan membangun posko layanan kesehatan, membagikan air bersih dalam kemasan serta berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk memastikan dampak lingkungan dapat segera ditangani. Akan tetapi, penguasa pun wajib bertanggung jawab untuk pemenuhan air bersih dan menjaga lingkungan dari kerusakan. Penguasa harus segera menindak tercemarnya air, jangan sampai membiarkan kondisi ini.

Terlebih, air merupakan kebutuhan pokok masyarakat yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia. Oleh karena itu, menjaga ketersediaan dan kualitas air bersih adalah tanggung jawab negara. Maka, bagi siapa pun yang mencemari lingkungan harus diberi sanksi, apalagi perusahaan jangan sampai kebal hukum.

Ironisnya, penguasa kerap mengabaikan pemenuhan air bersih dan penjagaan lingkungan. Pemerintah justru “kalah” dengan pengusaha swasta ataupun asing dan merestui mereka mengeksploitasi SDA secara masif walaupun berujung pada kerusakan lingkungan hingga berdampak pencemaran sungai. Para kapitalis semakin leluasa menguasai hajat hidup rakyat, sementara mereka dipaksa “pasrah” dan “berdamai” dengan kerusakan yang ditimbulkan.

Inilah konsekuensi tata kelola SDA ala kapitalisme. Buruknya pengelolaan kekayaan alam seringkali mengorbankan kelestarian lingkungan. Parahnya lagi, kapitalisme menjadikan negara berdiri bersama para pemodal untuk mendulang keuntungan bukan sebagai pengurus urusan rakyat. Akhirnya, kemalangan pun menimpa masyarakat. 

Kebijakan Islam Mencegah Kerusakan Lingkungan

Untuk menyelamatkan bumi ini dari kerusakan, tidak ada cara lain kecuali dengan mengubah tata kelola SDA dengan sistem Islam. Hanya sistem Islamlah yang peduli akan kelestarian lingkungan. Tidak hanya mendukung kemajuan atau pembangunan, tetapi juga mendorong penjagaan lingkungan. Untuk mewujudkan hal tersebut, Negara Islam akan menetapkan kebijakan.

Di antaranya pertama, mengembalikan kepemilikan SDA yang terkategori milik umum kepada rakyat dan negara yang akan mengelolanya untuk kemaslahatan rakyatnya. Hutan, air, sungai, danau, laut adalah milik rakyat secara keseluruhan. Sabda Nabi Saw., “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad). 

Ini adalah tindakan pencegahan agar tidak terjadi eksploitasi lingkungan yang berdampak pada kerusakan. Berdasarkan hal tersebut, negara yang menerapkan syariat Islam akan hadir dalam pengelolaan SDA yang merupakan harta milik umum dan tidak akan memberikan hak konsesi terhadap sumber daya alam kepada pihak swasta dan asing.

Kedua,  negara akan mengembalikan fungsi ekologis dan hidrologis hutan, sungai, dan danau. Fungsi hutan sebagai pengatur iklim global sehingga pemanfaatan SDA oleh manusia tidak sampai merusak dan harus dilestarikan. Negara juga akan melakukan rehabilitasi dan memelihara konversi lahan hutan agar resapan air tidak hilang beserta sumber-sumber air lainnya, seperti mata air, sungai, danau, dan laut. 

Ketiga, negara mengawasi izin dan operasional industri-industri swasta. Dalam hal ini, negara harus tegas memberi sanksi, bahkan menutup industri swasta yang melakukan pelanggaran merusak lingkungan. Semisal, penyedotan air tanah secara berlebihan, tingginya tingkat pencemaran limbah industri terhadap sumber-sumber air, tingginya emisi gas pabrik, dan sebagainya.

Keempat, negara juga akan mendorong penelitian, teknologi, dan pembangunan yang ramah lingkungan. Negara akan mendukung penuh dengan dana dan memberdayakan para pakar di bidangnya sehingga lahir kemajuan sains dan teknologi ramah lingkungan yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia. 

Kelima, negara akan memberikan sanksi tegas kepada siapa pun yang melakukan perusakan lingkungan. Dalam Islam, kejahatan ini termasuk kategori jarimah takzir yang jenis hukumannya diserahkan kepada penguasa atau qadhi. Hukumannya dapat berupa jilid (dera), penjara, pengasingan, denda, penyitaan perampasan harta dan penghancuran barang sesuai dengan kadar dari seberapa besar dampak dan kerusakan yang telah dilakukan oleh pelaku perusakan lingkungan.

Demikianlah kebijakan Islam dalam pengelolaan SDA hingga penjagaan lingkungan dari kerusakan. Tata kelola seperti ini akan memberikan manfaat dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Oleh karena itu, mengganti tata kelola yang kapitalistik menjadi Islam merupakan hal yang urgen diperjuangkan agar kehidupan umat manusia selamat dan sejahtera. Wallahualam bishshawab

Oleh: Ita Wahyuni, S.Pd.I. (Pemerhati Masalah Sosial)