Samarinda - Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) menjadi salah satu tindak pidana yang marak terjadi di Indonesia saat ini. Mirisnya, beberapa kasus ini melibatkan anak di bawah umur. Beberapa faktor yang memicu tindak pidana ini di antaranya adalah faktor ekonomi, sosial media hingga lingkungan. Di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), sudah ada dua kasus TPPO yang melibatkan anak di bawah umur selama dua tahun terakhir. Di tahun 2023 lalu, terjadi di Kecamatan Loa Janan dan Tenggarong. Dan di tahun 2024 ini, tepatnya bulan Mei kemarin terjadi di Tenggarong (Prokal.co, 20/06/2024).
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kukar melalui Unit Pelaksana Teknis Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (UPT P2TP2A) siapkan strategi penanganan khusus terhadap kasus-kasus TPPO yang melibatkan anak di bawah umur ini.
Kepala UPT P2TP2A Kukar Faridah menyampaikan rencana dibentuknya Tim Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di tingkat kabupaten, kecamatan, hingga kelurahan dan desa. Satgas ini akan menjadi perpanjangan tangan yang akan mempermudah penanganan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Kehidupan Sekular Gagal Melindungi Anak
Kasus TPPO ini sudah berlangsung lama dan persoalannya terus saja berulang. Bahkan pelakunya makin banyak dan korban pun sudah merambah ke berbagai kalangan termasuk anak-anak di bawah umur. Kecanggihan teknologi digital melalui aplikasi WhatsApp, Michat, dan saluran telepon secara konvensional kerap digunakan untuk melancarkan aksi kejahatan ini.
Fakta tersebut sungguh memprihatinkan. Sekaligus menunjukkan bahwa anak-anak dalam kondisi tidak aman. Mereka menjadi target eksploitasi dan dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk memperoleh keuntungan. Malangnya, hingga hari ini, tidak ada penanganan serius oleh pemerintah. Meskipun sudah ada undang-undang terkait perlindungan anak dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi baik secara ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, penganiayaan, ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya. Namun aturan tersebut tak berarti apa-apa. Perdagangan anak di bawah umur tetap saja marak terjadi.
Hal demikian tentu tidak lepas dari sistem sekulerisme yang diemban di negeri ini. Sistem tersebut menafikan peran agama dalam pengaturan kehidupan dan menjadikan kehidupan serba sempit dan jauh dari keberkahan. Ditambah lemahnya pemahaman masyarakat terhadap ajaran Islam, membuat mereka mengalami disorientasi hidup, mudah menyerah pada keadaan, bahkan terjerumus dalam kemaksiatan. Akhirnya mereka pun mengambil jalan pintas dan menghalalkan segala cara untuk menyelesaikan problem kehidupan.
Tak heran, jika mereka mudah terbujuk oleh imbalan materi yang diiming-imingi oleh para pelaku perdagangan orang. Begitupun bagi para pelaku perdagangan orang yang mengambil cara mudah untuk mendapatkan uang atau materi tanpa berpikir panjang. Apakah yang mereka lakukan itu mencelakakan orang atau tidak? Apakah sesuai dengan syariat? Nyatanya, semua dilakukan semata-mata untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya materi agar bisa hidup enak.
Walhasil, maraknya perdagangan orang bukan hanya terkait masalah ekonomi, sosial media, dan lingkungan, melainkan sistemis yakni akibat penerapan sistem sekulerisme. Kehidupan sekular menjadikan negara gagal mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak. Perlindungan anak pun hanyalah slogan kosong.
Islam Menjamin Keselamatan Anak
Islam adalah satu-satunya harapan untuk mewujudkan rasa aman dan sejahtera pada anak. Allah Swt. berfirman, “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka.” (QS Al An’am: 151). Dengan demikian, tidak boleh ada pihak yang berbuat semena-mena terhadap anak. Misalnya mengeksploitasi, menelantarkan, dan sebagainya.
Dalam Islam terdapat tiga benteng perlindungan terhadap anak agar terpenuhi hak dan kewajibannya. Pertama, benteng pertahanan keluarga. Keluarga adalah perisai yang langsung berhubungan dengan anak-anak. Di tangan keluarga pendidikan anak-anak pertama kali diletakkan.
Allah SWT. Berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkannya.” (QS At-Tahrim: 6).
Berdasarkan ayat di atas, Allah SWT. memerintahkan kepada orang tua untuk menjaga anak-anak mereka. Mulai dari menanamkan akidah Islam, memberikan pendidikan yang baik, mengingatkan dengan cara yang makruf apabila berbuat salah, hingga menjamin pendidikan dan pergaulan yang benar di lingkungannya.
Kedua, masyarakat sebagai benteng pertahanan bagi anak. Masyarakat bertugas melakukan amar makruf nahi mungkar. Jika ada kemaksiatan atau tampak ada potensi munculnya kejahatan, masyarakat tidak boleh tinggal diam dan harus sigap mengingatkan. Selain itu, masyarakat juga berkewajiban memberikan koreksi kepada penguasa ketika salah dalam mengambil kebijakan.
Ketiga, benteng negara. Tanpa bantuan negara, keluarga dan masyarakat tak akan mampu menjalankan tugasnya dengan maksimal. Negara yang berlandaskan Islam akan menerapkan kebijakan perlindungan anak. Menerapkan sistem ekonomi Islam, misalnya. Negara wajib menjamin agar sandang, pangan, dan papan rakyatnya bisa tercukupi. Cara ini dapat melindungi keluarga dalam masalah ekonomi. Demikian juga kebutuhan kolektif mereka, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan terjaga.
Selain itu, negara juga akan mengatur media massa dan media sosial sehingga tidak melanggar hak-hak anak. Polisi akan melakukan patroli siber dengan intens sehingga bisa mengungkap kejahatan siber sedini mungkin.
Ditambah lagi, negara akan menjatuhkan sanksi keras dan tegas kepada sindikat atau pihak-pihak yang terlibat dalam jaringan perdagangan orang. Sanksi akan dijatuhkan sesuai keterlibatan dan kejahatan yang mereka lakukan. Siapa pun yang terlibat akan mendapat sanksi atas setiap tindakan yang mereka lakukan, tanpa pandang bulu.
Demikianlah perlindungan Islam terhadap anak dari tindak kejahatan. Dengan perlindungan seperti ini akan mampu mewujudkan keselamatan pada anak. Mereka pun dapat tumbuh dengan aman serta menjadi generasi terbaik. Wallahua’lam bish shawab.
Oleh: Ita Wahyuni, S.Pd.I. (Pemerhati Masalah Sosial)
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru