Samarinda - Beberapa tahun belakangan ini, kasus guru dipidanai oleh siswa dan orang tua semakin tinggi. Tak lagi memandang guru adalah sosok yang patut dihargai dan dihormati. Makin kesini kecurigaan, kekesalan selalu bermunculan di benak siswa ataupun orang tua.
Bahkan berbagai upaya terus dilakukan untuk menangani hal serupa yang terus terjadi di sekolah pelosok negeri ini.
Pemkot Balikpapan mendukung upaya perlindungan guru, salah satunya dengan pemasangan CCTV di lingkungan sekolah.
Wali Kota Balikpapan, Rahmad Mas’ud mengatakan, guna melindungi guru Pemkot Balikpapan mendukung upaya Kemendikdasmen dalam menandatangani nota kesepahaman dan perjanjian kerja sama dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang di dalamnya memuat kesepakatan. Agar masalah-masalah kekerasan dalam pendidikan diselesaikan secara damai dan kekeluargaan.
“Sehingga guru tidak menjadi terpidana tapi lebih kepada kekeluargaan,” ujar Rahmad Mas’ud saat diwawancarai media, Senin (25/11/2024).
Hal ini diungkapkannya mencermati beberapa kasus yang muncul, seperti guru yang enggan menegur siswanya yang sedang tidur di kelas atau berkelahi di halaman sekolah karena takut terkena hukuman dan guru yang dituduh melakukan kekerasan kepada muridnya sehingga dipolisikan.
Juga, lanjutnya, guru yang divonis tiga bulan penjara karena mencubit murid yang tidak mau salat dan guru yang buta permanen akibat diketapel orang tua siswa yang marah karena anaknya yang merokok ditegur guru tersebut.
Saat ini memang sulit menjadi pendidik yang ideal. Persoalan pendidikan di negeri ini makin rumit dengan maraknya kriminalisasi terhadap guru. Muruah (kehormatan) guru tercabik dengan banyaknya kasus guru yang dilaporkan kepada pihak berwajib lantaran dituduh melakukan kekerasan terhadap anak didiknya. Sejatinya, mereka hanya ingin mendisiplinkan anak didiknya sebagai wujud implementasi dari perannya sebagai guru. Ini semua sungguh miris karena guru adalah pemberi ilmu yang sangat menentukan kualitas pendidikan sebuah bangsa.
Maraknya kriminalisasi pada guru, di antaranya UU Perlindungan Anak. Tidak bisa kita pungkiri bahwa UU tersebut kerap menjadikan para guru mudah dipidana. Sebabnya, beberapa upaya dalam mendidik siswa sering disalahartikan sebagai tindak kekerasan terhadap anak.
Faktor lain yakni adanya perbedaan terkait dengan definisi dan tujuan pendidikan antara orang tua, guru, masyarakat, serta negara. Masing-masing pihak memiliki persepsi yang berbeda terhadap pendidikan anak sehingga menimbulkan gesekan di antara mereka, termasuk langkah guru dalam mendidik siswanya.
Demikian halnya dengan pola komunikasi yang kurang baik antara guru dan siswa, juga sekolah dan orang tua. Realitas ini membuat gesekan makin tajam. Orang tua yang sibuk dengan pekerjaannya dan menyerahkan pendidikan sepenuhnya pada sekolah sering kali menyalahkan sekolah jika anaknya melakukan sesuatu yang buruk. Begitu pula pihak sekolah, tuntutan akademik dan akreditasi menjadikan pola ajar dan mengajar hanya fokus pada penilaian akademik semata dan kurang memprioritaskan aspek moral, apalagi agama. Akibatnya, rasa hormat siswa pada guru dan orang tua makin luntur.
Kalaupun setiap sekolah sekedar memasang CCTV agar bisa memantau dan mericek setiap aktivitas di sekolah, tentu hal ini perlu pendalaman yang serius. Apalagi pro dan kontra dalam hal tersebut tak bisa dipungkiri. Karena di sisi lain dapat melihat kegiatan, tindakan, gerak gerik dan perilaku siswa dan guru, di sisi lain tentu membutuhkan dana ataupun anggaran yang besar untuk menghadirkan CCTV tersebut.
Jika kita telisik lebih dalam, sebenarnya semua persoalan di atas lahir dari sistem kehidupan sekuler kapitalisme. Sebabnya, negara sekuler niscaya melahirkan UU yang lemah. UU produk sekuler hanya menyandarkan pada hasil akal pikiran manusia yang tentu saja lemah dan terbatas. Alih-alih melindungi siswa dan guru, UU tersebut malah berpotensi saling menyerang balik.
Negara sekuler juga sangat meniscayakan lahirnya mafia peradilan sebab ketakwaan individu tidak tumbuh pada individu mayoritas pejabat. Inilah di antara hal yang bisa menyebabkan sulitnya memperoleh keadilan. Seorang guru yang posisi tawarnya lemah, akan mudah dipidanakan oleh orang tua siswa yang memiliki harta dan kedudukan, kendati UU-nya sudah dibuat sedemikian rupa untuk melindungi guru.
Oleh karena itu, di Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim, sistem pendidikan bukan saja harus mengikutsertakan agama (Islam). Bahkan, sudah seharusnya Islam menjadi dasar bagi sistem pendidikan sekaligus mewarnai seluruh kebijakan pendidikan di tanah air.
Dalam Islam, pendidikan dapat dimaknai sebagai proses manusia menuju kesempurnaan sebagai hamba Allah Swt. Dalam Islam ada sosok Rasulullah Muhammad saw. yang wajib menjadi panutan (role model) seluruh peserta didik. Ini karena Allah Swt. berfirman,
“Sungguh engkau memiliki akhlak yang sangat agung.” (QS Al-Qalam [68]: 4).
Allah Swt. pun berfirman,
“Sungguh pada diri Rasulullah saw. itu terdapat suri teladan yang baik.” (QS Al-Ahzab [33]: 21).
Keberadaan sosok panutan (role model) inilah yang menjadi salah satu ciri pembeda pendidikan Islam dengan sistem pendidikan yang lain. Karena itu dalam sistem pendidikan Islam, akidah Islam harus menjadi dasar pemikirannya. Sebabnya, tujuan inti dari sistem pendidikan Islam adalah membangun generasi yang berkepribadian Islam, selain menguasai ilmu-ilmu kehidupan seperti matematika, sains, teknologi dll.
Hasil belajar (output) pendidikan Islam akan menghasilkan peserta didik yang kukuh keimanannya dan mendalam pemikiran Islamnya (tafaqquh fiddin). Pengaruhnya (outcome) adalah keterikatan peserta didik dengan syariat Islam. Dampaknya (impact) adalah terciptanya masyarakat yang bertakwa, yang di dalamnya tegak amar makruf nahi mungkar dan tersebar luasnya dakwah Islam.
Para guru dalam sistem kehidupan Islam akan berlomba-lomba menjadi orang-orang terbaik. Motivasi utama mereka dalam mengajar adalah mendapatkan pahala sebanyak-banyaknya. Rasulullah saw. bersabda, “Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak yang saleh yang mendoakannya.” (HR Muslim).
Dalam Islam, seseorang akan menjadi guru yang berkualitas dan fokus memberikan pengajaran terbaiknya pada setiap siswanya. Kualitas guru yang demikian itu sulit diraih dalam sistem kehidupan sekuler kapitalisme yang mengaitkan aktivitas pengajarannya pada nilai materi.
Terkait peran negara, memuliakan profesi guru adalah dengan menjamin kesejahteraan guru dengan sistem penggajian yang terbaik sehingga guru dapat menjalankan amanahnya dengan optimal. Negara juga akan memberikan perlindungan hakiki kepada guru dan murid dengan cara menerapkan aturan Islam secara kafah. Sebabnya, penerapan Islam secara kafah dengan sendirinya akan melindungi seluruh individu dari beragam profesi, termasuk guru.
Perlindungan terhadap guru dan proses belajar mengajar yang optimal tidak bisa dilepaskan dari sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam. Islam mewajibkan negara sebagai pihak yang mengurusi seluruh kebutuhan hidup manusia, tidak terkecuali kebutuhan pendidikan. Negara akan serius mengatur urusan pendidikan rakyatnya agar hak berpendidikan diberikan kepada seluruh rakyatnya secara merata dan berkualitas.
Negara harus memahamkan pada rakyatnya akan tujuan pendidikan dalam Islam adalah membentuk kepribadian Islam serta membekali siswa dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan.
Dengan begitu, semua pihak akan bersinergi dalam mencapai tujuan pendidikan menurut Islam. Tujuan ini menjadikan seorang guru optimal dalam mengajar karena ia meyakini bahwa siswa beserta orang tuanya telah mempercayakan amanah mengajar kepada sang guru. Jangankan mengkriminalisasi guru, para orang tua justru akan mengapresiasi dan mendukung penuh konsep pengajaran guru kepada putra-putri mereka.
Tidak hanya guru, siswa, dan orang tua yang berusaha mewujudkan tujuan pendidikan, negara sebagai penanggung jawab urusan umat akan menjaga agar tujuan pendidikan Islam terwujud dengan baik. Hal ini salah satunya dengan menetapkan kurikulum pendidikan yang berlandaskan akidah Islam. Mata pelajaran dan metodologi penyampaiannya seluruhnya disusun tanpa menyimpang sedikit pun dari asas akidah.
Ketika Islam diterapkan, guru akan dijamin keamanan dan kesejahteraannya agar bisa melaksanakan fungsinya dengan baik. Dalam Islam, posisi guru sangat strategis sebagai pihak yang berjasa memberikan kemaslahatan untuk umat dan generasi. Negara wajib memberikan jaminan kesejahteraan dan penghargaan yang tinggi kepada guru.
Maka kini saatnya membuang sistem pendidikan sekuler dan beralih ke sistem pendidikan Islam. Wallahualam bissawab
Oleh: Risnawati, S.Pd
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru