Share ke media
Opini Publik

Potensi Investasi Pasir Silika, Berkah ataukah Malapetaka?

22 Jan 2025 03:25:11129 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : zonaebt.com - Miliki Potensi Sumber Daya Nikel dan Pasir Silika yang Melimpah, Indonesia Siap Maju Menjadi yang Terdepan - 19 Desember 2024

Samarinda - Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Edi Damansyah, menegaskan sikap tegasnya terkait potensi investasi tambang pasir silika di kawasan Danau Kaskade Mahakam. Meski Perizinan tambang berada di luar kendali Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Kukar, Edi menegaskan bahwa setiap investasi yang masuk ke wilayahnya harus dikelola dengan optimal untuk kesejahteraan daerah.


Edi dengan tegas menyatakan bahwa pasir silika dari Kukar tidak boleh diekspor dalam bentuk mentah. Ia mendorong pembangunan pabrik pengolahan pasir silika di Kukar sebagai bagian dari hilirisasi industri, untuk menciptakan nilai tambah ekonomi langsung bagi daerah. 

Pasir silika sendiri merupakan bahan baku penting dalam berbagai industri, termasuk manufaktur kaca, semikonduktor, dan energi. Sementara potensi cadangan pasir silika di kawasan Danau Kaskade Mahakam disebut-sebut mencapai 2 miliar metrik ton, tersebar di area seluas 50 ribu hektar. (tribunkaltim.co. 4/1/2025).

Dengan potensi besar ini, Kukar memiliki peluang untuk menjadi salah satu pusat pengolahan pasir silika di Indonesia. Namun jika berbicara terkait investasi di alam sekuler kapitalisme maka eksploitasi dan eksplorasi tanpa batas merupakan keniscayaan, tanpa peduli lagi dengan resiko dan efek yang ditimbulkan bagi lingkungan sekitarnya. 

Watak sistem kapitalisme sekuler dengan landasan komersialisasi tidak akan memberi ruang bagi yang lain. Tidak peduli dengan sekitarnya apakah mendzolimi atau tidak, baginya mengejar keuntungan hal yang utama. Maka potensi investasi pasir silika jika diekploitasi, disadari akan merusak lingkungan dan mematikan sember ekonomi masyarakat yang sebagian besar mengandalkan kehidupan ekonominya pada budidaya ikan di tepi sungai, sudah seharusnya hal ini butuh dipertimbangkan kembali.

Namun sayangnya perizinan dan keputusan merupakan wewenang pemerintah pusat, sehingga pemerintah daerah tidak dapat berbuat banyak. Fakta di daerah sering kali tak terindra oleh pemerintah pusat kalau pun terlihat namun kungkungan politik simbiosis mutualisme penguasa dan pengusaha atas akad demokrasi mematikan fungsi indra mereka.

Sebaik apapun niat, harapan dan sikap Bupati Kukar, agar potensi ini bisa memberikan kesejahteraan bagi masyarakat daerah sekitar, namun pengelolaan sumber daya alam dan energi (SDAE) termasuk dalam hal ini pasir silika dengan investasi ala kapitalisme yang hanya berorientasi pada materialis semata. Maka bisa dipastikan kegagalan harapan bagi kesejahteraan masyarakat adalah keniscayaan.

Justru yang terjadi adalah kerusakan-kerusakan lingkungan akibat eksploitasi dan eksplorasi sumber kekayaan alam. Kekuatan para kapitalis oligarki menyetir penguasa dalam melancarkan bisnisnya sangat terlihat nyata pada kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan, tengoklah bagaimana UU omnibus law serta UU minerba yang melegalkan kepentingan-kepentingan mereka.

Alhasil banyak hak-hak yang terlanggar, ruang hidup yang dirampas, kehidupan yang terenggut, kedamaian yang sirna, petaka pun siap mengintai. Rakyat kecil yang tak berdosa dan tidak tau apa-apa akhirnya jadi korban keserakahan sistem ini. 

Banjir, longsor, kebakaran, erosi, degradasi habitat, hingga gempa nyata akibat ulah manusia yang serakah yang terakomodir di sistem ini, benarlah firman Allah SWT, “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (TQS. Al-Baqarah {30;4}).

Investasi salah satu instrumen kapitalisme menguasai negara-negara yang memiliki SDAE melimpah termasuk Indonesia. Keterbatasan negara mengangkat dan mengelola SDAE diperut bumi pertiwi membuat negara mengambil jalan pintas yakni investasi. 

Janji-janji manis yang di hembuskan bagi masyarakat yang wilayahnya akan di investasikan bak dongeng anak kecil yang diceritakan penghantar tidurnya. Rakyat benar-benar di nina bobokan. Terbukanya lapangan pekerjaan,  menumbuhkan perekonomian, tercapainya tujuan keuangan dan sebagainya adalah janji yang sering terlontar saat akan membuka jalan investasi.Namun sayangnya janji tinggallah janji, yang merasakan manisnya investasi nyatanya hanya investor itu sendiri, rakyat hanya kebagian remahannya saja dan tak jarang petaka kerusakan lingkungan merenggut hidup mereka.

Demikian rusaknya pengelolaan SDAE dalam sistem kapitalisme sekuler, konsep kepemilikan di sistem ini memberi ruang kebebasan termasuk kepemilikan harta, dan menjadikan pemilik modal (kapitalis) dapat menguasai sumber-sumber kekayaan negeri untuk kepentingannya sendiri. Akhirnya kekayaan alam negeri hanya terdistribusi kepada mereka saja, menciptakan kesenjangan sosial yang sangat curam terasa.

Miris, namun inilah yang terjadi saat ini di negeri yang kita cintai. Negeri yang dipersembahkan oleh para pejuang bangsa dengan darah dan air mata, namun terkhianati oleh sistem yang diadopsi. Sistem yang mencampakkan agama dalam mengatur kehidupan dan menyerahkan pengaturan tersebut pada manusia yang serba terbatas dan lemah. Nyata terbukti sistem ini gagal memberikan kesejahteraan dan keadilan bagi rakyatnya.

Mari berkaca pada sistem buatan ilahi, yakni sistem Islam. Potensi kekayaan SDAE dalam Islam adalah anugerah, maka potensi ini akan di maximalkan agar memberikan berkah bagi kehidupan manusia. Tengoklah sumur Utsman bin Affan yang ada di Madinah, sumur wakaf yang diberi nama sumur Raumah itu, hingga detik ini masih memberi kebermanfaatannya dan keberkahan bagi umat manusia sejak 1.400 tahun lalu. Demikian sejatinya konsep Islam dalam memandang sumber-sumber kekayaan alam.

Islam pun memiliki mekanisme dalam mengatur kekayaan alam yang Allah SWT anugerah bagi manusia. Dalam Islam konsep kepemilikan terbagi menjadi tiga kategori yakni, kepemilikan individu, umum dan negara, dan SDAE merupakan kepemilikan umum atau umat maka haram dimiliki dan dikuasai oleh individu atau kelompok/korporat, wajib bagi negara yang menguasai dan mengelolanya dan jika pun negara terbatas dalam hal pengelolaan maka negara bisa mempekerjakan orang atau kelompok/korporat untuk membantu pengelolaannya dalam dalam ini hanya sebatas akad ijarah saja bukan investasi seperti yang terjadi saat ini. Karena sejatinya SDAE itu milik rakyat dan hasil pengelolaannya akan diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat.

Dalam aktivitas pengelolaannya pun, negara wajib melakukan observasi lingkungan, studi kelayakan penambangan, memperhitungkan resiko hingga standar operasional, semuanya betul-betul dalam perencanaan yang cermat. Negara tidak boleh melakukan penambangan jika akan berdampak pada kedzoliman baik lingkungan hidup maupun pada manusia itu sendiri. Eksploitasi yang dilakukan negara terukur tidak ugal-ugalan sebagaimana pada sistem kapitalisme sekuler..

Sistem pemerintahan Islam yakni Khilafah memiliki struktur yang saling bersinergi dalam penerapan Islam tengah masyarakatnya. Adalah Khalifah sebagai pemimpin negara dan wali atau gubernur pemimpin wilayah atau daerah yang membantu Khalifah dalam menjalankan pemerintahan dengan hukum Islam. Jika ada pelanggaran yang dilakukan pemerintahnya maka akan ditangani qodhi Madzalim. 

Qodhi Madzalim adalah qadhi yang diangkat untuk menghilangkan setiap bentuk kedzaliman yang terjadi dari negara terhadap seseorang yang hidup di bawah kekuasaan negara, baik ia rakyat (warga negara) maupun bukan, baik kedzaliman itu berasal dari tindakan Khalifah atau penguasa selain Khalifah dan pegawai negeri. (Struktur Daulah Khilafah, hal 197).

Hal inilah yang kemudian menjadikan warga negara terjamin kesejahteraan dan keadilannya, kepemimpinan dalam Islam berjalan diatas koridor keimanan sehingga paham betul kepemimpinannya terkoneksi pada kehidupan akhiratnya. Penegakan hukum syara’ dan riayah atas rakyatnya suatu kemutlakan baginya, demikian pun halnya pengelolaan SDAE , Islam tidak melarang investasi namun aktivitas investasi dalam Islam haruslah dengan syarat dan ketentuan syar’i. Wallahu a’lam bishowab.

Oleh :  Mira Ummu Tegar (Aktivis Muslimah Balikpapan)