Share ke media
Opini Publik

PP TUNAS: Langkah Positif, Tapi Belum Menyentuh Akar Masalah Digital

19 Jul 2025 10:37:3919 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : merahputih.com - Bukan Cuma Batasi, PP Tunas Ternyata Bisa Jadi Kunci Literasi Digital Masa Depan Anak - 20 Juni 2025

Indonesia baru-baru ini memperkenalkan Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan Anak di Ruang Digital (PP TUNAS) kepada organisasi internasional ITU di Jenewa, Swiss. Langkah ini bertujuan mulia, yaitu untuk melindungi anak-anak dari bahaya dunia digital seperti konten negatif, kekerasan, pornografi, dan penyalahgunaan teknologi. Pemerintah berharap, peraturan ini bisa menjadi acuan global dalam melindungi anak-anak di era digital.

Mentri pemberdayaan perempuan dan perlindungan anal ( PPPA) menyatakan bahwa media sosial dapat menjadi sumber pengaruh kekerasan terhadap perempuan dan anak - anak. Dampak media sosial dapat menjadi sarana penyebaran konten yang memicu kekerasan terhadap prempuan dan anak, sehingga media sosial sangat berpengaruh negatif terhadap prempuan dan anak - anak serta remaja, seprti halnya dalam bergaul dimana anak - anak dan remaja biasanya terjadi cyberbullying, ujaran kebencian dan konten yang tidak pantas, oleh karena itu peran orng tua juga sangat penting dalam meningkatkan pengawasan tehadap anak dalam menggunakan sosial media.

Pemerintah perlu membuat regulasi yang efektif untuk untung mengatur konten di media sosial dan melindungi perempuan dan anak - anak dark kekerasan, meningkatkan pengawasan terhadap platform media sosial untuk memastikan bahwa mereka mematuhi regulasi yang ada. Dengan demikian, perlu dilakukan upaya bersama untuk mengurangi dampar negatif media sosial dan melindungi perempuan dan anak - anak dari kekerasan. 

Namun, jika kita melihat dari sudut pandang Islam, upaya ini meskipun baik, belum menyentuh akar persoalan yang sebenarnya. Masalah utama dari krisis digital saat ini bukan hanya kurangnya regulasi, tetapi lebih dalam: lemahnya iman, rendahnya literasi digital yang bermoral, dan sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, termasuk dalam pengaturan teknologi.

Bahaya Teknologi Tanpa Iman

Islam mengajarkan bahwa ilmu harus disertai dengan iman. Ketika teknologi digunakan tanpa bimbingan akidah dan syariat, maka ia bisa menjadi alat kehancuran, bukan kebaikan. Kita menyaksikan saat ini, gawai (gadget) menjadi ‘teman akrab’ anak-anak sejak usia dini. Padahal, di dalamnya tersimpan potensi ancaman besar: cyberbullying, konten pornografi, ujaran kebencian, kecanduan media sosial, dan penurunan kemampuan berpikir kritis.

Semua ini menunjukkan bahwa teknologi yang tidak dibarengi dengan pendidikan iman akan melahirkan generasi yang lemah secara spiritual dan mental. Bahkan, bonus demografi yang semestinya menjadi kekuatan bangsa bisa berubah menjadi beban sosial karena generasi mudanya kehilangan arah, martabat, dan tanggung jawab.

Negara Wajib Menjadi Pelindung, Bukan Sekadar Penonton

Dalam pandangan Islam, negara adalah junnah (perisai) yang wajib melindungi rakyat dari segala bentuk bahaya, termasuk bahaya dunia digital. Negara Islam tidak hanya membuat regulasi, tetapi juga membangun sistem yang menyeluruh: pendidikan yang berlandaskan tauhid, teknologi yang diarahkan untuk maslahat, dan media yang dijaga agar tetap bersih dari kerusakan moral.

Sayangnya, saat ini banyak negara – termasuk Indonesia – lebih fokus pada keuntungan ekonomi dari arus digitalisasi, tanpa benar-benar menjamin keselamatan anak-anak dan remaja. Ketika sistem kapitalisme yang menjadi dasar kebijakan, maka kepentingan materi lebih didahulukan daripada keselamatan rakyat.

Islam Punya Solusi Sistemik

Islam bukan sekadar agama ibadah, tapi juga sistem hidup yang lengkap. Dalam sistem Islam, negara tidak akan membiarkan teknologi berkembang liar tanpa kontrol. Negara Islam akan:

Mengembangkan teknologi yang sesuai dengan nilai-nilai syariat.

Mendorong literasi digital yang berbasis akidah dan moral.

Menyaring konten digital agar sesuai dengan Islam.

Menyediakan sarana teknologi yang membangun keimanan dan ketakwaan, bukan merusaknya.

Melindungi data dan keamanan digital sebagai bagian dari menjaga kehormatan umat.

Dalam sistem Khilafah, negara bukan hanya regulator, tetapi pembina umat. Teknologi diarahkan untuk kemaslahatan dunia dan akhirat. Anak-anak dan remaja tidak dibiarkan berselancar bebas tanpa bimbingan, tapi dididik untuk bijak dan bertanggung jawab dalam menggunakan teknologi.

Kesimpulan: Kembali pada Islam adalah Solusi Hakiki

PP TUNAS adalah langkah awal yang patut diapresiasi, namun tidak cukup jika akar masalahnya belum diselesaikan. Selama sistem sekuler yang memisahkan agama dari kebijakan negara tetap menjadi dasar, maka perlindungan terhadap anak-anak akan selalu bersifat tambal sulam.

Islam menawarkan solusi menyeluruh: pendidikan berakidah, regulasi berbasis syariat, serta negara yang sungguh-sungguh melindungi rakyat sebagai amanah, bukan sekadar ladang bisnis digital. Dengan kembalinya sistem Islam kaffah, umat akan memiliki arah yang jelas dalam memanfaatkan teknologi: untuk kemuliaan manusia, keselamatan masyarakat, dan keberkahan dunia-akhirat. Wallahu’alam.

Oleh : Risna