Share ke media
Opini Publik

Rentetan Bencana Buah Keserakahan Manusia

21 Oct 2025 02:21:3616 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : antaranews.com - Di Lhokseumawe-Aceh, kebakaran mulai terjadi di lahan gambut - 11 Februari 2019

Samarinda - Kota Bontang baru-baru ini dihadapkan pada kenyataan pahit, yakni terjadinya serangkaian peristiwa hidrometeorologi yang dipicu oleh hujan deras. Guyuran hujan deras berdampak kerusakan pada sejumlah titik  di wilayah ini. Mulai dari genangan banjir yang merendam pemukiman, tanah longsor dibeberapa kawasan rawan, hingga tumbangnya pepohonan yang mengganggu mobilitas dan mengancam keselamatan warga.

Dilansir dari radarbontang.com, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bontang mencatat hingga Selasa (16/9/2025) malam, banjir masih berdampak pada enam kelurahan di wilayah setempat. Meskipun saat ini debit air sudah mulai surut, masyarakat Bontang belum bisa berlega hati. Pasalnya ancaman hidrometeorologi seolah menjadi siklus tahunan. Setiap kali musim hujan tiba, bayang-bayang banjir selalu menghantui warga Bontang, menuntut kesiagaan penduduk  dan pemerintah setempat untuk menghadapinya.

Ironisnya, di tengah perjuangan menghadapi musibah banjir, Bontang juga diselimuti bencana lain berupa kabut asap. Kabut asap tebal yang melanda kota Bontang akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Akibatnya kondisi udara tercemar dan mengganggu aktivitas warga.


Kondisi serupa juga dialami oleh kota tetangga, Samarinda, yang juga dilaporkan mengalami banjir. Berdasarkan data dari Info Taruna Samarinda (ITS), tercatat  sedikitnya 15 ruas jalan utama tergenang dengan ketinggian air rata-rata 20-40 cm. Selain itu, hujan juga mengakibatkan pohon tumbang di tiga titik serta robohnya sebuah rumah yang ikut merusak bangunan lain di sekitarnya. (sapos.co.id).

Hujan dengan sederet ancaman yang menyertainya baik banjir, longsor, pohon tumbang, bahkan kematian anak larut seakan sudah biasa terjadi. Membiasakan diri dengan tragedi yang sama artinya menutup mata terhadap akar permasalahannya.

Sungguh ironis, hujan yang seharusnya membawa berkah dan kehidupan kini justru berubah menjadi musibah yang mematikan. Ini alarm bahwa ekosistem alam terganggu. Eksploitasi lahan yang tidak terkontrol, penggundulan hutan hulu, buruknya tata kelola air di perkotaan telah menghilangkan fungsi alami alam sebagai penyerap dan pengendali air.

Kerusakan lingkungan yang terjadi secara masif hari ini bukanlah sekedar kebetulan, melainkan buah pahit dari penerapan sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme yang berorientasi pada keuntungan jangka pendek telah mengakibatkan rusaknya  lingkungan secara sistematis. Kapitalisme menganggap sumber daya alam sebagai komuditas yang harus dieksploitasi semaksimal mungkin demi keuntungan segelintir pemilik modal (para kapital) dan pemilik kepentingan.

Dampaknya terlihat jelas dalam serangkaian bencana ekologis. Eksploitasi tambang besar-besaran khususnya di Kalimantan Timur, tidak hanya meninggalkan lubang  raksasa yang menganga berbahaya, tetapi juga mengubah struktur tanah dan memutus aliran air alami. Bersamaan dengan itu, praktik kebakaran atau penggundulan hutan demi perluasan Perkebunan dan industri menghilangkan fungsi hutan sebagai spons alami bumi. Ketika hutan gundul, air hujan yang seharusnya terserap perlahan oleh akar dan tanah kini langsung meluncur deras ke dataran rendah.

Kondisi ini juga diperparah dengan kondisi pasang surut air sungai/laut serta saluran drainase seringkali tidak mampu mengalirkan air dengan volume yang begitu besar.  Saluran air yang sempit, tersumbat, atau dirancang tanpa mempertimbangkan dampak eksploitasi hulu pada akhirnya mengubah hujan menjadi malapetaka banjir.

Musibah banjir dan kerusakan lingkungan adalah masalah sistemik. Solusi jangka panjang tidak hanya terletak pada perbaikan drainase, tetapi juga keberanian untuk meninjau ulang kapitalisme ini yang telah terbukti membawa kerusakan. Serta mencari alternatif sistem yang lebih baik yang mampu dan telah terbukti bisa menyelesaikan kerusakan lingkungan sampai pada akarnya.

Dalam pandangan Islam, hujan adalah berkah dari Allah Ta’ala. Manfaat hujan sangatlah fundamental, yaitu menghidupkan tanah yang mati, untuk air minum, dan menjaga keseimbangan ekosistem. Ada doa khusus ketika hujan turun : ’’ اللَّهُمَّ صَيِّباً نَافِعًا ‘’ (“Ya Allah turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat”). Doa ketika hujan pada dasarnya bermakna ketika Islam diterapkan maka akan turun keberkahan dari langit dan bumi. Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam Surah Al-A’raf ayat 96 :

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ

Artinya : “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.”

Ayat ini menyiratkan adanya korelasi langsung antara keimanan, ketakwaan, termasuk menjaga amanah bumi maka Allah akan melimpahkan keberkahan. Namun Ketika penduduk bumi ingkar kepada aturan Allah, amanah bumi dilanggar, maka keberkahan itu akan terampas.

Islam memandang alam semesta bukan sekedar sumber daya yang dieksploitasi, melainkan amanah dari Allah untuk dijaga dan dimanfaatkan sesuai dengan aturanNya. Pengaturan sistem Islam salah satunya aturan kepemilikan dalam Islam. Dalam kitab An-Nizham al-Iqhtishadi fi al-Islam, aturan kepemilikan dalam Islam dibagi menjadi tiga jenis : kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Sumber daya alam seperti air, tambang, Listrik, dan hutam termasuk dalam kepemilikan umum. Dalilnya adalah sabda Rasulullah saw, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Sumber daya alam yang terkategori milik umum tidak boleh dimanfaatkan oleh individu atau suatu kelompok/perusahaan swasta. Negara (khilafah) wajib mengelolanya untuk kemashlahatan masyarakat. Aturan ini otomatis akan membatasi eksploitasi besar-besaran yang dilakukan oleh korporasi tambang atau penebangan liar yang menjadi penyebab utama terjadinya banjir. Karena hutan dan tambang berada dalam kontrol negara bukan swasta.

Islam juga mewajibkan negara sebagai ra’i (penggembala/pengurus) atas rakyatnya. Negara wajib menerapkan Islam secara kaffah (menyeluruh). Maka pengelolaan sumber daya alam yang berlimpah harus dilakukan dengan standar keamanan lingkungan dan hasilnya dikembalikan untuk kemashlahatan rakyat, bukan untuk memperkaya segelintir korporasi.

Andai kata musibah tetap terjadi (sebagai ketetapan Allah), maka negara akan sigap dalam penanganan bencana, sehingga ancaman terhadap nyawa dan harta benda dapat diminimalisir.

Perencanaan kota harus tunduk pada kaidah Islam yang menekankan kebersihan, kenyamanan, dan tidak adanya dharar (bahaya atau kerugian) bagi penghuni atau alam sekitar. Sejumlah bangunan penting seperti masjid, benteng, jembatan, tembok, kanal, bendungan , mushala, dan terowongan wajib dibuat sebab menjadi penopang kehidupan. Pembangunan infrastruktur pencegah bencana alam juga diprioritaskan diantaranya pemecah ombak, tanggul, bendungan, dan terowongan air, serta program pemeliharaan Daerah Aliran Sungai, relokasi, pemeliharaan kebersihan, dan tatakota berbasis amdal.

Daerah-daerah tertentu akan ditetapkan sebagai cagar alam, hutan lindung, daerah resapan, dan kawasan penyangga yang tidak boleh dieksploitasi dan dimanfaatkan tanpa izin. Masyarakat juga akan diedukasi untuk turut menjaga kelestarian dan kebersihan lingkungan dari kerusakan. Jika ada yang melanggar, sanksi tegas siap menghukum pelakunya.

Pasca bencana, pemerintah dalam Islam wajib bergerak cepat memberikan bantuan. Mulai memberikan pelayanan terbaik bagi korban terdampak, membantu pemulihan psikis korban, menjamin pemenuhan makanan, pakaian, obat-obatan, dan tempat istirahat, serta menguatkan akidah dan nafsiyah para korban agar tabah menghadapi ujian.

Bencana bertubi bukan sekedar fenomena alam biasa, tapi akibat keserakahan manusia. Sistem Kapitalisme membawa kehancuran dan kerusakan yang nyata. Sudah saatnya kembali pada aturan Islam demi kelestarian bumi dan keselamatan umat manusia. InsyaaAllah.

Oleh : Ayu Putri Wandani (Aktivis Muslimah)

Terkini