Share ke media
Opini Publik

Sebab Ekonomi Narkoba Dilakoni

25 Nov 2024 12:09:3550 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : bpkpenabur.or.id - Penyalahgunaan Narkoba Sebagai Masalah Sosial, dan Solusinya - 14 Oktober 2023

Samarinda - Perlawanan terhadap barang-barang haram nan tabu seperti sabu nampaknya belum selesai di negeri ini. Jumlahnya bahkan diperkirakan meningkat. Bahkan baru-baru ini seorang wanita asal Long Beliu, kecamatan Kelay, Berau, Kalimantan Timur ditangkap polisi tersebab telah menjadi bagian dari pengedar sabu.

Dilansir dari website healthkids.org, sabu atau metamfetamin adalah sejenis obat yang membuat seseorang tetap terjaga dan minim tidur. Biasanya dibuat dan diedarkan dalam bentuk pil, serbuk atau kristal besar. Meski namanya obat, namun jika disalahgunakan dengan konsumsi berlebihan, bisa menimbulkan efek rush yang bisa membuat seseorang semangat bekerja. Lebih mengerikan lagi, metamfetamin bisa memunculkan efek samping seperti napas cepat, denyut jantung tidak teratur, dan tekanan darah meningkat, nafsu makan menurun dan lain-lain yang bisa merusak tubuh hingga kematian.

Selain karena efek samping yang merusak itu menjadi sebab terlarangnya penjual narkoba, moral dan agama telah secara jelas melarang penggunaan bahkan penyebarannya. 

وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

Artinya: “Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk” (QS Al A’raf: 157). 

Allah SWT telah sangat jelas memerintahkan manusia untuk menjauhi perbuatan buruk. Dalil ini juga didukung oleh dalil lainnya seperti: 

عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم قَالَ: كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ.

Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda, “Setiap yang muskir (memabukkan) adalah khamar, dan setiap yang muskir adalah haram.”

(HR. Muslim).

Memabukkan dalam hal ini adalah suatu kondisi yang terjadi ketika seseorang mengonsumsi suatu zat seperti ganja, kecubung, bahkan sabu, yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan fisik seperti: lelah, lemah, haus, sakit kepala, nyeri otot, bicara cadel, bahkan gemetar dan keringatan.


Masalahnya, di atas semua kondisi yang telah dipaparkan tentang betapa buruknya narkoba ini, mengapa penyebarannya tak kunjung surut di Indonesia?

[Sebabnya Terus Ada]

Kemiskinan karena tuntutan ekonomi, peredaran narkoba, gaya hidup yang konsumtif, semua berasal dari satu akar permasalahan yang sama yakni sistem sekuler Kapitalis yang diterapkan saat ini. Meski Indonesia sendiri menolak menyebut negara ini sebagai negara sekuler.

Dilansir dari umsb.ac.id, salah satu penyebab mengapa peredaran barang haram ini masih massif adalah dikarenakan keuntungan yang didapat cukup menggiurkan, bisa kaya dalam waktu cepat hingga bisa saja mencapai miliaran rupiah. Masalahnya, hukuman yang dijatuhkan di Indonesia tidaklah memberi efek jera, hingga tak memungkiri ketika keluar, sang pengedar bisa kembali melakoni pekerjaan lamanya.

Peredaran narkoba malangnya tidak hanya menyasar mereka yang lemah ekonomi, bahkan lemah iman, namun sekelas cendekiawan juga aparat penegak hukum juga terlibat secara tidak langsung sulitnya pemutusan rantai peredaran. Tak jarang para oknum ini memuluskan jalan para pengedar dengan duit yang licin. Hal ini menyebabkan hukum di Indonesia tidak terlihat lagi taringnya.

Faktor lain yang tak kalah penting adalah lingkungan. Lingkungan rusak, di mana orang-orang di dalamnya ternyata adalah pengedar bahkan bandarnya, menyebabkan seseorang terikut begitu mudah. Bahkan ada ungkapan primitif untuk mendorong seseorang mencobanya “Gak nyoba gak keren lu”. Nauzubillah.

Edukasi yang minim, khususnya edukasi agama telah mengambil tempat yang mendorong terus berlangsungnya peredaran narkoba. Kurangnya ketakwaan juga pemahaman akan kasus ini membuat mereka tidak punya tameng dan hanya ikut-ikutan.

Juga karena prosedurnya yang tidak rumit—bahkan jika itu hanya pengedar—menyebabkan orang-orang tidak segan mengambil pekerjaan ini. Terlebih saat Covid -19 masih menyisakan dampak-dampak dominonya termasuk PHK masal, ekonomi turun drastis, mengedarkan narkoba tanpa modal namun untung besar bukannya tidak mungkin jadi pilihan.

Sulitnya ekonomi, jika berkaca pada kasus di atas, telah membuat wanita keluar dari rumah untuk membantu perekonomian keluarga. Jika sudah dihimpit keadaan, desakan kebutuhan perut, maka bukan tidak mungkin yang halal tidak lagi diliriknya. Kalimat “Yang haram saja susah apalagi yang halal”, seakan menjadi dalih pembenaran pekerjaan mereka.

Semakin massifnya peredaran narkoba juga didukung dari banyaknya permintaan akan barang haram ini. Sistem kapitalis yang juga melahirkan cara hidup liberal, di mana orientasinya adalah kesenangan dan manfaat, telah menjadi salah satu faktor merebaknya bahan berzat adiktif ini. Ketika permintaan banyak, maka produksi ikut meningkat.

Terlebih bagi wanita sekarang, pemberdayaan, pendayagunaan, bahkan kemandirian dituntut sedemikian rupa. Beberapa statement yang berlalu-lalang di alam nyata dan maya telah membungkus sedemikian bagusnya jika wanita yang hebat adalah mereka yang bisa berdiri di kakinya sendiri. Hal tersebut tentulah tidak salah, namun jika mendeskreditkan wanita yang memiliki berada di rumah, mengurus anak dan suami bahkan merendahkannya, itu tentulah secara perlahan menjadi racun yang telah menjauhkan wanita dari fitrahnya.

Sistem sekuler yang berasal dari Barat telah menghembuskan angan-angan tentang kemandirian melalui pemberdayaan ekonomi dan politik. Mereka dipaksa keluar dari tempat alamiah mereka yang sejatinya adalah menyeretnya keluar dari fitrah. Mereka justru bangga jika memiliki karir yang mumpuni, gaji tinggi hingga tanpa sadar menghilangkan sosok mereka yang lain di hadapan anak-anaknya.

Namun, penyerangan Barat terhadap ekonomi masyarakat ini juga telah menjadikan negara hadir sebagai regulator. 

Kala perempuan terpaksa harus keluar untuk mencari nafkah, sering kali bukan karena mereka mau, namun karena keadaan memaksanya demi anak-anaknya. Hal ini dikarenakan negara tidak hadir sebagai pengayom untuk rakyatnya hingga memaksa perempuan keluar mencari kerja. Malangnya yang haram pun dilakoni demi kebutuhan perut.

[Step Penyelesaian]

Untuk memulai upaya pemberhentian total dari peredaran narkoba ini, maka hal pertama yang perlu dilakukan adalah; adanya penyamaan sudut pandang dan sikap

Sudut pandang yang dimaksud adalah konsep yang didasari pada pemikiran muslim, yakni kembali kepada rambu-rambu Allah, kembali kepada Al-Qur’an dan Hadis bahwa Allah telah secara jelas mengharamkan sesuatu yang memabukkan. Sesuatu yang memabukkan tentunya membawa dampak buruk. Tidak peduli keuntungan apa yang didapat. Pemikiran ini harus satu dipahami semuanya; baik individu, masyarakat, lebih-lebih lagi negara.

Sebagai seorang muslim, aturan Allah berada di otoritas utama dalam pengambilan keputusan. 

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, termasuk adalah perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Al-Maidah: 90)

Maka bagi negara, iya tidak akan melirik lagi barang-barang terlarang ini sebagai sumber pemasukan. Negara juga akan menetapkan sanksi bagi siapapun yang tetap menjadi bagian dalam peredaran narkoba.

Namun sanksi yang diterapkan agaknya belum menimbulkan efek jera. Penjara yang ditetapkan sekarang bisa mendapat bayang-bayang estimasi pengurangan yang tidak menambah kekhawatiran, ketakutan dan jera bagi para pelaku.

Dalam Islam, Sanski yang ditetapkan untuk para pemabuk—karena narkoba menimbulkan efek mabuk—Menurut kesepakatan para 

ulama, hukuman terhadap mereka yang meminum khamr awalnya adalah 40 sampai 80 (empat puluh) kali cambuk. Hukuman ini diberlakukan untuk memberikan efek jera, agar tidak ada lagi yang mengikutinya.

Sebelum ketika benar-benar terjadi hal tak diinginkan tersebut, maka adanya pembelajaran berupa pendidikan menjadi pintu preventif atau pencegahan atau counter untuk menghalanginya.

Pembelajaran ini didasarkan kembali pada pandangan sebelumnya bahwa jika memang taat kepada Allah sebagaimana memang seharusnya, maka kita meyakini dan melaksanakan bahwa sabu adalah jenis dari banyaknya jenis narkoba yang ada. Perlu pula ditanamkan keimanan bahwa Allah senantiasa memperhatikan segala tingkah laku kita dan akan meminta pertanggungjawaban kelak di akhirat.

Hal ini, jika telah merasuk pula dalam masyarakat yang menjadi tempat kita hidup, maka bisa menjadi benteng preventif selanjutnya, di mana masyarakat tidak akan tinggal diam manakala beredar transaksi narkoba yang haram. Bukannya malah memaklumi dan membiarkan. Masyarakat menjadi unsur penting untuk menjaga lingkungan agar tetap sehat.

Lalu, terkait ekonomi seperti kasus pertama yang disinggung di atas, sistem penafkahan dalam Islam tidak membiarkan begitu saja seorang wanita untuk mencari nafkah. Ketika memang tidak ada lagi kepala keluarga atau yang menjadi wali dalam urusan penafkahan, maka negara Islam akan mengambil tanggung jawab pemenuhannya dari Baitul mal. Hal ini tentu memberikan perlindungan wanita untuk tetap berjalan di koridor kodratnya sebagai sekolah pertama bagi anak-anaknya. 

Dengan diterapkannya aturan Allah dalam ranah negara, maka perempuan bisa terlindungi, baik dalam ekonomi maupun sosial.

Wallahu ‘alam bishawwab.

Oleh: Dwi Nanda (Mahasiswa)

Terkini