Share ke media
Opini Publik

Tren Bunuh Diri, Akibat Rapuhnya Mental dan Gagal Memahami Visi Hidup

11 Feb 2025 05:35:4049 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : detik.com - Tingkat Bunuh Diri di Bali Tertinggi Se-Indonesia, Ini Penyebabnya - 30 Juni 2024

Samarinda - Viral di media sosial detik-detik warga Samarinda selamatkan wanita yang hendak lompat dari jembatan Mahakam.Sebuah postingan memperlihatkan momen detik-detik warga Samarinda mencoba menyelamatkan wanita yang diduga hendak terjun ke sungai Mahakam, .Video menunjukan seorang warga tengah memeluk wanita yang hendak melompat dari Jembatan Mahakam Samarinda. ( https://kaltim.tribunnews.com/2025/01/20/viral-detik-detik-seorang-warga-samarinda-selamatkan-wanita-yang-hendak-lompat-di-jembatan-mahakam).

Selain itu juga ada pelaku bunuh diri, seorang laki-laki. Warga Perumahan Jakarta Hills Kelurahan Lok Bahu Kecamatan Sungai Kunjang digemparkan dengan penemuan seorang pria berinisial A tewas gantung diri di rumahnya, Senin (20/1/2025). Sebelum kejadian tragis ini, korban diketahui terlibat pertengkaran dengan keluarganya. Haji Rian, Ketua Lingkungan Cluster Hindia, menyebut korban baru tinggal di kawasan tersebut sekitar sebulan terakhir. “Sebelum kejadian, kami sering mendengar korban bertengkar dengan istrinya. Bahkan, istrinya sempat pulang kampung,” ungkap Haji Rian. Kejanggalan mulai terasa saat saudara korban datang untuk mengantarkan kulkas beberapa hari sebelum penemuan mayat.

Dua kasus diatas hanyalah contoh diantara sekian banyak kasus bunuh diri yang terjadi ditengah masyarakat khususnya di Samarinda. Jawa Barat menjadi provinsi dengan prevalensi depresi tertinggi yaitu mencapai 3,3%. Disusul oleh Kalimantan Timur di posisi kedua dengan prevalensi depresi sekitar 2,2%. Fakta ini tentu sangat mengejutkan, kondisi ini menandakan adanya peningkatan masalah kesehatan mental yang serius pada masyarakat Kalimantan Timur.

Kementerian Kesehatan melakukan survei dengan menggunakan metode Mini International Neuropsychiatric Interview (MINI), yakni wawancara singkat yang berisikan 10 pertanyaan dengan opsi jawaban “Ya” atau “Tidak”.

Berdasarkan laporan Survei Kesehatan Indonesia Kemenkes RI ditemukan fakta yang memprihatinkan, yaitu prevalensi depresi di Indonesia mencapai 1,4% pada 2023. Hal ini berarti ada sekitar 1 dari 100 penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas mengalami depresi.

Beberapa faktor seperti tekanan sosial, ekonomi, hingga akses yang masih terbatas terhadap layanan kesehatan mental menjadi penyebab utama tingginya angka depresi.

Penyebab Tingginya Bunuh Diri Hingga Menjadi Tren Hidup

Dilansir dari RRI, salah satu penyebab tingginya angka depresi di Kalimantan Timur adalah adanya ketidakmerataan dalam distribusi kekayaan dari sumber daya alam (SDA). Tidak semua masyarakat mendapatkan manfaat dari kekayaan alam di wilayah Kaltim. Hal ini tentu saja berdampak pada terbatasnya lapangan kerja hingga membuat tingkat stres dan kecemasan meningkat, khususnya di kalangan pemuda.

Depresi yang meningkat ditambah dengan minimnya pemahaman tentang visi kehidupan, membuat kalangan pemuda semakin mudah terjerumus kedalam tren bunuh diri.

Pemerhati kebijakan pendidikan Noor Afeefa menyatakan miris dan prihatin atas rentetan peristiwa bunuh diri yang terjadi tidak hanya dikalangan masyarakat awam, tapi juga yang terjadi dikalangan mahasiswa perguruan tinggi. Mengapa?

Penanaman konsep hidup hingga mental yang kuat sebenarnya ditentukan oleh jenjang pendidikan sebelumnya, yakni pendidikan dasar dan menengah. Rapuhnya mental dan gagalnya memahami visi hidup, menunjukkan kegagalan pada sistem pendidikan dasar dan menengah. Diperparah oleh tata kelola pendidikan tinggi yang juga tidak menguatkan aspek kepribadian islami pada mahasiswa, maka makin bertambah rapuhlah mereka.

Sedangkan para mahasiswa setelah lulus dari perguruan tinggi, akan berinteraksi langsung dengan masyarakat, dan akan berhadapan dengan berbagai permasalahan kehidupan yang lebih kompleks daripada kehidupan dimasa pendidikan Perguruan Tinggi.

Seperti, lowongan kerja susah didapat, biaya hidup tinggi, akibat sikap yang didasari hedonisme semakin menjerat, bekal pernikahan tidak didasari pada agama tapi hanya dengan hawa nafsu atau berlandaskan materi (cantik, tampan, popular, yang penting cinta dan sudah halal, dsj) membuat kalangan muda gagal dalam membina rumah tangganya, akibat terjadi banyak percekcokan.

Akan tetapi, akar masalah bukan sekedar itu. Tapi, ada yang mendasari sehingga muncul berbagai masalah yang dihadapi oleh kalangan muda tersebut. Yaitu, akibat penerapan sistem sekuler kapitalisme yang memengaruhi seluruh aspek kehidupan dan tidak terlepas dalam aspek Pendidikan.

Asas sekularisme akhirnya melahirkan pemikiran yang mengagung-agungkan kebebasan atau liberalisme, termasuk kebebasan berperilaku dan berbuat seenaknya yang akhirnya para pendidik ataupun di antara peserta didik bertindak benar dan salah tidak lagi melihat sesuai kacamata syariat.

Penilaian benar dan salah, jelasnya, diserahkan kepada masing-masing individu. Parahnya, [jika] hal itu sudah menjadi kebiasaan mayoritas dalam suatu lingkungan, maka akan dianggap suatu hal yang biasa atau wajar (baca: benar). Padahal di dalam Islam, termasuk dalam aspek proses pembelajaran/pendidikan, apa pun tingkatan dan jenis pendidikan tersebut, tetaplah harus memperhatikan hal-hal yang memang Islam telah memberikan tuntunan.

Sistem kehidupan sekuler telah mereduksi pandangan hakiki manusia sebagai hamba Allah Taala, di antaranya dari mana ia berasal, untuk apa ia diciptakan, dan akan ke mana setelah kematian. Dalam pandangan kapitalisme sekuler, tujuan hidup manusia sekadar meraih sebanyak-banyaknya materi dan kesenangan dunia sehingga ketika hal itu tidak tercapai, ia merasa gagal dan mudah menyerah dalam hidup. Di sinilah munculnya gangguan cemas, stres, depresi, dan sejenisnya yang memicu seseorang berniat bunuh diri.

Seiring laju digitalisasi, generasi muda, cenderung banyak berinteraksi dengan dunia digital atau dunia maya. Kesibukan dan keasyikan mereka di dunia maya memicu interaksi sosial mereka dengan masyarakat sekitar berkurang. Apalagi kehadiran media sosial seakan menjadi obat bagi mereka yang kesepian dan tidak memiliki dukungan sosial. Jadilah generasi muda kita menjadi generasi yang jiwa sosialnya terisolasi dengan mencukupkan diri dalam pertemanan dunia maya.

Kondisi ini jauh berbeda tatkala sistem Islam diterapkan. Penerapan sistem Islam kafah mewujudkan generasi berkepribadian Islam, cendekiawan yang cerdas, bermental kuat, pemimpin peradaban mulia. Itulah generasi emas yang diharapkan dari khairu ummah.

Pandangan Islam:  Problem Bunuh Diri adalah Bagian dari Tanggungjawab Negara terhadap Umatnya

Islam menjadikan negara sebagai rain yang akan mengurus rakyat dan memberikan kehidupan terbaik melalui terwujudnya sistem kesehatan masyarakat yang terbaik. Dalam Islam, pemimpin itu hakikatnya pengurus dan pelayan rakyat. Demikian sebagaimana sabda Nabi saw., “Pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus.” (HR Al-Bukhari).

Pengurusan rakyat (ri’âyah) itu dilakukan dengan siyâsah (politik) yang benar, yaitu seperti yang dijelaskan oleh Imam An-Nawawi di dalam Syarah Shahîh Muslim. Ri’âyah atau siyâsah yang baik itu tidak lain dengan menjalankan hukum-hukum syariat, serta mengutamakan kemaslahatan dan kepentingan rakyat. Inilah seharusnya yang dilakukan oleh seorang pemimpin yang amanah.

Pemimpin amanah akan menunaikan tugas ri’âyah, yakni memelihara semua urusan rakyatnya. Mereka menjamin pemenuhan kebutuhan pokok (sandang, pangan, dan papan bagi tiap individu warga negara), serta menjamin pemenuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara cuma-cuma. Mereka juga melindungi rakyat dari berbagai gangguan dan ancaman, termasuk dari oligarki. Dalam memelihara urusan rakyat, penguasa hendaklah seperti pelayan terhadap tuannya. Sebabnya, “Sayyidu al-qawmi khâdimuhum. (Pemimpin kaum itu laksana pelayan mereka).” (HR Abu Nu’aim).

Rasul saw. banyak memperingatkan penguasa dan pemimpin yang tidak amanah/khianat dan zalim. “Mereka adalah pemimpin jahat.” (HR At-Tirmidzi). “Mereka adalah pemimpin yang dibenci oleh Allah Swt., dibenci oleh rakyat, dan membenci rakyatnya.” (HR Muslim). “Mereka adalah pemimpin bodoh (imâratu as-sufahâ’), yakni pemimpin yang tidak menggunakan petunjuk Rasul saw. dan tidak mengikuti sunah beliau.” (HR Ahmad). “Mereka adalah penguasa al-huthamah, yakni yang jahat dan tidak memperhatikan kepentingan rakyatnya.” (HR Muslim). “Mereka adalah penguasa yang menipu (ghâsyin) rakyat.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Sayangnya, sistem pemerintahan demokrasi sekuler kapitalisme saat ini justru banyak melahirkan para pemimpin yang banyak dicela oleh Rasulullah saw. sebagaimana dalam hadis-hadis di atas. Mereka lebih memilih memperkaya diri dan koleganya (oligarki) daripada peduli kepada rakyat mereka sendiri.

Dalam pandangan Islam problem bunuh diri adalah bagian dari tanggungjawab negara terhadap rakyatnya. Negara Islam (Khilafah) akan berupaya melakukan tindakan-tindakan yang dapat membuat individu masyarakat tidak akan berpikir menyelesaikan problem hidup dengan melakukan bunuh diri:

Pertama, menanamkan akidah Islam sejak dini pada anak-anak.

Kedua, menerapkan kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam. Sejarah Islam telah membuktikan bahwa kurikulum pendidikan Islam mampu melahirkan generasi kuat imannya, tangguh mentalnya, dan cerdas akalnya. Negara akan mengondisikan penyelenggaraan pendidikan yang bertujuan untuk membentuk syahsiah Islam terlaksana dengan baik.

Ketiga, memastikan para ibu menjalankan kewajibannya dengan baik. Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Kaum ibu dalam sistem Islam (Khilafah) akan diberdayakan sebagai ibu generasi peradaban, bukan mesin ekonomi seperti halnya dalam sistem kapitalisme yang malah menghadapkan para ibu pada persoalan ekonomi dan kesejahteraan.

Khilafah akan menetapkan kebijakan ekonomi yang mampu menyerap banyak tenaga kerja dari kalangan laki-laki. Alhasil, peran ayah dan ibu dalam keluarga dapat berjalan seimbang seiring pemenuhan kebutuhan pokok yang dijamin negara.

Penerapan sistem Islam kafah yang paripurna akan membentuk individu bertakwa, masyarakat yang gemar berdakwah, dan negara yang benar-benar me-riayah. Dengan begitu, masalah bunuh diri akan tuntas karena setiap individu muslim dapat memahami hakikat dan jati dirinya sebagai hamba Allah SWT dengan menjadikan Islam sebagai the way of life.

Ketika Islam menjadi jalan hidup bagi setiap muslim, tidak akan ada generasi yang sakit mentalnya, mudah menyerah, atau gampang putus asa. Mereka akan menjadi generasi terbaik dengan mental sekuat baja dan kepribadian setangguh para pendahulunya. Allah Swt. berfirman,

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتابِ لَكانَ خَيْراً لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفاسِقُونَ

“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS Ali Imran: 110)

Al-Hafizh ‘Imaduddin Abul Fida’ Isma’il bin ‘Umar bin Katsir menjelaskan dalam Tafsir Al-Qur’an al-Azhim bahwa Allah memberitahukan kepada umat Nabi Muhammad saw. bahwa mereka adalah sebaik-baik umat. Wallaahu’alam bishshowwab.

Oleh : Dra.Hj.Sri Wahyuni Abdul Muin