Samarinda - Kampung Malahing, salah satu destinasi wisata di Kota Bontang yang menuai sorotan. Kampung ini terbilang unik, karena berdiri di atas laut. Kampung yang bertempat di Kelurahan Tanjung Laut Indah, Kecamtan Bontang Selatan ini didirikan oleh dua orang nelayan yaitu Nasir dan Almarhum Jami pada awal tahun 2000 silam. Keduanya merupakan warga Mamuju, Sulawesi Barat. Pada awalnya, mereka mendirikan pondok untuk tempat beristirahat selama berlayar di lautan. Lambat laun banyak yang mengikuti jejak mereka mendirikan rumah di sana. Hingga kini tercatat ada 55 kepala keluarga dengan jumlah penduduk 226 orang, dan terbentang di tengah-tengah Teluk Bontang seluas 5 hektar (kompas.id, 16/ 07/ 2022).
Kampung Malahing baru saja terpilih sebagai juara 3 kategori Kampung Wisata Maju dalam ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023 yang di selenggarakan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Setidaknya ada tiga hal menarik dari Kampung Malahing yang dapat menarik para wisatawan. Pertama, wisatawan akan merasakan sensasi hidup di atas laut dan dapat membaur dengan masyarakat sekitar yang berprofesi sebagai nelayan. Kedua, wisatawan akan menikmati keindahan alam Malahing. Lokasi yang berada di tengah laut, ditambah birunya lautan akan menjadi panorama utama yang menyegarkan mata, sembari melihat burung kuntul perak dan bangau hitam yang menjadi ikon dari Kota Bontang. Ketiga, kampung malahing menyediakan fasilitas penginapan, snorkling, dan berbagai kuliner khas laut seperti gammi bawis, olahan ikan segar, teripang, cumi dan udang (tribunkaltim.com, 29/ 10/ 2023).
Sayangnya, pesona wisata Malahing tersebut tidak seindah perjuangan para pelajar dari Kampung tersebut. Di Kampung Malahing terdapat sekolah SD, namun para pelajar hanya sekolah sampai kelas 5. Jenjang selanjutnya ditempuh di darat untuk persiapan mengikuti ujian nasional. Akses satu-satunya untuk sampai ke darat atau sebaliknya menggunakan perahu dengan waktu tempuh 15-30 menit. Setiap hari para pelajar harus bolak-balik berangkat pagi dan pulang menjelang sore. Biaya yang diperlukan untuk transportasi para pelajar tersebut bekisar Rp 300 ribu per bulan. Sementara, pendapatan orang tua mereka tidak menentu setiap bulannya. Ketua RT 30 Kampung Malahing, Nasir Lakadda menyampaikan dulu ada bantuan kapal dari perusahaan, namun saat ini kondisinya sudah rusak parah (tribunkaltim.com, 25/ 10/ 2023).
Paradigma Terbalik
Terlihat aneh memang, satu sisi pariwisata di Kampung Malahing terus digenjot hingga berhasil menyabet juara 3 ADWI 2023. Di sisi lain, pendidikan seakan kurang mendapat perhatian. Para pelajar dibiarkan berjuang sendiri untuk mendapatkan pendidikan berkelanjutan, sedangkan wisatawan dimanjakan dengan berbagai fasilitas yang terus diperbaiki. Memang saat ini pemerintah terus berupaya memajukan destinasi pariwisata di berbagai daerah di Indonesia, dengan tujuan membantu kemajuan perekonomian bangsa. Tapi, bukankah suatu paradok ingin memajukan perekonomian tanpa memajukan pendidikan?
Sejatinya pendidikan adalah kebutuhan krusial bagi setiap anak. Jika anak-anak terdidik mereka akan memiliki pemikiran yang lebih maju, innovatif, kreatif, dan berakhlak. Kelak mereka lah yang akan menjadi penerus perjuangan bangsa. Menjadi penguasa, pengusaha, maupun rakyat yang tinggal di daerah wisata. Sebaliknya jika anak-anak tidak terdidik, mereka akan mudah diarahkan, mudah terpengaruh budaya luar. Hal itu memungkinkan mereka stagnan diposisi sebagai buruh di sana, dan terarus budaya liberal wisatawan asing yang justru menjerumuskan, seperti seks bebas, narkoba, miras, dll.
Dilansir dari jttc.co.id, terdapat beberapa isu sosial dan budaya dalam pariwisata. Pertama, kebudayaan dan identitas; pariwisata dapat mengubah budaya lokal agar sesuai dengan selera wisatawan. Kedua, konflik kebudayaan; perbedaan budaya antara wisatawan dan masyarakat setempat dapat menyebabkan konflik, apabila tidak saling ada pengertian. Ketiga, pemusatan kekayaan; sebagian besar manfaat ekonomi dari pariwisata hanya dinikmati oleh segelintir orang atau perusahaan. Hal ini justru akan meningkatkan kesenjangan sosial dan ekonomi di tengah masyarakat.
Keempat, Kehilangan tradisi atau perubahan gaya hidup; pariwisata yang berlebihan dapat menyebabkan perubahan gaya hidup dan aktivitas tradisional masyarakat, bahkan menyebabkan kebiasaan dan tradisi itu terabaikan dan terlupakan. Kelima, peningkatan biaya hidup; industri pariwisata yang berkembang pesat dapat menyebabkan kenaikan biaya hidup, harga kebuhan sehari-hari maupun properti naik, sehingga menjadi tekanan bagi masyarakat setempat. Keenam, masalah ketenagakerjaan; pariwisata memang menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat setempat, tetapi hanya sebatas pada sektor layanan seperti perhotelan yang memiliki tingkat upah yang rendah.
Dengan berbagai risiko yang mungkin timbul dari pariwisata, tentu tidak cukup hanya berfokus pada memajukan sektor pariwisata. Akan tetapi harus diimbangi dengan majunya pendidikan anak bangsa. Sehingga pemikiran generasi penerus tidak tergerus oleh pemikiran-pemikiran liberal asing, yang justru membawa dampak negatif bagi bangsa, mulai dari perubahan gaya hidup, meningkatnya penyakit seks menular, hingga meningkatnya kriminalitas. Generasi penerus juga diharapkan tidak mencukupkan diri menjadi seorang buruh dari para kapitalis, serta pasrah begitu saja dengan segala perubahan yang ada. Sebaliknya, mereka diharapkan akan menjadi agen of change yang kritis terhadap setiap kebijakan atau keadaan yang merugikan masyarakat.
Pendidikan dan Pariwisata dalam Islam
Berbeda dengan sistem kapitalisme yang lebih mengutamakan peningkatan perekonomian. Islam justru memandang pendidikan adalah kebutuhan pokok bagi setiap individu. Islam mewajibkan negara menjamin pendidikan warganya baik muslim maupun non muslim secara berkualitas, murah, dan bahkan gratis. Tujuan kurikulum pendidikan Islam adalah pertama, membangun kepribadian Islam pada generasi muslim dan menjadikan Islam sebagai standart perilaku. Kedua, mempersiapkan generasi muslim agar kelak menjadi ulama-ulama yang ahli dalam setiap aspek kehidupan, baik ilmu Islam maupun sains teknologi.
Islam mewajibkan setiap muslim dan muslimah untuk menuntut ilmu. Tidak hanya mewajibkan, Islam juga menjadikan pendidikan warga sebagai tanggungjawab negara secara mutlak. Negara bertanggungjawab penuh dalam mengelola pendidikan baik kurikulum, pembiayaan, fasilitas, pemberdayaan intelektual, dll. Semua dikendalikan oleh negara, tidak diberikan ruang kepada industri atau perusahaan untuk ikut menentukan kebijakan dalam pendidikan.
Dengan demikian, terwujudlah generasi yang siap memberikan kontribusi keilmuannya untuk kemaslahatan umat dan negara. Bukan sekedar mejadikan pendidikan sebagai alat mengejar cuan untuk pemenuhan kebutuhan dan pemuas diri.
Islam pun mengatur sektor pariwisata dengan begitu indah. Tidak hanya sebagai tempat untuk bersenang-senang tanpa menghiraukan aturan. Akan tetapi pariwisata dalam Islam memiliki tujuan untuk memperkokoh keimanan melalui tadabbur ciptaan Allah SWT. Dengan begitu pariwisata tidak akan menjadi tempat untuk melegalkan semua aturan yang telah Allah haramkan, seperti khamar, narkoba, serta perzinahan. Pariwisata juga tidak akan dijadikan sumber pendapatan negara. Sehingga tidak perlu digenjot, bahkan sampai mengalahkan perhatian pada kebutuhan pendidikan.
Wallahu a’lam bi ash-showab
Oleh: Rizqa Fadlilah, S.Kep
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru