Samarinda - Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Kutai Kartanegara (Kukar) sekaligus Ketua Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ), Sunggono, menegaskan pentingnya alokasi anggaran yang lebih besar untuk pembinaan. Terutama dalam rangka mencetak generasi Qur’ani yang berkualitas dan berprestasi. Menurutnya, kebijakan ini sejalan dengan arahan Bupati Kukar, Edi Damansyah, yang menginginkan agar 70 persen anggaran LPTQ digunakan untuk pembinaan. Sementara sisanya dialokasikan untuk kebutuhan operasional. Ia pun menegaskan, anggaran terbesar harus dipergunakan untuk pembinaan. Ini sebagai upaya meningkatkan kualitas SDM Kukar di bidang ilmu Al-Qur’an sehingga mampu mencetak qori, qoriah, hafiz, dan hafizah yang berprestasi (Radarkukar.com, 02/12/2024).
Pemkab Kukar semakin menunjukkan komitmennya dalam mendukung bidang keagamaan sebagai upaya meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berakhlak mulia. Sekkab Kukar, Sunggono, menjelaskan sejumlah capaian penting Pemkab Kukar dalam mendukung pengembangan nilai-nilai keagamaan tersebut. Mulai dari kesuksesan Pemkab Kukar dalam Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) yang telah menjadi agenda keagamaan tahunan.
Belum lagi program “Satu Desa, Satu Hafidz” menjadi salah satu pencapaian signifikan dengan melahirkan 200 alumni. Pemkab juga memberikan beasiswa penuh untuk program S1 di Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) sebagai bagian dari upaya mencetak generasi Qur’ani yang unggul. Sunggono menegaskan bahwa seluruh program ini adalah wujud nyata perhatian Pemkab Kukar dalam membangun masyarakat religius dan mencetak generasi muda yang berkarakter Islami (Mediakaltim.com, 03/12/2024).
Harapan dan Tantangan
Langkah alokasi anggaran untuk pembinaan perlu diapresiasi. Karena ini bentuk perhatian pemerintah dalam mendukung program pengembangan nilai-nilai keagamaan yang tidak hanya mencetak generasi penghafal Alquran, tetapi juga membangun SDM yang unggul dan bermanfaat bagi masyarakat. Hanya saja, upaya ini termasuk berbagai program dan pembinaanya belumlah cukup mencetak generasi Qurani yang berakhlak mulia dan berkontribusi untuk pembangunan daerah.
Pasalnya, tantangan yang dihadapi dalam membangun generasi Qurani juga luar biasa. Tak dipungkiri kehidupan yang sekuler dan materialistik membuat generasi yang seharusnya terikat dengan hukum Islam, justru terus didorong menegakkan nilai-nilai budaya hidup ala Barat yang liberal. Alhasil, mereka pun menerima konsep kebebasan dan mengekspresikan diri tanpa memperhatikan rambu-rambu dalam Islam. Dengan mudahnya mereka menjadikan agama dipinggirkan, sholat ditinggalkan, dan Alquran hanya menjadi pajangan.
Tak heran kini, meskipun mulai banyak lahir para penghafal Alquran tapi tidak sedikit dari mereka menjadi generasi yang lemah. Baik lemah akidahnya, akhlaknya hingga moralnya. Merekapun tersibukkan dengan gaya hidup dan aktivitas nirfaedah, bahkan tak jarang terjebak pada perbuatan yang melanggar syariat.
Untuk itu, sangat dibutuhkan support sistem untuk mewujudkan generasi Qurani yang bukan hanya demi prestasi dan keuntungan materi. Melainkan mampu menjadi generasi unggul yang berasaskan akidah Islam, Alquran menjadi pedoman, hingga siap menjadi agen perubahan bagi negara dan peradaban. Tentu saja, penerapan Islam kaffah merupakan support sistem untuk mencetak generasi Qurani, bukan sistem sekulerisme kapitalisme.
Islam Mencetak Generasi Qurani
Generasi Qurani adalah generasi yang tumbuh dengan kecintaan terhadap Al-Quran dan mempraktikkan ajaran-ajarannya dalam kehidupan sehari-hari. Maka, sepatutnya negara mengeluarkan kebijakan dengan perubahan arah orientasi dan pembinaan generasi. Perubahan mendasar dan menyeluruh itu menuntut penerapan Islam, menutup semua pintu penyebaran nilai, aturan dan perilaku yang sekuler liberal.
Maka untuk membentuk generasi Qurani yang berakidah dan bertingkah laku mengikuti Alqur’an, memerlukan keterlibatan berbagai pihak yang akan menjalankan perannya masing-masing. Pihak pertama, yaitu orang tua dan keluarga yang menjaga dan mendidik anak-anaknya dengan menanamkan prinsip-prinsip akidah Islam, hukum syariat, dan nilai-nilai Alquran sehingga anak bisa membangun tujuan hidupnya yang diarahkan pada kemuliaan Islam.
Pihak kedua, yaitu masyarakat dengan interaksi yang khas yakni dengan amar ma’ruf nahi mungkar. Tolok ukur keberhasilan dan kebahagiaan adalah keridhaan Allah SWT. Maka orientasi kehidupan generasi akan fokus pada aktivitas fastabiqul khairat atau berlomba-lomba dalam kebaikan. Dengan begitu, akan tercipta lingkungan yang Islami dan akan memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan generasi.
Pihak ketiga, yaitu negara yang berperan memastikan agar setiap warga negaranya termasuk generasi muda terikat dengan hukum syariat. Negara Islam akan melakukan pembinaan kepada warga negaranya melalui penerapan sistem pendidikan Islam. Sistem pendidikan ini akan menghasilkan generasi yang memiliki kepribadian (syakhsiyah) Islam. Mereka tidak hanya dibekali tsaqadah Islam dan ilmu Alquran, tapi juga ilmu pengetahuan serta ilmu teknis agar mampu mengarungi kehidupan. Sehingga akan dihasilkan generasi-generasi yang siap menjadi problem solver di tengah-tengah masyarakat.
Demikianlah langkah yang dilakukan oleh negara Islam dalam mencetak generasi Qurani. Sungguh, generasi seperti ini diharapkan bisa menjadi penerus yang memperjuangkan agama dan menebar kebaikan. Oleh karena itu, negara harus memahami peran penting ini dan berusaha melahirkan generasi yang mampu membawa cahaya Al-Quran di dunia. Wallahua’lam bish shawab.
Oleh: Ita Wahyuni, S.Pd.I. (Pemerhati Masalah Sosial)
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru