Share ke media
Pendidikan

Nasib Guru Honorer

19 Nov 2018 02:00:241065 Dibaca
No Photo
Ilustrasi : https://www.reaksipress.com/2018/09/reaksi-demo-k2-nusantara-17-18-september.html

Ribuan karyawan honorer kategori dua (K2), yang mayoritas guru, melakukan aksi demonstrasi menuntut agar diangkat menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Para guru yang berasal dari sejumlah daerah di Indonesia itu menggelar aksi demonstrasi di seberang Istana (CNN Indonesia, 30/10/2018) Namun sayang, gayung tak bersambut. 

Baca juga : Ironi Guru Honorer

Demo ribuan honorer K2 di istana negara, tampaknya belum jua membuahkan hasil yang diharapkan. Aksi yang digelar itu tidak direspon oleh orang nomor satu di Indonesia ini, Presiden Jokowi. Guru Honorer masih terbilang jauh dari kata sejahtera. Ya, begitulah fakta yang ada, nasib guru kini sedang menanti kepastian yang tak berkesudahan. Impian hidup sejahtera dan bahagia nampaknya masih sangat jauh dari harapan. 

Pemerintah telah pelak menjadikan posisi guru honorer jauh dari kata sejahtera dan bahagia. Sebagai guru, mereka terus berjuang menuntut kebijakan pemerintah terkait nasib masa depannya. Bukan hanya berjuang dalam mencerdaskan anak bangsa, tapi juga berjuang mensejahterakan keluarga. Namun apa jadinya jika nasib guru honorer kini kurang diperhatikan? Seharusnya kesejahteraan guru haruslah diperjuangkan bukan diabaikan. 

Pengabaian penguasa terhadap guru honorer menunjukkan kurangnya kepedulian terhadap posisi strategis guru dalam menyiapkan generasi masa depan. Jika penguasa tidak lagi memberikan perhatian serius kepada pegawai honorer, maka bagaimana nasibnya dikemudian kelak? 

Dalam Islam, guru mendapat posisi dan perlakuan mulia, posisi guru sebagai orang berilmu dan mengajarkan ilmu menjadi perhatian yang spesial di mata Islam, karena posisi strategisnya sebagai salah satu pilar pencetak generasi cemerlang. Dalam Islam pendidikan merupakan perkara yang jua tak kalah penting dengan perkara yang lainnya. Salah satunya yang berkaitan dengan para pendidik. 

Para pendidik diharapakan mampu mencetak generasi yang tak hanya cerdas dari sisi ilmu pengetahuan, namun juga keterikatan dan ketundukan kepada sang Maha Pencipta. Maka untuk mewujudkannya, perlu adanya dukungan dari Negara, dalam hal ini adalah penguasa, yaitu orang yang berkuasa dalam pengambil kebijakan di Negara. Salah satunya yang berkaitan dengan kesejahteraan para pendidik. 

Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, terdapat kebijakan pemberian gaji kepada para pengajar Al-Qur’an, yang masing-masing sebesar 15 dinar, pada saat itu satu dinar sama dengan 4,25 gram emas. Jika satu gram emas Rp500.000 saja dalam satu dinar berarti setara dengan Rp. 2.125.000,00. Dengan kata lain, gaji seorang guru mengaji adalah 15 dinar dikali Rp. 2.125.000, yaitu sebesar Rp. 31.875.000, dalam sebulan. berkaca dari pengalaman masa itu,  sudah masanya para guru  mendambakan hadirnya sistem Islam, yang dapat memberikan kesejahteraan kepada para pendidik generasi. Maka sudah selayaknya guru ikut terlibat dalam perjuangan mewujudkannya. (*Red/dr) 


Oleh : Alfira Khairunnisa 

(pengamat sosial Masyarakat dan lingkungan) Lahir di Pematang Kerasaan Kec. Bandar Kab. Simalungun Sumatera Utara. Berdomisili di Riau.