Samarinda - U.S. Trade and Development Agency (USTDA) atau Badan Perdagangan dan Pembangunan AS, telah memberikan hibah kepada Otoritas Ibu Kota Nusantara (OIKN), untuk mendukung pengembangan pusat komando terpadu, pengelolaan infrastruktur kota pintar di ibu kota baru Indonesia, Nusantara. Hibah tersebut akan mendanai proyek percontohan untuk mendemonstrasikan solusi teknologi dari tujuh perusahaan AS. (Voaindonesia.com, 01/10/2024).
Direktur USTDA, Enoh T. Ebong mengatakan, USTDA senang dapat melanjutkan kemitraannya dengan OIKN untuk memajukan pembangunan kota pintar dan infrastruktur berkualitas tinggi yang akan meningkatkan keberlanjutan dan kualitas hidup di ibu kota baru Indonesia. Perusahaan AS dan mitra teknologi terpercaya dapat mendukung investasi dalam infrastruktur digital penting ini.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Mochamad Basuki Hadimuljono yang menjadi Penjabat Kepala OIKN juga menyampaikan, kolaborasi tersebut menandai tonggak penting dalam upaya untuk mengembangkan Nusantara sebagai model pembangunan perkotaan yang berkelanjutan dan inovatif. Ia menambahkan, Integrasi teknologi canggih ke dalam infrastruktur kota pintar ini, tidak hanya akan meningkatkan kemampuan operasional, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup penduduk.
Pintu Penjajahan
Duta Besar AS untuk Indonesia, Kamala Shirin Lakhdhir, mengatakan, dukungan USTDA untuk mengembangkan proyek pusat komando terpadu tersebut merupakan contoh komitmen teguh untuk memperdalam kemitraan AS-Indonesia dalam pembangunan berkelanjutan di seluruh Indonesia. Namun perlu diketahui, kemitraan melalui dana hibah ataupun investasi dari asing tentu bukan tanpa maksud. Apalagi di alam kapitalisme seperti saat ini, jelas tidak ada bantuan gratis.
Kerja sama dengan asing terutama AS sesungguhnya memiliki konsekuensi. Kolaborasi yang berkedok “investasi” ataupun “bantuan dana” yang disepakati oleh dua negara pastinya akan menuntut imbalan yang menguntungkan. Lebih jauh lagi, kerja sama asing telah menjelma menjadi alat penjajahan untuk menjerat suatu negara. Imbasnya, kedaulatan negara semakin melemah dan para kapital akan mudah mendikte kebijakan pemerintah untuk melayani kepentingan bisnis mereka.
Seharusnya negara menyadari potensi bahaya tersebut hingga menolak secara tegas kerja sama asing dalam bentuk apapun. Mirisnya, negara telah tersihir dengan bantuan asing yang dianggap sebagai hal positif karena ada dana yang masuk ke negara hingga diharapkan industri akan bergerak, pembangunan infrastruktur semakin maju, dan kehidupan masyarakat juga akan meningkat. Namun, ujung-ujungnya negara kian terjajah dan membawa musibah bagi rakyat dibandingkan mewujudkan kesejahteraan bagi mereka.
Pandangan Islam
Dalam slam sebuah negara harus mengelola negaranya sendiri dan tidak menyerahkannya kepada negara lain. Negara Islam juga memastikan berjalannya politik ekonomi dengan benar. Sehingga hal tersebut akan menjamin kesejahteraan rakyat dan mampu membangun kemandirian ekonomi dan tidak akan membuka celah sedikitpun terhadap dominasi asing baik berupa investasi dan kerjasama.
Allah SWT. berfirman, “Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (QS An-Nisâ’: 141). Ayat ini mengindikasikan adanya larangan untuk memberi jalan bagi kaum kafir untuk menguasai orang-orang beriman, bagaimanapun caranya. Dalam konteks kenegaraan, negara Islam memahaminya sebagai larangan untuk memberi peluang bagi negara lain untuk mengintervensinya dengan cara apa pun.
Untuk itu, negara akan mencegah keterlibatan asing dalam berbagai proyek pembangunan. Pembangunan dilakukan semata-mata untuk kepentingan dan kemaslahatan rakyat, bukan untuk golongan tertentu. Pembiayaannya pun hanya diambil dari dana Baitul Maal dengan sumber-sumber pendanaan baku yang sudah ditetapkan syariah, sehingga tidak membebani rakyat ataupun melibatkan asing atau swasta. Sumber tersebut bisa dari harta milik negara seperti jiziyah, kharaj, fa’i dan pengelolaan harta milik umum yakni hasil SDA, tambang, hutan, dan lain-lain.
Dengan demikian, kebijakan dalam sistem Islam tentu akan mewujudkan Indonesia dan negeri-negeri muslim lainnya menjadi negara yang kuat dan mandiri. Maka, cara yang tepat untuk merealisasikan kedaulatan umat Islam adalah dengan penerapan Islam secara kafah. Wallahu a’lam bish shawab
Oleh: Ita Wahyuni, S.Pd.I (Pemerhati Masalah Sosial)
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru