Share ke media
Opini Publik

Menyoal Jaminan Kesejahteraan, Pemberdayaan Ekonomi Perempuan di Sektor Pariwisata

13 May 2024 02:00:19450 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : nasional.sindonews.com - Menyoal Perlindungan Sosial kepada Pekerja - 20 Oktober 2018

Samarinda - Saat menyampaikan pengantar di hadapan wakil sekira 40 negara partisipan dalam The 2nd UN Tourism Regional Conference on the Empowerment of Women in Tourism in Asia and The Pacific, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Wamenparekraf) Angela Tanoesoedibjo mengenalkan tentang tokoh kesetaraan gender Tanah Air, Ibu Kartini. Serta menyatakan pentingnya peran kaum Hawa dalam bisnis pariwisata.

Dalam The 2nd UN Tourism Regional Conference on the Empowerment of Women in Tourism in Asia and the Pacific itu, terdapat tiga panel diskusi utama yang diisi pakar dari negara-negara peserta. Pertama, membahas peran perempuan dalam mempromosikan pariwisata berkelanjutan. Kedua, menelaah bagaimana pendidikan dan pelatihan berdampak kepada partisipasi perempuan di sektor pariwisata. Ketiga,mengatasi kekhawatiran terkait keselamatan dan menciptakan peluang perjalanan yang lebih mudah diakses bagi perempuan.

Agar hal tadi terwujud, Director of the Regional Department for Asia and the Pacific UN Tourism ini meminta delegasi dari sekitar 40 negara peserta agar mendengarkan, belajar dan berbagi satu sama lain tentang solusi yang memungkinkan pariwisata menjadi wadah untuk pemberdayaan seluruh perempuan. (Suara.com, 02/Mei/2024)

Dari agenda ini, kita dapat melihat bahwa negara-negara di dunia melalui sistem global tersebut sedang gencar berusaha untuk mendorong keterlibatan perempuan dalam dunia pariwisata sebagai upaya untuk mewujudkan kesetaraan gender. Yakni perempuan dianggap setara dengan kaum Adam apabila dapat berdaya secara ekonomi termasuk dalam bidang pariwisata. 

Dalam sistem kapitalisme yang berorientasi materi pada akhirnya membentuk pandangan masyarakat, bahwa materi adalah sebagai tolak ukur kemuliaan. Oleh karenanya perempuan dihargai apabila dapat menghasilkan uang. Namun di balik itu semua, pada hakikatnya justru perempuan menjadi tumbal kegagalan sistem ekonomi kapitalisme dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat, yang berdampak pada pelibatan perempuan sebagai penggerak ekonomi.

Upaya tersebut justru merusak fitrah perempuan, dalam hal ini terutama bagi kaum ibu-ibu. Karena akan beimbas bahaya bagi nasib anak-anaknya. Baik ketika anak-anaknya ditinggal bekerja maupun akibat dari adanya pariwisata itu yang berpotensi menimbulkan perang budaya, dalam hal ini budaya yang tidak baik yang dibawa oleh orang-orang asing seperti pergaulan bebas.

Dalam sistem kapitalisme masyarakat dibentuk untuk berambisi mendapatkan materi sebanyak-banyaknya guna mencukupi berbagai biaya kebutuhan yang semakin hari semakin membebani. Akibat diterapkannya sistem kapitalisme, terjadilah pengurangan subsidi BBM, kenaikan pajak, kenaikan BPJS, kenaikan harga kebutuhan pokok, kenaikan biaya pendidikan dan lain sebagainya. Sehingga masyarakat lebih banyak menggunakan waktunya untuk mencari nafkah, termasuk para ibu-ibu yang pada akhirnya mengenyampingkan keluarganya seperti menjaga, merawat, memelihara, mendidik anak-anaknya dan berbakti kepada suaminya. 

Dapat dibayangkan apabila seluruh Ibu-ibu itu diberdayakan secara penuh. Lalu bagaimanakah ibu-ibu dapat bertanggung jawab untuk menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga, ketika mereka juga harus setara dengan laki-laki dalam hal ekonomi? Maka dapat dipastikan terjadi kekosongan peran ibu sebagai pengurus rumah tangga dan anak-anaknya. Hal ini akan berdampak tidak baik tatanan keluarga dan masyarakat.  Karena hilangnya peran ibu-ibu dalam mendidik anaknya akan berdampak pada pola tingkah laku anak-anak yang kurang terdidik, hal itu bisa menyebabkan dampak buruk lainnya.

Islam memiliki sistem ekonomi yang tangguh yang akan menjamin kesejahteraan rakyat termasuk perempuan dengan berbagai mekanismenya. Tidak hanya sektor non-strategis seperti pariwisata yang akan di tingkatkan, namun yang lebih utama adalah sektor sumber daya alam. 

Dalam sistem Islam, sektor sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti batu bara, sawit, minyak bumi, emas, tembaga dan lain sebagainya itu dikuasai dan dikelola oleh negara untuk menyejahterakan rakyat. Sebagaimana dalam suatu hadis, Rasulullah SAW bersabda “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api” (HR Abu Dawud dan Ahmad).  

Ketika sumber daya alam dikuasai dan dikelola oleh negara, maka dapat dipastikan perempuan akan dijaga fitrahnya dan dijamin kesejahteraannya oleh negara. Tidak hanya kesejahteraan, negara dengan sistem Islam akan menjamin keamanan perempuan karena Islam memiliki sistem hukum yang bersifat zawajir (pencegahan) dan jawabir (paksaan), dimana pelaku kejahatan akan mendapat hukuman yang setimpal dengan perbuatannya dengan pemberlakuan sanksi hudud seperti cambuk, rajam, potong tangan, penjara, hingga hukuman mati. 

Islam menjadikan perempuan mulia bukan diukur dari jumlah materi yang dihasilkannya, melainkan perempuan yang diberikan kekhususan dibandingkan dengan kaum laki-laki. Perempuan secara kodratnya lemah lembut dan penyayang wajib dilindungi dan dihormati. Ketika perempuan sebagai anak maka dia menjadi tanggung jawab walinya, dan ketika perempuan sebagai seorang istri memiliki peran domestik sebagai pengurus rumah atau al-umm wa rabbatul bayt, pencetak generasi dan pendidik anak-anaknya atau al-ummu madrasatul ula. Hal tersebut lebih mulia dibandingkan dengan jumlah materi. Oleh karenanya, negara wajib melindungi dan menjaga peran perempuan sesuai dengan fitrahnya.

Meskipun demikian perempuan di dalam Islam juga dapat berdaya secara ekonomi sesuai dengan kemampuan dan fisiknya baik di dalam rumah maupun di luar rumah yang tidak sampai mengorbankan tugas utamanya di dalam keluarga baik sebagai seorang anak maupun sebagai seorang istri. Seperti menjadi pengusaha, dokter, guru dan lain sebagainya. 

Apabila, dalam keadaan tertentu seperti perempuan yang harus menjadi tulang punggung keluarga karena tidak ada wali misal seperti anak yatim atau yatim piatu yang harus bertanggung jawab menafkahi dirinya dan keluarganya atau perempuan yang ditinggal suaminya atau suaminya dalam keadaan sakit dimana ia harus menafkahi dirinya, suaminya dan anak-anaknya, maka perempuan dapat berdaya sesuai dengan kemampuannya tanpa harus melupakan perannya di dalam keluarga dan negara wajib menjamin kesejahteraan mereka. Dapat berupa bantuan pelatihan skill maupun modal untuk usaha.

Dan perempuan bekerja didalam Islam hukumnya boleh atau mubah. Sedangkan perempuan yang bekerja dan dapat memberi nafkah tersebut di dalam Islam mendapat dua pahala. Rasulullah SAW bersabda, “Ya, ia memperoleh dua pahala, pahala kekerabatan dan pahala zakat.” (HR. Bukhari & Muslim). Dengan demikian maka, perempuan berdaya dalam Islam tidak akan menjadikan ambisi materi sebagai tujuannya melainkan untuk memperoleh pahala dari Allah Subhanawata’ala. Wallahu’alambissawab

Oleh : Ummu Hamidah (Pemerhati Sosial)