Share ke media
Opini Publik

Mewujudkan Buruh Sejahtera, Bagai Pungguk Merindukan Rembulan ?

18 May 2024 05:08:45462 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : gatra.com - Buruh Sambut Tahun Baru, Demo Tolak Omnibus Law - 1 Januari 2020

Samarinda - Ribuan buruh menggelar aksi damai unjuk rasa peringatan Hari Buruh atau May Day 2024, Rabu (1/5/2024). Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan aksi tersebut melibatkan ratusan ribu buruh yang berasal dari seluruh Indonesia.

Sementara itu, tuntutan buruh pada May Day juga masih berputar pada kesejahteraan. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebutkan, ada dua isu utama yang diusung pada aksi Hari Buruh tahun ini, yaitu Cabut Omnibus Law UU Cipta Kerja dan HOSTUM: Hapus Outsourcing, Tolak Upah Murah. (Liputan 6, 29-4-2024).

Di daerah pun sama, ribuan buruh dari berbagai daerah di Kaltim bersiap untuk menggelar aksi demonstrasi di Kota Samarinda pada Hari Buruh Internasional, 1 Mei 2024. Aksi ini akan memusatkan perhatian pada tiga isu penting, yaitu hubungan kerja, pengupahan, dan jaminan sosial.

Menurut Ketua Federasi Serikat Pekerja Perkayuan dan Kehutanan (FSP Kahutindo) Penajam Paser Utara (PPU), Dedi Saidi, aksi demo ini dilakukan sebagai bentuk keprihatinan terhadap kondisi ketenagakerjaan di Kaltim, termasuk di PPU. Dan di kampus khususnya Unmul mengadakan konsolidasi terbuka berjudul “May Day: Workers of the World, Unite”.

Buruh dan Kesejahteraan, Mengapa Begitu Jauh? 

Sejatinya, persoalan buruh akan terus ada selama dunia ini masih menerapkan sistem buatan manusia yakni kapitalisme. Persoalan ini akan terus berulang terjadi di belahan dunia manapun. Karna sistem ini menganggap buruh hanya sebagai faktor produksi. Dengan pandangan ini, semangat perusahaan adalah meminimalkan biaya produksi, termasuk biaya tenaga kerja. Sehingga tidak banyak biaya yang harus dikeluarkan perusahaan.

Nasib kesejahteraan buruh pun tergantung pada perusahaan. Dengan prinsip meminimalkan biaya, perusahaan pun minim dalam memberikan kesejahteraan pada buruh. Justru banyak kasus perusahaan tidak memberikan hak buruh, memberi upah tidak sesuai UMR, tidak memberi THR, mudah memecat buruh, dan lainnya.

Dan sebagaimana kita ketahui, tidak ada jaminan dari negara. Sebab negara hanya  berperan sebagai regulator dan penengah antara buruh dan perusahaan jika ada konflik terkait upah dan lainnya. Negara tidak memposisikan sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat.

Dan selama dunia masih menerapkan kapitalisme, tidak akan ada kata sejahtera bagi buruh dan umumnya masyarakat. Kesejahteraan hanya akan menjadi mimpi tanpa realisasi. Karna sistem ini akan membuat kesenjangan antara Si Kaya dan Si Miskin. Si Kaya akan menguasai banyak hal atas nama kebebasan memiliki.

Lalu, beragam aturan dan kebijakan yang lahir dari sistem ini hanya memihak para pengusaha, seperti munculnya UU Cipta Kerja, RUU Kesehatan, dan sebagainya. Semua itu membuktikan bahwa aturan kehidupan yang menguasai dunia saat ini telah gagal untuk menyejahterakan kaum buruh. Ini jelas memperlihatkan bahwa negara berada dalam kendali korporasi yang dengan uangnya dapat “membeli” penguasa dan mengatur sesuai kepentingan mereka. Jadi, selama kapitalisme masih bercokol di muka bumi, nasib buruh akan kian keruh.

Buruh Apakah Mungkin Sejahtera dalam Islam?

Islam memiliki pandangan khas tentang buruh. Pandangan ini berbeda dengan kapitalisme yang lepas tangan terhadap kesejahteraan buruh. Islam memandang buruh adalah bagian dari rakyat yang harus di-riayah (diurusi) oleh negara. Dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab untuk memastikan kesejahteraan tiap-tiap warga negara, termasuk para buruh.

Rasulullah saw. bersabda terkait tugas seorang pemimpin rakyat, “Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR Bukhari).

Dengan demikian, tanggung jawab memenuhi kebutuhan rakyat (termasuk buruh) ada pada negara, bukan perusahaan. Negara akan bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya secara orang per orang sehingga tiap-tiap rakyat merasakan kesejahteraan. Negara juga melakukan fungsi pengawasan untuk memastikan bahwa tidak ada rakyat yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasarnya.

Pemenuhan kebutuhan dasar rakyat oleh negara ini dilakukan melalui dua mekanisme, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Adapun mekanisme secara langsung, Khilafah menyediakan layanan pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis sehingga rakyat tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mengaksesnya. Mekanisme tidak langsungnya, negara menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi rakyat laki-laki yang balig untuk bekerja mencari nafkah untuk keluarganya. Lapangan kerja tersebut bisa berupa kesempatan bekerja menjadi buruh, membuka usaha tertentu, menjadi petani, bisnis dagang, jasa, industri, maupun yang lainnya.

Terkait upah, Islam menentukan upah dalam akad kerja berdasarkan rida antara kedua belah pihak (antaradhin). Islam juga memiliki standar upah yang ditentukan oleh para ahli (khubara) sesuai manfaat yang diberikan oleh pekerja, lama bekerja, jenis pekerjaan, risiko, dan lainnya. Dengan demikian, bisa dipastikan tiap-tiap pihak merasa senang. Buruh senang karena mendapatkan upah secara makruf, perusahaan juga senang karena mendapatkan manfaat yang baik dari karyawannya.

Inilah gambaran kondisi buruh yang kita semua dambakan. Buruh sejahtera karena negara mengurusinya. Negara dan masyarakat juga senang karena produk perusahaan bisa memasok kebutuhan masyarakat. Ekonomi pun berputar dengan sehat. Sistem bernegara inilah yang kita harapkan eksis agar kesejahteraan dapat terwujud nyata untuk semuanya, termasuk bagi buruh. Wallahu a’lam bissawab.

Oleh : Fani Ratu Rahmani (Aktivis dakwah dan Pendidik)