Share ke media
Opini Publik

UMKM, JAMINAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN ?

27 Sep 2024 01:04:4534 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : paper.id - Apa itu UMKM? Pengertian Hingga Jenis UMKM - 20 Januari 2023

Samarinda - Saat ini sebanyak 45.342 pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Kabupaten Paser sangat memiliki andil terhadap perekonomian di Kabupaten Paser. UMKM menjadi prioritas utama dalam Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Indonesia memiliki lebih dari 65 juta unit UMKM yang berkontribusi terhadap 61% perekonomian nasional. Oleh karena itu, Astra melalui Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) dan PT Pamapersada Nusantara (PAMA) berupaya untuk mendukung kemandirian UMKM di wilayah Paser, Kalimantan Timur.

Sektor riil memang lebih tahan terhadap krisis daripada nonriil sehingga seringkali menjadi penyelamat roda perekonomian ketika negara mengalami gejolak atau resesi. Namun yang patut dipertanyakan, realistiskah menjadikan UMKM sebagai prioritas utama dalam memulihkan kondisi perekonomian negara?

Tanpa ada niat sedikit pun mengabaikan upaya yang sudah ada, dilibatkannya pihak swasta dalam membina atau mendukung kemandirian UMKM, sulit untuk tidak dikatakan, negara melepas tanggung jawabnya sebagai pengurus utama rakyat. Negara hadir hanya sebagai regulator dan fasilitator. Rakyat disuruh banting tulang mencari nafkah sendiri dengan menjadi pelaku UMKM, hitung-hitung bisa membuka lapangan kerja bagi orang lain. ‘Bermanfaat bagi bangsa dan negara’, ‘kemandirian ekonomi’, adalah contoh jargon manis yang terus disuarakan demi memotivasi masyarakat berwirausaha. Rakyat diposisikan bak beban bagi negara jika tidak mandiri secara ekonomi.

Kenyataan di lapangan menunjukkan, perjalanan bisnis UMKM tidaklah semulus jalan tol. Betul memang ada kucuran modal, tetapi nominalnya kecil sekali. Rerata kurang lebih Rp 5 juta, jelas tidak akan berdampak besar, kecuali sekadar untuk bertahan hidup. Berbagai kisah sukses UMKM yang hingga go international adalah satu dari sekian juta UMKM yang mangkrak tersebab ekosistem UMKM tidak mendukung mereka untuk tumbuh dan berkembang. Ekosistem usaha disebut tidak mendukung UMKM, selain karena akses modal yang terbatas, akses bahan baku pun dikuasai segelintir pihak. Pelaku UMKM tidak akan mungkin bisa mendapatkan bahan baku murah. Bagaimana tidak, pelaku UMKM dengan modal Rp 5 juta jelas tidak akan mampu bersaing harga dengan kaum kaya yang memiliki modal triliunan rupiah.

Pasar bahan baku pun kini banyak yang oligopoli, yakni sebagian besar pengusaha besar menguasai bahan baku hingga menguasai industri dari hulu ke hilir. Misalnya saja, struktur pasar tepung terigu di tanah air yang oligopolistik. Tepung terigu Bogasari telah memiliki pangsa pasar 57,3% yang merupakan pangsa pasar terbesar dalam industri tepung terigu. Sedangkan kita ketahui Bogasari adalah anak dari PT Indofood milik Salim Grup yang menjadi top fast (fast-moving consumer good) Indonesia. Perusahaan tersebut memproduksi banyak produk olahan, termasuk berbahan dasar tepung terigu, seperti mi instan dan camilan.

Lantas, bagaimana nasib UMKM yang produknya berbahan dasar tepung terigu juga? Sudah bisa dipastikan harganya tidak akan bisa bersaing dengan produk yang dihasilkan dari perusahaan besar. Inilah salah satu kendala yang dihadapi UMKM akibat ekosistem usaha yang sudah dikuasai industri besar. Selain itu, banyak UMKM gulung tikar karena ongkos produksinya saja melebihi harga jual produk perusahaan besar. Ataupun bagi UMKM yang bertahan, harus rela membuka usaha hanya untuk bertahan hidup dengan laba yang sangat minim. Bandingkan dengan industri besar yang mengambil keuntungan sangat besar.

Demikianlah ketika negara menerapkan sistem kapitalis dalam bidang ekonomi. Negara membiarkan rakyatnya bersaing secara terbuka dengan para pemodal besar. Rakyat yang memang sudah serba lemah jelas tidak akan pernah mampu menyamai mereka. Sistem kapitalis memang tidak menempatkan negara sebagai pengayom utama rakyat. Negara berlakon bak pebisnis dengan rakyatnya, untung-rugi dijadikan ukuran dalam mengurusi rakyat. Walhasil, mereka yang mampu mandiri secara ekonomi dipuji sebagai warga teladan, sedangkan yang tak mandiri secara ekonomi dianggap beban.

Mengapa tak kunjung percaya untuk menetapkan Islam sebagai satu-satunya aturan kehidupan? Islam bukan hanya mengatur persoalan ibadah spiritual, tetapi juga memiliki hukum yang aplikatif dan komprehensif dalam semua bidang kehidupan. Islam tidak akan pernah menjadikan UMKM sebagai pilar perekonomian. Islam mewajibkan negara sebagai pengelola utama SDA yang hasilnya dimanfaatkan untuk kebutuhan pokok rakyat. Tidak seperti sekarang SDA justru dikuasai pihak swasta lokal dan asing. Negara sudah berpuas diri dengan bagian receh yang tak seberapa.

Rakyat bukan berarti dilarang berwirausaha. Bahkan negara diharuskan untuk mendukung warganya meningkatkan kesejahteraan. Negara akan menyediakan modal usaha dari kas baitulmal, bisa berupa pemberian sebidang tanah mati ataupun pinjaman tanpa bunga. Bagi warga yang tidak mampu bekerja atau tidak ada keluarga yang mampu menafkahinya, misalnya cacat, tua renta, atau janda, negara menafkahi kebutuhannya secara langsung.

Karena itu, jelas tidak realistis menjadikan UMKM sebagai kunci pemulihan ekonomi, bahkan bisa jadi mustahil. Seandainya terwujud pun, sesungguhnya ini bertentangan dengan aturan Allah SWT karena telah menjadikan negara tidak bertanggung jawab penuh atas kesejahteraan rakyat. Rasulullah SAW bersabda, “Ketahuilah, setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka. Seorang lelaki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia bertanggung jawab atas mereka. Seorang wanita adalah pemimpin bagi rumah suaminya dan anaknya dan ia bertanggung jawab atas mereka. Seorang budak adalah pemimpin bagi harta tuannya dan ia bertanggung jawab atasnya. Maka, setiap dari kalian adalah adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (HR Abu Dawud).

Pelanggaran aturan Allah SWT dan Rasulullah SAW akan menjauhkan keberkahan dan rida Allah Taala. Apalah arti hidup ini jika tidak memperoleh keberkahan dan rida Allah Azza Wa Jalla? Sejahtera tanpa keberkahan Allah adalah malapetaka besar bagi seorang muslim. Nilai inilah yang tidak akan pernah bisa dipahami oleh mereka yang hidup mengandalkan akal semata, bahkan meminggirkan agama sebatas kehidupan pribadi.

Semoga segera tumbuh kesadaran di tengah masyarakat yang bermuara pada tuntutan penerapan syariat Islam secara menyeluruh karena hanya Islam yang mumpuni melindungi dan menjaga kehidupan manusia. Tidak cukupkah salahsatu bukti sejarah peradaban Islam yang terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz, tidak didapati satu pun warganya yang berhak mendapatkan zakat. 

Wallahualam.

Oleh : Dyan Indriwati Thamrin, S. Pd. (Pemerhati Masalah Sosial dan Politik)