Share ke media
Opini Publik

Wacana Penggusuran Lahan di IKN: Bukti Kesewenangan Penguasa kepada Rakyat

01 Apr 2024 03:17:41564 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : ekonomi.bisnis.com - Wacana Penggusuran Lahan di IKN: Bukti Kesewenangan Penguasa kepada Rakyat - 15 Maret 2024

Samarinda - Pada Jumat 8 Maret 2024, ratusan orang berkumpul di Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utama (PPU). Sebagian besar di antara mereka adalah warga Desa Pemaluan, Sepaku. Ada pula utusan Otorita Ibu Kota Negara (OIKN) Nusantara, Kepolisian, TNI hingga sejumlah Kepala Desa terdampak pembangunan IKN. Mereka berdiskusi mengenai tata ruang IKN. 

Otoritas IKN disebut meminta bangunan yang tidak berizin dan tak sesuai tata ruang Wilayah Perencanaan IKN untuk dibongkar. Permintaan tersebut segera diprotes sejumlah warga karena mereka merasa diusir pemerintah. Surat teguran Otoritas IKN tersebut segera dicabut pasca pertemuan tersebut.

Selanjutnya tanggal 13 Maret 2024 masyarakat didampingi Koalisi Masyarakat Sipil Kaltim menggelar konferensi pers. Mareta Sari dari Jatam Kaltim serta Herdiansyah Hamzah peneliti dari Saksi FH Unmul, menilai, bahwa pencabutan tersebut cuma akal-akalan. Mereka menduga, tujuan pencabutan surat adalah meredam emosi warga atau melihat respon publik. 

Sementara itu Kepala OIKN Bambang Susantono menegaskan, tidak ada penggusuran yang dilakukan oleh OIKN kepada warga di Kecamatan Sepaku terkait proyek pembangunan IKN. Apa yang dilakukan OIKN adalah untuk menjaga tata ruang yang baik di kawasan tersebut. 

Penggusuran paksa di IKN Nusantara ini bukan hal baru. Sebelumnya di Februari 2024 terjadi penggusuran paksa di kawasan pembangunan Bandara VVIP IKN dengan ditangkapnya 9 orang petani karena dianggap mengancam para pekerja pembangunan di sana. Para petani menolak digusur karena lahan tumbuh tanam mereka belum diverifikasi tapi sudah digusur untuk pembangunan bandara yang mengejar waktu hingga Agustus 2024 mendatang.   

Perampasan Ruang Hidup 

Berbagai peristiwa perampasan ruang hidup masyarakat ini mengingatkan kita akan kasus-kasus serupa yang marak terjadi di banyak daerah. Di antaranya kasus Rempang Kepulauan Riau, kasus Wadas Jawa Tengah, kasus Poco Leok Nusa Tenggara Timur, kasus Air Bangis Sumatera Barat dan banyak lagi. 

IKN termasuk dalam pembangunan PSN yang membutuhkan lahan luas. Para investor membutuhkan jaminan ketersediaan lahan ini dengan cepat. Tidaklah cukup hanya dengan regulasi yang dibuat untuk memudahkan mereka masuk. Akhirnya penggusuran paksa permukiman warga terjadi untuk kepentingan pembangunan atas nama PSN. 

Pola seperti itu sudah dilakukan sejak zaman penjajahan dan Orde Baru. Hal ini menandakan kesewenangan pemerintah dan semakin jelas wajah asli rezim yang zalim. Rakyat yang selalu dikorbankan padahal pembangunan ekonomi dimaksudkan untuk menyejahterakan rakyat. Akhirnya hubungan rakyat dengan penguasa ibarat musuh yang saling berhadap-hadapan. Bukan sebagai penguasa yang melindungi dan mengayomi rakyatnya. 

Bergulirnya PSN di suatu wilayah meniscayakan perampasan ruang hidup masyarakat dengan munculnya konflik agraria. Solusi pragmatis ala demokrasi yang membela rakyat tak kunjung menyelesaikan penderitaan ini. Penawaran solusi mulai jalan tengah baik jalur formal (pengadilan) maupun non formal seperti ganti rugi, mediasi dan konsinyasi, termasuk solusi advokasi sampai akhir. Semuanya tidak membawa penyelesaian dan sekali lagi rakyat yang selalu menjadi korban.

Perampasan tanah atau konflik lahan dalam sistem kapitalisme diselesaikan dengan penyelesaian semu. Kalau ditelaah konflik lahan itu dipengaruhi tiga hal utama yakni fungsi pemerintahan, kepemilikan atas tanah dan hukum pertanahan. Selama pemerintah berfungsi hanya sebatas regulator, kepemilikan tanah didasarkan pada kebebasan dan hukum pertanahan berdasarkan prinsip kapitalisme. 

Sepanjang ketiganya berada pada kendali oligarki kapitalisme demokrasi, sepanjang itu juga rakyat akan selalu menghadapi persoalan-persoalan serupa dan berulang. Masihkah kaum muslimin meyakini akan ada perubahan lebih baik dengan berganti kepemimpinan sementara pemimpin pengganti telah memastikan bahwa sistem kapitalisme demokrasi ini yang akan terus dilanjutkan.

Islam Melindungi Kepemilikan Lahan

Syariat Islam menetapkan bahwa warga bisa memiliki lahan dengan cara mengelola tanah mati, yakni lahan tak bertuan, yang tidak ada pemiliknya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya:

 “Siapa saja yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu menjadi miliknya dan tidak ada hak bagi penyerobot tanah yang zalim (yang menyerobot tanah orang lain).” (HR at-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad).

“Siapa saja yang lebih dulu sampai pada sebidang tanah, sementara belum ada seorang Muslim pun yang mendahuluinya, maka tanah itu menjadi miliknya.” (HR ath-Thabarani).

“Barangsiapa mengambil sejengkal tanah bumi yang bukan haknya, niscaya ditenggelamkan ia pada hari kiamat sampai ke dalam tujuh lapis bumi.” (HR Bukhari). 

Demikianlah khilafah, pelaksana syariat Islam kaffah, akan menerapkan paradigma kepemimpinan, paradigma kepemilikan dan hukum pertanahan sesuai mabda’ Islam yang mampu mengelola potensi tanah dan sumber daya alam yang dikandungnya untuk kesejahteraan rakyat. Sehingga problem perampasan tanah dan konflik agraria bisa terselesaikan dan rakyat terjamin mendapatkan ruang hidup aman dan nyaman. Wallahu’alamu biash-showwab.

Oleh : Dian Afriani

Terkini