Share ke media
Populer

Dari Gas Melon Subsidi Ke Gas Non-Subsidi

10 Jan 2019 06:00:29693 Dibaca
No Photo
Ilustrasi : Antre gas elpiji 3 Kg (Photo : pojokjabar.com)

Elpiji 3 kg (Gas melon) sudah menjadi barang langka. Walaupun langka, gas melon tetap dicari-cari warga meski jauh dari tempat tinggalnya. Mereka rela mencari ke mana-mana karena gas melon sudah menjadi kebutuhan primer. Bahkan sekarang, untuk mendapatkan gas melon, warga diminta untuk menyertakan fotokopi KTP dan KK. Gas melon bersyarat agar tidak salah sasaran, katanya?. 

Bagi masyarakat kelas bawah, mereka sudah tidak mungkin berpindah ke “lain hati” ke gas non-subsidi. Kelangkaan gas elpiji ini terus berlanjut, padahal pemerintah sudah melakukan berbagai upaya. Mulai dari menambah kuota, operasi pasar, dan rencana akan ada regulasi atau satgas agar kalangan atas tidak menggunakan gas melon. 

Berau termasuk daerah di Kaltim yang sering diberitakan media tentang kelangkaan gas elpiji melon. Saking langkanya Kapolres Berau akan menindak tegas masyarakat yang menyalahgunakan gas bersubsidi. Polres juga akan turun memantau rumah makan yang tidak berhak mendapat gas subsidi (tribunkaltim.co,2/1/2019). 

Saat ini, Pemkab Berau dan PT pertamina masih menggelar operasi pasar untuk menormalkan kelangkaan dan harga jual yang melonjak, melampaui Harga Eceran Tertinggi. Berita sebelumnya, Kapolres Bontang AKBP Siswanto Mukti menegaskan tidak ada penimbunan gas elpiji. Tetapi faktanya elpiji di Kota Bontang dan beberapa kota lain di Kaltim, sulit didapat. Memang ada keterlambatan distributor dan sudah dicek tidak ada penimbunan (kaltimpost.com, 28/12/2018). 

Pembelian gas melon diperketat, pemilik pangkalan mewajibkan pembeli gas membawa Kartu Keluarga (KK). Karena KTP masih mudah dicurangi mengingat dalam satu keluarga bisa lebih. Terlebih di Bontang sudah ada Jargas (Jaringan Gas Rumah Tangga) bisa mengurangi penggunaan tabung melon, dan direncanakan tahun 2019  ini, Jargas harus selesai semuanya. 

Gas melon langka, padahal kita ketahui bersama, daerah kita kaya akan SDA, bahkan kalau perlu daerah kita bisa menjadi penambah pasokan gas elpiji ke daerah lain. Mengapa hal ini bisa dan terus terjadi? Berbagai solusi sudah dijalani. Langka tabung melon ditengarai sebagai akibat dari pengurangan subsidi tabung gas agar masyarakat beralih ke tabung gas nonsubsidi. 

Patut diduga Operasi pasar yang ada seakan sebuah kamuflase, masalahnya bukan tentang pengurangan subsidi. Namun terkesan kuat  kelangkaan gas melon ini pada akhirnya berujung lahirnya kebijakan yang menggiring masyarakat beralih ke gas nonsubsidi? Atau kebijakan mengurangi subsidi LPG karena alasan tidak tepat sasaran. 

Kezholiman penerapan kebijakan berbau kapitalisme yang menganggap subsidi adalah beban sehingga terus-menerus secara bertahab mengurangi yang pada akhirnya menghilangkan berbagai subsidi bagi masyarakat. Strategi yang sama, ketika pemerintah mencabut subsidi minyak tanah agar masyarakat beralih ke tabung gas melon. Sekarang setelah warga berpindah ke gas melon diberlakukan lagi “lagu lama”, yang berawal dari langka akhirnya ganti ke nonsubsidi. Tidak mungkin warga berpindah ke kayu bakar atau minyak tanah lagi. 

Konsekuansi negara kapitalis dengan meliberalisasi-pun terjadi pada SDA. Tata kelola dan kebijakan dalam mengelola SDA berujung pada kelangkaan gas melon salah satunya. Bagaimana tidak saat ini SDA banyak dikuasai oleh pihak swasta dan asing. Kebijakan dari pemeritahpun masih berpihak kepada pemilik modal atau para kapitalis tersebut, dengan memberikan izin dan regulasi, sehingga mereka legal mengeksploitasi SDA kita. 

Dari sisi teknis memang pemerintah harus andil dan memantau agar pendistribusian berjalan lancar dan menindak tegas para spikulan yang menjadikan gas melon menjadi langka. Selain itu, tidak tepat menyalahkan pedagang atau warga mampu karena seharusnya layanan gas bersubsidi berlaku untuk semua warga. Tidak ada yang namanya gas nonsubsidi, karena gas memang seharusnya disubsidi oleh pemerintah. Gas elpiji seharusnya murah, mudah dicari dan dinikmati oleh semua warga masyarakat. 

Dampak nyata dari sistem kapitalis, sistem ekonomi bermasalah terutama dalam hal kepemilikan. SDA salah satunya gas merupakan kepemilikan umum yang seharusnya dikelola oleh negara untuk melayani masyarakat. Ditambah kesadaran masyarakat akan keterikatan terhadap hukum syara’ bahwa haram hukumnya menimbun barang. Ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan negara yang menerapkan Islam merupakan pilar yang tidak bisa dipisahkan. 

Sama halnya sistem ekonomi, sistem ekonomi merupakan bagian dari sistem-sistem lainnya yang tidak bisa dipisahkan (sistem pendidikan, sistem hukum dan sanksi, sistem pergaulan, dsbnya). Artinya kalau sistem ekonomi bermasalah maka harus diselesaikan juga permasalahan sistem lainnya. Oleh karenanya Syariat Islam merupakan solusi mendasar atas permasalahan ini, termasuk kelangkaan gas melon. 

Rasulullah saw bersabda: “kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api” (HR. Abu Daud). Termasuk dalam api adalah gas elpiji. Demikianlah permasalahan selalu muncul dan berulang akibat kita jauh dari hukum Allah. Semoga masyarakat semakin menyadari akan pentingnya kepemimpinan dan kebijakan yang berpihak kepada mereka. Wallahu’alam… (*Red/dr)

Oleh Rahmi Surainah, M.Pd.