Samarinda - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat jumlah kasus gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) di Indonesia mencapai 245 orang per Minggu (23/10) dengan tingkat kematian mencapai 57,6 persen. Masih menurut laporan Kemenkes, mayoritas pasien dari golongan anak-anak. Rinciannya, anak usia kurang dari 1 tahun sebanyak 25 kasus, usia 1-5 tahun 161 kasus. Lalu 35 anak berusia 6-10 tahun, dan 24 anak berusia 11-18 tahun. (Kompas.com).
Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi mengatakan dari 245 kasus itu, 141 orang meninggal dunia. Kemudian 66 orang masih dalam tahap pengobatan, dan 38 pasien lainnya dinyatakan telah sembuh.Dengan tingkat kematian kasus (case fatality rate) mencapai lebih dari 50 persen, kasus gagal ginjal akut secara misterius pada anak ini seharusnya ditetapkan menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB). Karena, meskipun tidak sesuai dengan definisi KLB di peraturan Mentri Kesehatan, namun sudah masuk dalam Kriteria KLB. Yaitu adanya satu kejadian yang tadinya tidak ada, tiba-tiba ada kemudian kasusnya terus meningkat. Meskipun beberapa pihak sudah mendesak pemerintah untuk segera menetapkan KLB pada kasus ini, namun pemerintah masih belum mengambil keputusan. Pasalnya, penetapan KLB mengandung konsekuensi yang tidak ringan.
Lamban dan tidak Serius elalu serius tersandera kepentingan banyak pihak. Dan menjadikan pertimbangan ekonomi dan manfaat menjadi dasar dalam menetapkan kebijakan. Oleh karena itu menetapkan suatu kasus menjadi KLB, misalnya akibat tertentu yang merasa kekurangan negara. antara lain: pertama, pemerintah wajib memenuhi standar pelayanan publik termasuk pemeriksaan laboratorium pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. Kedua, membentuk satuan tugas khusus untuk menangani kasus secara terkoordinasi. Artinya, satuan tugas ini tidak mengandalkan pegawai yang berjenjang agar dapat menangani masalah.Ketiga, mendukung koordinasi dan sinergi dengan pemerintah daerah dan BPJS Kesehatan terkait pembiayaan kesehatan.Hal ini juga akan membuat sosialisasi masif dalam rangka pencegahan kasus gagal ginjal ke depan dan sekaligus memberikan akses informasi yang tepat, cepat, dan komprehensif kepada masyarakat. Keempat, pemerintah menjamin ketersediaan obat gagal ginjal akut dan penggunaannya bagi pasien yang dibiayai oleh BPJS Kesehatan.
rbagai konsekuensi ini tentu membutuhkan anggaran yang tidak sedikit dan kinerja yang sungguh-sungguh untuk menyelesaikan kasus ini segera. Saat ini Menurut Mentri Kordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy pemerintah tengah berupaya mengungkap penyebab terjadinya penyakit tersebut dari hulu sampai hilirnya. Hanya saja, langkah yang diambil kurang tepat sasaran. Misalnya, pemerintah memerintahkan kepolisian untuk melakukan investigasi terhadap kasus-kasus ini yang disinyalir menyangkut masalah pidana. Padahal, jika pemerintah ingin fokus menyelesaikan masalah ini, mereka harus terjun langsung dalam melakukan investigasi menyeluruh dari hulu hinggaPemerintahan dalam sistem politik kapitalistik selalu tersandera kepentingan banyak pihak. Dan menjadikan pertimbangan ekonomi dan manfaat menjadi dasar dalam menetapkan kebijakan. Oleh karena itu menetapkan suatu kasus menjadi KLB, misalnya akibat tertentu yang merasa kekurangan negara. antara lain: pertama, pemerintah wajib memenuhi standar pelayanan publik termasuk pemeriksaan laboratorium pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. Kedua, membentuk satuan tugas khusus untuk menangani kasus secara terkoordinasi. Artinya, satuan tugas ini tidak mengandalkan pegawai yang berjenjang agar dapat menangani masalah.Ketiga, mendukung koordinasi dan sinergi dengan pemerintah daerah dan BPJS Kesehatan terkait pembiayaan kesehatan.Hal ini juga akan membuat sosialisasi masif dalam rangka pencegahan kasus gagal ginjal ke depan dan sekaligus memberikan akses informasi yang tepat, cepat, dan komprehensif kepada masyarakat. Keempat, pemerintah menjamin ketersediaan obat gagal ginjal akut dan penggunaannya bagi pasien yang dibiayai oleh BPJS Kesehatan.
Berbagai konsekuensi ini tentu membutuhkan anggaran yang tidak sedikit dan kinerja yang sungguh-sungguh untuk menyelesaikan kasus ini segera. Saat ini Menurut Mentri Kordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy pemerintah tengah berupaya mengungkap penyebab terjadinya penyakit tersebut dari hulu sampai hilirnya. Hanya saja, langkah yang diambil kurang tepat sasaran. Misalnya, pemerintah memerintahkan kepolisian untuk melakukan investigasi terhadap kasus-kasus ini yang disinyalir menyangkut masalah pidana. Padahal, jika pemerintah ingin fokus menyelesaikan masalah ini, mereka harus terjun langsung dalam melakukan investigasi menyeluruh dari hulu hingga ke hilir. Tidak menyerahkan sebagian atau bahkan hanya memberikan Arahan.
Seperti, mengapa terjadi pencemaran pada etilon glikol (EG dan dietilen glikol (DEG). Zat yang berasal dari Poli Glikol pada obat sirop cair yang merupakan salah satu tambahan untuk obat - yang baru beredar dan terlarang beredar Tapi mereka telah mengantongi izin edar dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) .Mengapa baru kali ini terjadi?Bagaimana terhadap pengawasan produk?
Langkah selanjutnya, yang tidak kalah pentingnya dengan pemerintah wajib melalukan pengkajian secara menyeluruh pada kasus-kasus ini. Agar mendapatkan kesimpulan yang akurat, penelaahan terhadap kasus ini seharusnya melibatkan orang yang ahli di bidangnya. Yaitu Farmakologi dan toksikologi. Tidak cukup hanya dengan mengeluarkan daftar produk yang dilarang beredar. Pemerintah juga bertanggung jawab memberikan jaminan keamanan warganya harus melakukan penyelidikan dan pengawasan terhadap semua produsen obat terkait dengan senyawa yang tercemar.
Tanggung Jawab Negara
Dengan kondisi ekonomi mayoritas penduduk negeri ini yang jauh dari kata sejahtera, kebutuhan untuk hidup layak dan sehat menjadi impian belaka. Jangankan untuk membeli obat, memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sudah sulit. Jadi saat ini pemerintah telah berusaha berupaya memenuhi kebutuhan obat untuk menangani misteri penyakit ini. Yaitu membeli sebanyak 200 vial obat Fomepizole (injeksi) dari produsen di Singapura. Harga satu vial obat penawar tersebut berkisar enam belas juta Rupiah. Jika itu menjadi satu-satunya solusi untuk kesembuhan pasien, bagaimana mekanisme pembayarannya? apakah negara kembali rakyat untuk membayarnya? Di saat generasi meregang nyawa, masihkah pemimpin negeri ini memiliki hati nurani?
Maka, hendaklah pemimpin negeri ini menyajikan wasiat Nabi Muhammad SAW. “Barangsiapa yang diberi tanggung jawab untuk menangani urusan umatku, lalu ia mempersulit hidupnya, maka sulitlah hidupnya. Dan barangsiapa yang bertanggung jawab untuk mengurusi umatku, lalu ia memudahkan urusan mereka, maka mudahkanlah hidupnya.”
Wallahu’alam bi showab
Penulis : Ari Nurainun, SE - Pemerhati Generasi - Samarinda
disclaimer : Tulisan ini merupakan partisipasi individu masyarakat yang ingin menuangkan pokok-pokok fikiran, ide serta gagasan yang sepenuhnya merupakan hak cipta dari yang bersangkutan. Isi, redaksi dan narasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru