Samarinda - Tepat di Hari Kesehatan
Mental sedunia, 10 Oktober 2022 sebuah peristiwa yang cukup mengejutkan dunia
pendidikan. Seorang mahasiswa di universitas ternama di Jogjakarta melakukan
bunuh diri dari sebuah hotel di wilayah setempat. Polisi melakukan pemeriksaan
di wilayah tersebut dan menemukan surat terkait hasil pemeriksaan psikologi TSR
dari Rumah Sakit JIH Sleman di dalam tas milik korban. Surat keterangan
psikologis tersebut menjelaskan (bahwa) korban mengalami gangguan psikologis
(kesehatan mental).
Kesehatan mental merupakan hal yang
penting untuk diperhatikan, termasuk membangun kesadaran akan pentingnya
membangun mental yang kuat dan sehat. Namun beberapa dekade terakhir kesehatan
mental menjadi masalah yang kompleks. Trennya semakin meningkat pascapandemi
Covid-19. Bentuk gangguan mental menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
antara lain depresi, bipolar, kecemasan, gangguan makan, dan skizofrenia.
Bahkan, orang yang mengalami gangguan mental bisa sampai melakukan bunuh diri.
Faktor Penyebab Gangguan Mental
Gangguan mental makin banyak
terjadi di tengah masyarakat. Begitupun pada diri remaja dan generasi muda saat
ini yang cenderung rapuh dan tidak tahan dengan tekanan mental ataupun fisik.
Faktor penyebabnya beragam serta kompleks, baik faktor internal maupun
eksternal.
Kecenderungan menolak keadaan yang
terjadi dan merasa tidak siap menerima qada Allah yang dipandang buruk menurut
kacamata manusia mengakibatkan gangguan psikologis yang mendalam. Contohnya,
trauma masa kecil, perubahan fisik (kegemukan atau obesitas), masalah fisik
(penyakit), dan lainnya yang bersifat pribadi.
Faktor internal berasal dari dalam
diri penderita gangguan kesehatan mental. Hal ini terkait dengan kemampuan
seseorang dalam memahami kehidupan, mengambil solusi dari tiap problem yang
dihadapi dan kesiapan mental menerima keadaan baik dan buruk yang telah
ditetapkan oleh Allah Swt. (qada). Faktor internal ini adalah problem
ideologi/pandangan mendasar tentang kehidupan.
Bila salah meyakini ideologi, misal
meyakini ideologi sekuler, baik kapitalisme ataupun sosialisme komunisme, maka
gangguan kesehatan mental ini rentan mengancam. Semisal: tingginya kasus
gangguan mental hingga bunuh diri di negara-negara barat sekuler. Bila meyakini
dan memahami ideologi Islam yang sahih, maka gangguan kesehatan mental minm
terjadi.
Adapun faktor eksternal berasal
dari luar diri penderita gangguan kesehatan mental, seperti tekanan hidup
karena faktor ekonomi yang menghimpit, tidak mampu bersosialisai (berteman),
masalah pendidikan, keluarga, lingkungan, dsb. Kondisi keluarga yang tidak
harmonis seperti sering terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),
perceraian, menjadi penyebab eksternal lainnya dari gangguan mental.
Sistem pendidikan termasuk faktor
eksternal yang berpengaruh besar bagi pembentukan karakter generasi. Dimana
pendidikan merupakan salah satu tonggak lahirnya generasi berkualitas suatu
bangsa. Namun, kini yang terjadi, pendidikan karakter yang diusung ideologi
sekulerisme justru menghasilkan output generasi yang rapuh dan bermasalah. Hal
ini dikarenakan konsep kehidupan harus dipisahkan dari konsep dan pemahaman
agama, dimana itu merupakan hal yang mustahil untuk dilakukan.
Kerusakan pada generasi saat ini
terus menerus terjadi secara sistemik. Hal ini terjadi dikarenakan pola dan
aturan kehidupan masyarakat saat ini yang sekuler- kapitalistik.
Faktor-faktor eksternal di atas
sangat dipengaruhi oleh penerapan sistem kehidupan yang didasarkan pada
ideologi. Ideologi sekuler seperti kapitalisme ataupun sosialisme komunisme
dengan pembangunannya yang bersifat materialistik jelas mengabaikan pembangunan
mental. Akibatnya kerusakan moral hingga gangguan mental menjadi problem sosial
masyarakatnya.
Berbeda dengan ideologi Islam
dengan kekhasannya menjadikan pembangunan fisik berdasarkan pada asas keimanan
pada Islam, maka keimanan dan sikap mental masyarakat pun menjadi kuat, luhur
dan mulia. Hal ini sejalan dengan pembangunan fisik yang dilakukan untuk
mensejahterakan masyarakat agar mendukung keimanan dan ketakwaannya.
Peran Negara dalam Mengatasi Gangguan Mental
Dibutuhkan optimalisasi peran
negara. Negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah akan meminimalkan,
bahkan menghilangkan segala hal yang bisa menyebabkan rakyatnya mengalami
gangguan mental karena permasalahan dalam berbagai aspek.
Sebagai contoh, negara memberikan
pendidikan yang gratis pada seluruh warganya serta kurikulum yang berbasis pada
ideologi Islam, sehingga terwujud generasi yang kokoh, dan berkeribadian Islam.
Melalui aspek medis, negara akan
melakukan rehabilitasi medis dan nonmedis terhadap orang-orang yang mengalami
gangguan kesehatan mental, menyediakan tenaga-tenaga yang kompeten di bidangnya
untuk siap melayani konsultasi dan perawatan yang mengalami gangguan, secara
gratis.
Aspek hukum dan perundang-undangan,
negara Islam akan membuat produk hukum yang mencegah terjadinya kejahatan dan
memberikan sanksi tegas terhadap para pelaku kejahatan sehingga jera.
Harapannya, tidak ada perilaku jahat rakyat yang menyebabkan orang lain
mengalami gangguan mental dan sejenisnya.
Demikianlah gambaran solusi
sistemis Islam mengatasi masalah gangguan kesehatan mental rakyatnya. Semua
dilandasi kecintaan pemimpin kepada rakyatnya untuk menjalankan fungsi negara
sebagai pelindung (junnah) atas rakyat. Wallahu a’lam bishshawab.. [ ]
Oleh: Novita Ekawati
disclaimer :
Tulisan ini merupakan partisipasi individu masyarakat yang ingin menuangkan
pokok-pokok fikiran, ide serta gagasan yang sepenuhnya merupakan hak cipta dari
yang bersangkutan. Isi, redaksi dan narasi sepenuhnya menjadi tanggung
jawab penulis.
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru