Share ke media
Opini Publik

Kaltim Kaya SDA, Minim Fasilitas Pendidikan

05 Dec 2022 03:00:38650 Dibaca
No Photo
ilustrasi gamber : kaltim.tribunnews.com - Capaian Pendidikan di Kalimantan Timur - 1 Mei 2017

Samarinda - Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan salah satu provinsi terluas kedua setelah Papua. Dikutip dari laman resmi Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, kaltimprov.go.id, Kaltim memiliki luas wilayah daratan 127.267,52 km2 dan luas pengelolaan laut 25.656 km2 dengan ibu kota Samarinda. Kaltim dibagi menjadi 7 kabupaten, 3 kota, 107 kecamatan, dan 1.032 desa/kelurahan. Hasil sumber daya alam sebagian besar diekspor keluar negeri, sehingga Kaltim merupakan penghasil devisa utama bagi negara, khususnya dari sektor pertambangan dan kehutanan. Hasil tambang Kaltim, di antaranya minyak, gas alam, dan batu bara.

Besarnya sumber daya alam yang dimiliki Kaltim tidak berkorelasi kemudahan penyediaan sarana dan prasarana pendidikan. Seperti diberitakan dalam kaltim. Akurasi. Id (14/11/22) disebutkan bahwa pemerataan pembangunan fasilitas pendidikan di Samarinda masih menjadi sorotan serius para wakil rakyat. sebab masih adanya blank spot alias lokasi yang minim akan fasilitas pendidikan, dan diperburuk oleh sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Ketua Komisi IV DPRD Samarinda meminta agar Pemkot Samarinda selaku pihak yang bertanggungjawab menyediakan fasilitas pendidikan di Kota Tepian untuk lekas mengambil sikap. 

Kondisi ini tidak hanya terjadi di Samarinda ibukota propinsi Kaltim, namun juga daerah terluar kaltim, seperti diberitakan kaltim.antaranews.com (22/11/22) disebutkan Komisi III DPRD Provinsi Kalimantan Timur meminta Depdikbud setempat memperhatikan SMAN 9 Berau yang terletak di Kecamatan Maratua. Sebab ruang belajar terkategori tidak layak dan ruang kelas juga sudah kelebihan daya tampung karena sekolah ini merupakan satu-satunya SMA yang ada di Kecamatan Maratua. Semua kondisi tersebut menunjukkan bahwa dengan mellimpahnya sumber daya alam di Kaltim, namun sarana prasarana pendidikan belum merata bahkan sangat memprihatinkan. 


Swastanisasi SDA


Meskipun Kaltim memiliki kekayaan tambang yang melimpah, ternyata tidak berbanding lurus dengan taraf kesejahteraan masyarakatnya termasuk dalam sarana prasarana pendidikan. Salah satu penyebab masalah ini adalah kurangnya kekayaan negara untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Negara terlalu banyak utang, sedangkan pendapatan hanya bertumpu pada pajak.  Sementara itu, pendapatan hasil tambang tidak masuk kas negara. Tambang negeri ini, termasuk batu bara, dikelola swasta sehingga kekayaan hasil penambangan masuk ke kantong korporasi. Pemerintah hanya mendapat 13,5—14% pendapatan batu bara.


Kapitalisme Biangnya


Swastanisasi tambang merupakan prinsip pengelolaan kekayaan alam ala kapitalisme, yaitu mengagungkan kebebasan kepemilikan   sehingga mampu menggeser peran negara untuk mengelola SDA. Ideologi ini membolehkan seseorang memiliki usaha apa pun, termasuk tambang. Negara hanya sebagai fasilitator. Prinsip kebebasan kepemilikan ini tidak dibatasi oleh apa pun. Jika seorang pengusaha mampu mengelola tambang tersebut, negara akan memberi “karpet merah” dan menyambut dengan tangan terbuka. Demi keuntungan royalti belasan persen, mereka membiarkan rakyat teraniaya.


Hal ini terjadi karena kapitalisme berorientasi pada materi. Demi materi (kekayaan), mereka akan melakukan apa saja, termasuk mengeruk SDA negara. Wajar saja, kapitalisme adalah konsep yang mengandalkan akal dan mengesampingkan keberadaan Sang Pencipta. Dalam pengelolaan SDA, tidak perlu ada aturan agama, cukup berdasarkan akal manusia.


Pengelolaan SDA Energi dalam Islam


Pengelolaan SDA energi dalam Islam akan dilakukan secara komprehensif. Dalam konsep ekonomi syariah, SDA energi merupakan kepemilikan umum. Umatlah pemilik sesungguhnya dari SDA energi, sedangkan negara hanya sebagai pengelola. Tersebab merupakan kepemilikan umum, maka haram bagi swasta untuk menguasainya karena itu berarti menghalangi umat mendapatkan haknya. Rasulullah ﷺ bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara: air, api, dan padang gembala.” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah)


Pada prinsipnya, negara hanya menarik biaya dari masyarakat sebesar biaya produksi, transportasi, dan litbang dari produk energi yang dihasilkan. Namun, negara boleh-boleh saja mengambil keuntungan dari harga produk energinya dengan catatan tidak memberatkan dan hasilnya dikembalikan untuk kepentingan masyarakat dalam bentuk lain. Kebijakan pengelolaan SDA energi dalam Islam setidaknya harus memenuhi syarat-syarat berikut, yakni dapat terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, dapat menjaga kedaulatan dan ketahanan energi, berkelanjutan, dan tidak merusak lingkungan.


Pengelolaan SDA energi dengan perspektif integral holistik juga mengharuskan diterapkannya hal-hal sebagai berikut. Pertama, negara mengelola penuh seluruh bahan mentah dan mata rantai industri SDA energi, mulai dari hulu hingga hilir. Kedua, negara menghilangkan berbagai aspek kapitalistik yang menjadikan harga produk energi final menjadi mahal, seperti riba, fiat money, pinjaman luar negeri, dan sebagainya. Dengan demikian, pengelolaan SDA energi dalam Islam dapat dilakukan secara optimal dan bermanfaat bagi masyarakat luas sebagai pemilik sejati SDA sebagaimana yang telah Allah tetapkan. 


Sistem Pendidikan Islam


Dalam Islam, negara wajib menyelenggarakan pendidikan untuk seluruh rakyat. Negara harus mentransformasi sistem pendidikan sekuler ke sistem pendidikan Islam yang jelas memiliki sejumlah keunggulan.


Pertama, dibangun atas dasar paradigma Islam. Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk kepribadian Islam, menguasai tsaqafah Islam, dan ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan keterampilan).


Kedua, kurikulumnya berbasis akidah Islam. Kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Di dalamnya berisi perangkat pembelajaran secara menyeluruh. Dalam Islam, kurikulum yang disusun harus berbasis akidah Islam. Tidak ada dikotomi antara agama dan ilmu kehidupan. Dengan paradigma ini, pendidikan berjalan secara berkesinambungan pada seluruh jenjang pendidikan, baik dari perangkat materi pelajaran, metode pembelajaran, strategi belajar, dan evaluasi belajar.


Ketiga, fasilitas pendidikan yang memadai. Semua jenjang pendidikan harus memiliki fasilitas yang sama agar semua peserta didik di setiap wilayah dapat menikmati fasilitas pendidikan. Semua itu menjadi tanggung jawab negara selaku penyelenggara pendidikan.  Negara wajib menyediakan infrastruktur pendidikan yang cukup dan memadai seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran, teknologi yang mendukung KBM, dan lain sebagainya.


Keempat, pembiayaan pendidikan menjadi tanggung jawab negara. Seluruh pembiayaan pendidikan dalam Khilafah diambil dari Baitul mal, yakni dari pos fai dan kharaj, serta pos kepemilikan umum.  Seluruh pemasukan negara, baik di pos fai dan kharaj maupun pos kepemilikan umum, boleh diambil untuk membiayai sektor pendidikan. Jika pembiayaan dari dua pos tersebut mencukupi, negara tidak akan menarik pungutan apa pun dari rakyat. Jika harta di baitulmal habis atau tidak cukup untuk menutupi pembiayaan pendidikan, negara meminta sumbangan sukarela dari kaum muslim.


Kelima, guru dan tenaga pengajar profesional. Negara wajib menyediakan tenaga-tenaga pengajar yang ahli di bidangnya, sekaligus memberikan gaji yang cukup bagi guru dan pegawai yang bekerja di kantor pendidikan.  Khalifah Umar bin Khaththab ra. pernah menggaji guru-guru yang mengajar anak-anak kecil di Madinah sebanyak 15 dinar (setara Rp57 juta jika diasumsikan harga 1 gram emas sebesar Rp900.000) tiap bulan. Gaji ini beliau ambil dari baitulmal.


Dengen menggunakan Islam sebagai standar baik dalam hal pengelolaan sumber daya alam ataupun dalam mengatur sistem pendidikan maka ada jaminan terpenuhinya kebutuhan dan kesejahteranaan masyarakat terutama dalam hal yang menyangkut pendidikan. Tidak hanya sarana dan fasilitas pendidikan yang memadai, namun juga terbentuk kepribadian mulia pada siswanya dan guru menjadi sejahtera. 


Oleh : Hanik Syukrillah, M.Si


Disclaimer : Tulisan ini merupakan partisipasi individu masyarakat yang ingin menuangkan pokok-pokok pikiran, ide serta gagasan yang sepenuhnya merupakan hak cipta dari yang bersangkutan. Isi redaksi dan narasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.